webnovel

Parasit

Marisa merebahkan diri di tempat tidurnya. Mengelus pelan kasur empuknya. Entah kenapa dia merasa lelah meskipun tidak melakukan banyak hal tadi selama di kantor. Dia merasa aneh dengan sikap Daniel. Terkadang bisa sangat menyebalkan, tapi di sisi lain dia sudah melakukan banyak hal baik padanya.

Lalu tiba-tiba Marisa merasa tidak enak dengan Ardo karena sudah meninggalkannya saat makan siang. Dia mengambil ponselnya dan mengetik pesan untuk laki-laki itu.

Marisa : Maaf buat yang tadi siang, kamu jadi harus makan sendiri

Ardo : Gak apa-apa, aku tahu kamu kan harus bekerja.

Marisa : Aku janji setelah gajian nanti aku akan mentraktirmu makanan enak.

Ardo : Benarkah? Wah aku jadi gak sabar.

Marisa : Kalau begitu aku mandi dulu.

Ardo : Oke, jangan wangi-wangi nanti tercium sampai sini. Nanti aku gak bisa tidur.

Marisa tersenyum membaca pesan dari Ardo. Sayangnya senyumnya memudar seketika saat ponselnya bergetar dan ia melihat siapa yang meneleponnya

"Kenapa bu? Ibu butuh uang?" tanya Marisa dengan malas, karena sudah hapal benar tabiat ibunya yang sering meneleponnya hanya untuk minta uang. Kedua orang tuanya sudah berpisah sejak Marisa masih SMA. Saat itu ibunya pergi dan menikah dengan pria lain yang berstatus duda anak satu.

Marisa tinggal bersama ayahnya sampai dia masuk perguruan tinggi. Setelah itu ayahnya tiba-tiba pergi meninggalkanya entah kemana. Marisa terpaksa melanjutkan kuliahnya sambil bekerja paruh waktu di beberapa kafe hingga ia lulus kuliah D3 dan setelah itu dia bekerja di restoran bintang lima.

Tapi ibunya yang sudah mempunyai kehidupan sendiri masih selalu mengganggunya dengan meminta uang padanya. Ibu tetaplah ibu, wanita yang sudah melahirkannya. Marisa tidak pernah bisa mengabaikannya meskipun ia membenci perilaku ibunya.

"Kenapa kamu langsung berpikiran negatif pada ibumu? Ibu cuma ingin memberitahu kalau ibu sedang dalam perjalanan ke rumahmu. Sebentar lagi sampai," kata Ibu Marisa.

"Kenapa ibu tiba-tiba menemuiku? Sebelumnya ibu gak pernah menemuiku setelah menikah dengan pria itu. Ada apa sebenarnya?" tanya Marisa curiga.

"Udahlah jangan banyak nanya, ibu udah di depan rumahmu. Cepat buka pintunya," perintah ibunya.

Dengan malas Marisa berjalan ke arah pintu dan membukanya. Dahinya mengerut saat melihat orang yang bersama ibunya.

"Siapa dia?" tanya Marisa. Dia menunjuk seorang wanita di sebelah ibunya.

"Cepat beri salam pada kakakmu," perintah Ibu Marisa pada wanita itu dan menyenggol lengannya.

Tapi Marisa tidak mau menerima jabatan tangan wanita itu.

"Siapa yang ibu maksud dengan kakak?" tanya Marisa memastikan bahwa yang ia dengar adalah salah.

"Tentu saja kamu Marisa, dia ini adik kamu Rara," jawab ibunya.

"Aku gak pernah punya adik," sahut Marisa.

"Jangan begitu Marisa, ibu kesini mau minta tolong sama kamu," kata ibunya memelas.

"Ayahnya baru aja diPHK dari perusahaan, dan dia harus tetap melanjutkan kuliahnya," terang ibunya.

"Aku gak peduli bu," ucap Marisa.

"Ibu mohon biarin Rara sementara tinggal di sini, sampai situasi keuangan ibu kembali normal," pinta ibu Marisa sambil memohon-mohon dengan mengusap-usap tangan Marisa.

"Kenapa? Kenapa ibu lebih peduli sama anak tiri ibu dari pada aku anak kandung ibu? Setelah ibu pergi dengan pria lain ibu gak pernah menemui atau menghubungiku. Ibu gak pernah tahu betapa sulitnya hidupku saat itu! Dan sekarang ibu mau aku mengurus anak ini?" tanya Marisa masih menahan emosinya.

"Maaf bu, Marisa gak bisa," tambah Marisa lalu menutup pintunya. Sekarang dia menangis di balik pintu.

"Ibu minta maaf Marisa. Ibu memang salah. Tapi Rara gak bersalah, jangan benci padanya," teriak ibunya dari luar.

"Cih, masih aja ngebela anak itu," gumam Marisa masih berada di balik pintu. Dia tersenyum miris.

"Ibu gak akan pergi dari sini, sebelum kamu menerima Rara di rumahmu," teriak ibunya.

Marisa pergi dari sana menuju kamar mandinya untuk membersihkan diri. Setelah itu merebahkan diri di kamar dan menggunakan headset untuk menenangkan pikirannya.

Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, ternyata Marisa sudah tertidur selama tiga jam. Dia bangun menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. Membasahi tenggorokannya yang sudah kering. Lalu dia penasaran dengan ibunya, apakah dia benar-benar masih di luar sana atau sudah menyerah.

"Pasti udah pulang kan?" gumam Marisa pada dirinya sendiri. Dia mengintip dari balik tirai jendelanya. Dan ternyata ibunya masih berada di sana bersama anak itu.

Pemandangan itu membuatnya semakin muak. Terlihat ibunya sedang merapatkan jaket milik anak tirinya. Marisa hendak kembali ke dalam kamarnya. Tapi hati nuraninya tidak tega melihat ibunya yang sudah tidak muda lagi berlama-lama berada di luar.

Akhirnya dia kembali dan membukakan pintu untuk mereka. Tentu saja hal itu membuat ibunya dan Rara senang. Mereka langsung menghampiri Marisa.

"Jadi apa kamu berubah pikiran?" tanya ibunya.

"Sebaiknya jangan jadi jangan parasit selama di rumah ini," ucap Marisa dingin.

Ibunya langsung memeluk Marisa. Pelukan yang sudah lama tidak ia rasakan dari ibunya. Sesaat ia tersentuh, tapi perasaan itu langsung musnah setelah ibunya melepaskan pelukannya dan kembali peduli dengan anak tirinya.

"Jadilah anak baik di sini, selalu turuti perintah kakakmu dan bantu-bantu dia membereskan rumah. Kamu mengerti?" ucap ibu Marisa pada Rara yang menangkup kedua pipi anak tirinya.

"Baik bu, ibu jaga kesehatan. Dan jangan telat makan ya," kata Rara.

Pemandangan itu membuat Marisa semakin muak, dia mengalihkan pandangannya dari mereka berdua.

Ibunya langsung pamit untuk pulang. Sebelumnya dia memeluk dan pipi mencium Rara di depan mata Marisa. Setelah ibunya pergi, tanpa mengucapkan sepatah katapun, Marisa masuk ke dalam rumah dan diikuti oleh Rara.

Marisa membukakan kamar lamanya untuk Rara karena saat ini Marisa tidur di kamar utama bekas ayah dan ibunya. Rara masuk dan melihat-lihat isi kamar, dia mencoba duduk di tepi ranjang dan mengangguk puas dengan kamar itu.

Marisa langsung meninggalkanya dan berjalan menuju dapur. Dia mengambil satu mie instan cup dan menyeduhnya. Kemudian duduk di meja makan. Tak butuh waktu lama Marisa lalu menyeruput mie cup nya. Sedangkan Rara tiba-tiba ikut duduk di depan Marisa.

"Punyaku mana?" tanya Rara.

Marisa menaruh mie nya dengan kasar di atas meja.

"Apa aku harus mengurusi makanmu juga? Sebaiknya kamu tahu diri di rumah ini kamu bukan siapa-siapa," kata Marisa dengan kasar.

Dengan tiga kali suap Marisa sudah menghabiskan mie nya. Dia bangkit dari kursinya dan meninggalkan Rara yang masih duduk di sana. Dia membuang cup mie nya ke dalam tong sampah. Setelah itu tangannya menggapai lemari kecil di atas dapurnya. Tangannya meraih satu lagi mie instan cup. Dia kembali ke meja makan dan meletakkan mie itu tepat di depan Rara.

Tanpa mengatakan apapun Marisa langsung pergi dan masuk ke dalam kamarnya. Mencoba untuk memejamkan matanya kembali. Dia menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Perlahan air bening mulai keluar dari kedua matanya.