webnovel

DIAM-DIAM CINTA

Selena, seorang gadis miskin dengan sikapnya yang penuh kasih sayang dan sifat lembut yang dimilikinya. Karena sosoknya yang demikian, dia mampu menjerat kedua orang pria tampan yang diincar para gadis di sekolahnya. Dihadapkan dengan pilihan antara dua orang pria di hidupnya, Selena tidak dapat memilih. Antara Lucas; seniornya yang dingin tapi baik, atau Andre; sahabat kecilnya yang baik tapi pencemburu? Harapan, kekecewaan, patah hati dan keputusasaan, merupakan jalan terjal yang akan mengiringi setiap langkah gadis itu. Mampukah Selena bertahan dengan kerasnya kehidupan yang akan dia temui? Mampukah Selena menggenggam harapannya untuk orang-orang yang dia percayai? Mampukah Selena mempertahankan cintanya pada salah satu pria yang berhasil memenangkan hatinya?

Angela_Ann · วัยรุ่น
Not enough ratings
230 Chs

Pria Tampan?

"Setelah ini aku akan langsung berangkat bekerja." Jawab Selena dengan pandangan menyesal. Rencananya, setelah dia selesai menyuapi neneknya, dia akan langsung berangkat bekerja.

"Kalau kamu sudah ada waktu luang. Tidak harus sekarang."

"Ah, baiklah, Nek." jawab Selena kikuk. Dia pikir neneknya menyuruhnya membawa Gibran hari ini. Dia kan tidak punya waktu untuk kembali pulang ke rumah.

"Bagaimana dengan sekolah barumu?"

Selena duduk di atas tempat tidur dekat kaki Lina, dengan terampil, gadis itu memijat kaki neneknya, "Sekolah lancar. Teman-teman baruku juga baik dan ramah."

"Itu bagus." Lina mengamati wajah Selena yang kini menunduk. Seperti ini, gadis itu sangat mirip dengan ibunya saat Lyana masih gadis.

"Selena..."

"Ya? Kenapa Nek?"

Lina mengelus punggung tangan Selena penuh kelembutan, "Jangan pernah membenci apa yang sudah ibumu perbuat padamu."

Selena tersenyum, "Tidak akan. Apa yang nenek pikirkan. Mana mungkin aku membenci mama."

Lina terdiam, tidak banyak bicara lagi. Mungkin, Selena berbeda. Cucu perempuannya ini, dia berharap, tidak memiliki sifat seperti ibu kandungnya. Dia mungkin gagal membawa putrinya kembali seperti dahulu. Dan itu merupakan penyesalan seumur hidupnya hingga sekarang. Membiarkan putri tersayangnya berubah sikap menjadi seperti ayahnya yang keras.

"Nenek ingin makan. Tolong, bawakan sup ikan yang baru saja ibumu masak, Selena." Dia hanya dapat berharap bahwa Selena tetap akan menjadi gadis seperti ini. Baik hati dan lemah lembut.

Selena keluar dari kamar sang nenek sambil membawa piring dan gelas kotor di tangan. Marco dan Eric sedang asyik bermain di depan televisi yang sedang menyala, menampilkan sebuah film animasi dari negara tetangga yang sangat populer dikalangan anak-anak.

"Marco, kakak akan berangkat kerja terlebih dulu. Mama berpesan kalau beliau akan datang berkunjung nanti malam. Bisakah kamu mengantar mama pulang ke rumah kalau-kalau mama berada lama disini malam ini?"

Marco yang tadinya sibuk menonton televisi sambil memainkan sebuah permainan di tangan kemudian menoleh ke belakangnya, "Bagaimana dengan kakak?"

"Kakak akan pulang bersama Rina nanti." Kebetulan sekali rumah temannya itu tidak terlalu jauh dari toko, jadi dia bisa meminta tolong untuk mengantarkannya pulang menggunakan sepeda motor milik kakak Rina.

Marco tidak setuju dengan usulan kakak perempuannya. Bagaimana pun juga, menurutnya, ibu mereka merupakan orang dewasa yang tidak akan tersesat jika pulang sendirian. Lain halnya dengan kakak perempuannya ini yang belum dewasa dan juga penakut. Jika tiba-tiba ada kendala yang ditemui kakaknya setelah pulang dari bekerja, apa yang harus dia lakukan?

"Kakak, tidak, biarkan aku menjemputmu seperti biasa."

Selena menggelengkan kepalanya menolak. Gadis itu kemudian mengambil sling bagnya, lalu berjalan ke tempat Marco dan Eric berada. Secara bergantian, Selena mengacak-acak rambut keduanya dengan gemas, "Kakak sudah dewasa, Marco. Kamu pikir kakak bakalan takut jika pulang sendiri? Jaga nenek baik-baik di rumah, jangan pergi ke mana-mana."

"Kak...." Marco yang ingin protes kemudian dihentikan oleh isyarat dari Selena.

"Patuhlah dan percaya pada kakak. Kakak berangkat dulu. Eric, tolong temani Marco ya." Pesannya lagi sebelum pergi dari rumah.

"Siap laksanakan, Noona!"

***

Nathan menepuk bahu Lucas yang berdiri di pinggir jalan di depan mini market, menunggunya.

"Mereka tidak menjual minuman yang kamu minta, Lu. Jadi aku belikan colla dingin buatmu. Tak apakan?" Kata Nathan lalu menyerahkan sekaleng colla dingin ke tangan Lucas.

Lucas mengerutkan alisnya, tanda tidak suka dengan ucapan Nathan barusan. "Kamu saja yang minum." balasnya mengembalikan minuman itu ke tangan temannya lagi. Sebagai gantinya, Lucas menyambar minuman milik Nathan; jus jeruk. Pemuda itu pura-pura tidak melihat delikan tajam dari temannya sendiri.

Nathan memandang lesu pada colla di tangannya yang sudah Lucas tukar, "Kenapa juga tadi aku tidak membeli minuman yang sama?!" Keluhnya sambil menatap tajam punggung Lucas. Seakan-akan jika tatapan dapat membunuh orang, punggung Lucas pastilah sudah tercabik-cabik sekarang.

"Sampai kapan kamu mau berdiri disitu? Ayo pergi." Lucas menginterupsi kekesalan Nathan yang baru saja berargumen sendirian. Persis seperti orang gila, pikir Lucas yang tidak ketahui oleh sang empunya sendiri.

Keduanya baru saja pulang dari sekolah. Dikarenakan ada kegiatan yang mengharuskan mereka lama di sekolah, alhasil Lucas dan Nathan jadi terlambat untuk pulang.

"Apa kamu akan menginap di rumahku lagi?"

Lucas melemparkan botol di tangannya yang sudah kosong di bak sampah terdekat di dekat jalanan, "Tidak. Hari ini aku akan pulang." Hari ini merupakan hari dimana mamanya akan melakukan medical check up rutinan yang sudah beberapa tahun terakhir dilakukan.

"Ooh... Baiklah. Setidaknya aku bersyukur dengan tidak adanya dirimu, kamarku akan terasa lengang."

"Apa maksudmu berkata begitu?!" Lucas yang tidak terima diejek oleh temannya ingin memukul Nathan, namun tinjunya terangkat sia-sia karena pemuda itu sudah berlari menjauh, meninggalkan Lucas di belakangnya.

"Oi... Nathan! Sialan kau!"

Di pertigaan jalan raya itu, Lucas mengambil jalan ke kiri untuk pergi ke rumah Nathan. Bersamaan dengan sosoknya yang berada beberapa meter jauhnya dari pertigaan itu, Selena yang mengayuh sepeda anginnya tampak memutar setirnya ke tempat datangnya Lucas dan Nathan.

Dari pertigaan itu hanya membutuhkan lima menit saja untuk sampai. Selena memarkirkan sepedanya dibelakang toko, seperti biasa. Dan Rina yang sudah mengetahui kedatangan Selena pun menyambut kedatangannya dengan senyuman sumringah.

"Selena... Akhirnya kamu datang juga."

Gadis itu lalu memasukkan tasnya ke loker, "Ada apa Rin, sepertinya kamu senang sekali."

"Coba saja kamu datang lebih awal beberapa menit saja, kamu pasti akan melihat kedua pemuda tampan datang ke toko ini baru saja." Kata Rina antusias.

Selena berbalik, tepat menghadap temannya, "Benarkah? Seberapa tampan?" Katanya menggoda.

"Luar biasa tampan, apalagi pemuda yang jangkung itu... Ugh! Astaga, Selena, aku baru kali ini bertemu engan seorang pria seperti itu. Sangat, sangat tampan. Aku jadi ngiler hanya dengan melihatnya."

Selena tertawa keras karena kelakuan Rina yang menurutnya sangat lucu.

"Kamu benar-benar. Cepat sana kembali bekerja."

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.