"Jujur saja," ucap Arni menanggapi keheningan sang ayah. "Saat itu terjadi, aku benar-benar marah, Pa. Sangat marah pada laki-laki bajingan itu, aku berharap dia mati mengenaskan—ditabrak mobil mungkin, hingga kepalanya pecah. Entahlah…"
Arni menghela napas dalam-dalam mencoba untuk menekan perasaannya sendiri yang telah mulai menyesakkan dadanya. Dan Dimas, masih hening dengan kepala menekur.
"Tapi," kata Arni kemudian, "Papa pasti tahu, aku tidak akan tega berlaku jahat pada orang lain. Apalagi, jika harus mengancam orang tuanya Tommy, Pa. Ak—aku…"
Yaah, meski sudah bersusah payah, mati-matian menahan agar perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya itu tidak mempengaruhinya, namun semuanya seolah tiada berarti.
Sepasang mata indah itu pun berkaca-kaca, suaranya mulai tersendat-sendat dan terdengar sengau.
สนับสนุนนักเขียนและนักแปลคนโปรดของคุณใน webnovel.com