21 Berkunjung

Sebenarnya, desa yang menjadi tempat tinggal adik laki-lakinya dan juga neneknya itu masih satu tempat dengan tempat tinggal Andre.

Jika Selena kebetulan mampir ke rumah sang nenek, dia akan bertemu Andre di sana. Di taman bermain kanak-kanak. Arah jalannya yang dilewati untuk sampai ke rumah sang nenek kebetulan berada di depan komplek perumahan Andre. Maka sudah menjadi kebiasaan, jika Andre dan Selena bertemu di sana secara tak sengaja. Apalagi, di sekitar komplek tersebut, terdapat sebuah lapangan umum yang biasa di jadikan tempat berolahraga setiap sore harinya.

Pada saat Selena berjalan menyebrang jalan menuju ke rumah sang nenek. Marco yang ada di atas pohon mangga bersama Erick, melihat kedatangan gadis cantik tersebut dengan ekspresi senang.

"Kakak..." panggil bocah itu bersemangat dari atas pohon mangga.

"Marco, cepat turun." Selena melambaikan tangannya di udara, menyuruh kedua bocah di atas pohon supaya menghampiri dirinya.

Sudah sedari kecil Marco diasuh dan tinggal bersama kakek dan neneknya yang notabene orang tua kandung Lyana. Setelah kematian kakeknya, Marco-lah yang bertanggung jawab mengurus kesehatan Lina yang semakin hari kian memburuk. Adik laki-lakinya itu tidak mau tinggal bersama kedua orang tuanya meski Rayhan meminta sendiri supaya putra mereka pindah saja ke rumah utama.

Namun Marco menolak usulan itu dengan halus.

Meski Marco masih berusia tiga belas tahun, tetapi adiknya itu sudah mengemban tugas mengurusi ladang-ladang hasil warisan dari sang kakek. Kadang-kadang Selena akan datang untuk membantu jika di rumah dia tidak memiliki pekerjaan.

Di waktu senggang, Marco memiliki kegiatannya sendiri selepas pulang sekolah. Bocah tanggung itu mulai menjaga ladang yang kini ditanami jagung dan kacang sebagai mata pencaharian tambahan.

Walaupun usianya masih terbilang muda, Marco tidak sama dengan anak-anak seusianya. Berkat didikan kakek mereka lah, bocah itu menjadi kuat dan pekerja keras.

Erick mengikuti sahabatnya turun sambil membawa buah mangga yang sudah dia petik ke dalam rumah.

Sosok Selena sudah tidak asing lagi bagi bocah itu - yang pernah berkata akan menikahi Selena setelah dia dewasa - yang notabene merupakan kakak perempuan dari sahabatnya sendiri yaitu Marco.

"*Noona...!" panggil Eric dengan suaranya yang keras.

Omong-omong, sahabat Marco itu merupakan anak luar kota yang datang ke desa itu dikarenakan pekerjaan ayahnya. Ayah Eric merupakan seorang dokter yang bertugas di kecamatan. Karena suatu alasan, Marco dan Eric bisa kenal dan mendeklarasikan diri sebagai sahabat satu sama lain. Padahal bocah itu kurang lebih setengah tahun tinggal disini. Rumahnya berada di kompleks perumahan mewah -bagi masyarakat biasa- di desanya, dimana komplek tersebut juga ditempati oleh Andre.

*Panggilan untuk perempuan yang lebih tua bagi laki-laki dalam bahasa Korea.

Bocah blasteran keturunan Korea-Indonesia itu bersikeras memanggil Selena dengan panggilan dari negaranya.

"Hai Erick, bagaimana kabarmu?" tanya Selena sambil mengusap pucuk kepala Erick yang rambutnya terasa lembut sekali.

"Aku baik. Aku sehat." jawab bocah itu antusias, "Noona, *Appa baru saja mengajakku pergi ke Banyuwangi. Lainkali, bisakah aku mengajak Marco juga ikut serta liburan kami? Aku ingin membawanya menjajal semua tempat rekreasi di sana. Sangat bagus, sangat indah. Boleh ya, Noona?"

*Sebutan Ayah dalam bahasa Korea.

Selena melirik adik laki-lakinya, "Baik. Kalau memang tidak merepotkan Appa Hyun, ajak saja Marco."

"Yeayyy... Kamu dengar itu Marc? Noona mengijinkanmu ikut denganku." ucap Erick pada Marco. Jelas-jelas bocah itu juga berada di sana, tentu saja dia bisa mendengar dengan jelas ijin dari kakak perempuannya barusan. Tapi si bodoh *Park Junsu ini benar-benar naif sekali.

*Nama Korea Erick.

"Apa yang kakak bawa?" tanya Marco pada rantang putih yang ada di tangan Selena, sepenuhnya mengabaikan Erick yang mulai mengoceh tentang perjalanan liburannya sebulan lalu.

"Ikan goreng dan japcay. Ada nasi juga di dalam, masih panas. Bawa ini ke dapur dan ajak sekalian Erick makan, Marco." ujarnya sambil menyerahkan rantang makan itu pada adik laki-lakinya. Tanpa basa basi, Marco menarik sahabatnya itu untuk pergi bersamanya.

"Tapi Noona... Tunggu sebentar, Marc. Aku ingin mengobrol dengan noona dulu..." Erick yang masih ingin bicara pada Selena tidak mau diajak pergi dari sana oleh Marco. Alhasil, tarik menarik antara dua bocah laki-laki itu pun terjadi.

"Berisik! Biarkan kakak pergi ke kamar nenek." kata Marco sambil menyeret lengan sahabatnya itu yang tidak mau berpisah dengan kakak perempuannya.

Selena tertawa lucu melihat tingkah menggemaskan Erick dan juga sang adik. Hanya disaat begini, dia akan menyadari, bahwa Marco sama dengan bocah-bocah pada umumnya. Adik laki-lakinya itu akan bertingkah sebagaimana usianya yang masih muda. Dan dia beryukur akan hal tersebut. Kehadiran Erick ke desa mereka, merupakan sebuah berkah yang sangat dia syukuri.

"Selena, kamu kah itu?" suara lirih dari arah kamar membuat Selena praktis berjalan ke sana.

"Nenek... Berhenti. Berbaring saja, tidak perlu bangun." buru-buru gadis itu menghentikan wanita paruh baya - yang sakit di atas tempat tidur - bangun untuk sekadar mendekatinya.

Lina tersenyum lemah, bibir keriputnya melengkung kecil begitu dia lihat cucu perempuannya datang. "Sudah lama datang?" tanyanya lembut.

"Baru saja, Nek. Mama membawakan sup ikan buat nenek, nanti biar aku bawakan ke sini." Balas Selena sama lembutnya.

Lina kemudian menyamankan dirinya, bersandar di kepala ranjang, "Mamamu di rumah, Selena?"

"Iya, Nek. Gibran sedikit rewel, itu sebabnya tidak aku ajak kemari."

"Apakah sakit?"

Selena menggeleng, "Tidak... Emm, sedikit tidak enak badan." batinnya tak yakin. Karena sudah dua hari ini, adik bungsunya itu sering menangis.

Mendengarkan jawaban berubah-ubah itu pasti ada yang tidak beres dengan cucu laki-laki-nya di sana. Dia juga merindukan ingin bertemu dengan Gibran, "Bawa adikmu kemari, Selena. Nenek merindukannya." Pinta Lina bersungguh-sungguh.

***

Don't forget support for this novel. Please vote, review and comment if you like this story. Thank you, guys.

avataravatar
Next chapter