"Mau kemana kita? Tolong jelaskan!" Luci berteriak sembari berusaha membuka pintu mobil, sementara mobil yang ditumpangi Evan Robert Hudan sudah melesat jauh di depan.
Saat ini Luci berada di dalam mobil lain. Mobil yang ditumpangi Luci saat ini disopir oleh seorang lelaki berwajah garang dengan kepala botak licin seperti lampu neon.
Sementara di samping lelaki botak itu beradalah seorang pengawal lain yang tak dikenal oleh Luci. Kedua lelaki itu tidak mau memberikan penjelasan kepada Luci sama sekali.
'Mati aku! Apa benar Tuan Evan akan menuntutku? Saat ini dia mau membawaku ke kantor polisi?'
Pikiran Luci tidak bisa tenang. Sepanjang perjalanan Luci akan bergerak dengan resah, apalagi jika melihat kantor polisi dari jauh.
Luci takut jika mobil berhenti di depan kantor polisi dan Luci diseret ke tempat itu.
Tapi nyatanya setiap ada kantor polisi, mobil itu justru melewati kantor polisi itu. Alhasil Luci mulai berpikiran tentang kemungkinan yang lain.
Di luar itu Luci sudah menemukan kesialan yang lain yakni baterai ponselnya habis lagi.
Karena tadi Luci buru-buru mencabut ponsel saat diisi daya demi untuk pergi ke taman kota setelah mendapat perintah dari Tuan John.
Dan sekarang saat Luci berusaha untuk menelepon Spider demi meminta bantuan, sebelum telepon itu tersambung baterai milik Luci sudah habis tak tersisa lagi. Sepertinya ini memang akhir dari riwayat Luci.
"Kumohon, siapa pun, jawab aku! Akan ke mana kita?" Luci kembali histeris dengan terus bertanya di sepanjang jalan.
Tak lupa tangannya menggedor-gedor pintu kaca mobil dengan harapan ada orang lewat yang mau menolongnya.
"Tolong! Tolong aku!" teriak Luci dengan frustasi sembari menggedor-gedor jendela kaca.
Teriakan Luci sepertinya membuat pengawal yang duduk di samping pengemudi tidak sabar.
Sekarang pengawal itu terdengar menggerung lalu berkomunikasi dengan seseorang menggunakan alat komunikasi yang menyelip di telinganya.
"Dia berteriak di sepanjang jalan. - Baik. – Baik." Komunikasi itu diakhiri.
Sembari membenarkan jasnya lelaki pengawal berkacamata hitam itu terkadang melirik ke arah kaca spion di dalam mobil demi untuk mengawasi Luci.
Tapi Luci tidak akan tau karena lelaki itu memakai kacamata hitam.
"Kau akan dibawa ke kantor Tuan Evan," jelas pengawal itu dengan suara tegasnya.
Kenapa orang-orang berjas hitam selalu saja tegas dan mengerikan? Bahkan Spider pun tadinya begitu walaupun Spider memakai mantel bukannya jas hitam.
"Aku tau. Tapi ada urusan apa?" Luci gemetar ketakutan.
Lagi pula uang seratus juta yang dibayarkan oleh Alan tadi Luci tinggal di flat miliknya. Harusnya jika Evan mau minta ganti rugi, CEO itu bisa meminta langsung saja di taman kota tadi.
"Tuan ingin bekerja sama denganmu. Hanya itu yang bisa kukatakan.
"Jadi tolong berhenti berteriak. Kau mengganggu jalur komunikasi yang sedang kudengar," tutup pengawal itu dengan mengerikan.
Seketika Luci membekap mulutnya dengan takut. Dia tidak akan membuat suara sedikit saja kali ini, apalagi setelah mendengar peringatan keras dari pengawal itu.
Masalahnya Luci hanya tidak ingin mencari gara-gara dengan Evan atau pun timnya.
Karena jika sampai Luci membuat satu masalah saja, Evan pasti akan membuat hidup Luci tamat, walaupun itu tidak secara eksplisit (tidak secara nyata).
Belum lagi Evan itu orangnya sangat pendendam, berdasarkan rumor dan desas-desus.
Tapi untunglah, sepertinya Evan tidak mengingat tentang kecelakaan dan ciuman itu karena nyatanya CEO itu tidak membahasnya sama sekali saat di taman kota tadi.
Mungkin karena terlalu mabuk Evan jadi tidak ingat tentang kejadian itu. Dan sekarang Evan ingin bekerja sama dengan Luci.
Kira-kira masalah apa? Apa Evan memiliki kekasih yang ingin ia putuskan? Seingat Luci selama ini Evan tidak pernah terdengar memiliki satu pun wanita di hidupnya.
Bahkan rumor menyebutkan kalau Evan itu gay. Dan rumor tentang Evan gay masih menyebar hingga kini. Lalu apa ya masalahnya?
'Ah, bisa saja Tuan Evan mau mengakhiri hubungannya dengan pacar prianya. Itu bisa jadi kan?
'Dia mau pura-pura menjadi normal. Tapi, kalau dia gay kenapa dia mencium bibirku malam itu? Ah, sudahlah,' rutuk Luci di dalam pikirannya sendiri.
Mobil itu membelah jalanan kota cukup lama dengan kecepatan sedang cenderung rendah. Banyak mobil yang mengikuti di belakang, seperti konvoi saja.
Mobil-mobil itu adalah pengiring sekaligus pengawal Evan.
Memang ya kalau orang kaya itu sudah sangat berbeda harga nyawanya daripada orang yang tidak kaya, seperti Luci, yang harus dibuang oleh keluarganya sendiri karena tidak memiliki harta warisan dari almarhum orang tuanya dulu.
Setelah sekian lama berkendara mobil-mobil itu memasuki sebuah gerbang tinggi yang terbuat dari besi yang besar dan mengkilap.
Mobil-mobil iringan di depan mobil Luci menyingkir untuk mengawal, sementara mobil yang ditumpangi Luci dan Evan masuk ke dalam gerbang itu.
Masih ada beberapa mobil yang masuk juga yang sepertinya berisikan para pengawal Evan.
Mobil yang ditumpangi Luci akhrinya berhenti di sebuah pelataran sangat luas pada sebuah perusahaan milik Evan yang berada di kota itu. Nama perusahaannya adalah Folca Hudan.
Folca Hudan adalah sebuah perusahaan cabang dari Unity Hudan. Folca Hudan sedang berkembang pesat di kota itu, bahkan bisa menduduki peringkat ke dua perusahaan yang memiliki profit terbesar setelah Unity Hudan.
Luci tak bisa berhenti menganga ketika melihat bangunan dari perusahaan bernama Folca Hudan itu.
Ini kali pertama Luci bisa memasuki gerbang dari perusahaan itu. Ini gila, gedungnya tinggi sekali.
Bahkan kehebatan dan kegagahan gedung perusahaan itu masih begitu kuat ketika di malam hari.
Apalagi dinding kacanya yang memantul dan seolah bersinar di kegelapan malam.
"Keluar!" perintah pengawal yang tadi duduk di kursi depan.
Pengawal itu sudah berjaga dan mulai memeriksa kondisi di sekitar sembari berkomunikasi.
Luci pun menurut dan mulai keluar dari mobil.
Saat Luci keluar datanglah seorang wanita bertubuh tinggi dan sintal. Wanita itu memiliki rambut hitam legam dengan mata berwarna abu-abu.
Dengan blouse hitam panjang dan rok selutut wanita itu mendekat dengan kemelotak sepatu high hills miliknya yang sangat tinggi.
"Ikuti saya!" perintah wanita itu.
Bibirnya merah karena polesan lipstick, wajahnya sangat lonjong dan terkesan palsu.
Matanya juga sangat lebar dengan mascara sangat tebal.
Shading dan counture miliknya sangat terkesan berlebihan.
Tapi dengan riasan itu dia tercetak begitu tegas sekaligus mengerikan.
Sepertinya Evan memang sedang mengintimidasi Luci.
Luci pun mengikuti langkah kaki wanita bermake up banyak itu. Luci merasa menjadi seorang tawanan sekaligus seorang yang penting saat ini.
Itu dikarenakan Luci dibawa kemari dengan mobil mewah dan menggunakan pengaman yang sangat ketat.
Belum lagi Luci masih dipandu oleh seorang wanita karier berpakaian sangat rapi.
Lalu sekarang walaupun Luci sudah berada di area Folca Hudan para pengawal masih mengiringi Luci dari berbagai arah, sementara yang lain memantau di sekeliling gedung itu.
Pintu loby dibuka oleh dua orang pengawal. Ini sepetri adegan di film-film yang mana para tamu kehormatan bahkan tidak perlu melakukan apa pun kecuali berjalan saja.
Langkah kaki Luci agak gemetar, mungkin karena merasakan tekanan hebat karena merasakan kemewahan yang baru pertama dirasakan oleh gadis itu, karena sebelumnya Luci cenderung diperlakukan seperti orang asing bagi para calon kliennya dulu.
Tapi Evan berbeda, bahkan luci diperlakukan hampir sama seperti CEO itu (pada awalnya). Hal itu yang membuat Luci begitu penasaran, kerja sama seperti apa yang Evan inginkan saat ini.
***