webnovel

Asupan Micin

Marisa mengedarkan pandangannya ke penjuru kantin perusahaan. Tidak ada yang bisa dia ajak duduk bersama untuk makan siang. Daniel dan Selly sudah pasti makan di restoran bagus. Marisa sadar diri untuk tidak bergabung dengan mereka walaupun Daniel menyuruhnya untuk ikut.

"Kamu gak ikut?" tanya Daniel padanya.

Marisa menggelengkan kepalanya.

"Gak perlu mencemaskan biaya, aku bisa membayarnya untukmu," kata Daniel.

"Gak usah, saya akan makan di kantin saja agar lebih mengenal perusahaan ini," kata Marisa beralasan. Sebenarnya dia memang mengkhawatirkan biaya kalau dia ikut makan bersama mereka. Cuma dia tidak mau menambah hutang budi pada Daniel setelah semua yang di berikan padanya.

"Apa Ardo gak ikut dengan kita?" tanya Daniel sambil menyendok makanan yang ada di depannya.

Selly yang duduk di depan Daniel mengedarkan pandangannya menuju pintu masuk restoran.

"Sepertinya tidak Pak," jawab Selly.

Selly sedikit merasa senang karena bisa makan berdua dengan Daniel karena biasanya mereka akan makan bertiga bersama Ardo juga.

Sedangkan napsu makan Daniel tiba-tiba lenyap setelah mendengar ucapan Selly.

"Dia pasti sedang bersama Marisa," batin Daniel. Daniel langsung memakai kembali jas nya dan berniat pergi dari sana.

"Pak Daniel mau ke mana?" tanya Selly. Dia terkejut melihat sikap Daniel.

"Maaf Sell, saya ada urusan sebentar. Nanti kamu bisa pulang sendiri kan," ucap Daniel lalu meninggalkan Selly yang masih di sana.

Sellya hanya bisa memandang kepergian Daniel hingga menghilang di balik pintu restoran. Dia tersenyum pahit, karena sudah ke berapa kalinya dia tiba-tiba ditinggalkan sendiri oleh Daniel.

Sementara itu Marisa duduk sendiri dengan canggung di sebuah meja. Dia belum mempunyai teman di sana. Sesekali matanya mencari sosok Ardo di antara kerumunan orang. Hanya dia yang Marisa kenal saat ini.

"Sedang mencariku?" tanya Ardo tiba-tiba langsung duduk di depan Marisa.

Sebelumnya Marisa tampak menoleh ke arah samping dan ternyata orang yang dia cari sudah ada di depannya.

"Syukurlah kamu datang, aku gak nyaman makan sendiri," ucap Marisa.

"Kebetulan sekali, aku juga gak merasa nyaman kalau makan sendiri. Jangan-jangan kita berjodoh?" tanya Ardo lalu mereka tertawa bersama.

"Kamu mulai lagi kan," ucap Marisa.

Ardo lalu mengambil ponsel Marisa yang terletak di sebelah orangnya. Dia tampak mengetik sesuatu lalu meletakkan ponsel Marisa kembali ke tempatnya.

"Apa yang kamu ketik?" tanya Marisa penasaran.

"Aku menyimpan nomorku di ponselmu, kapan pun kamu butuh teman makan kamu bisa menghubungiku," jawab Ardo.

Marisa tertawa dan memeriksa kontak ponselnya. Dia mengetik huruf A di pencarian kontaknya.

"Gak ada?" tanya Marisa lalu memperlihatkan layar gawainya pada Ardo.

"Aku menyimpan dengan nama yang lain, coba cek satu persatu," jawab Ardo.

Marisa mengecek satu persatu nama di kontak ponselnya. Sampai berhenti di sebuah nama yang sebelumnya tidak ada di sana.

"My Hero?" tanya Marisa. Dia tidak bisa menahan tawanya.

"Iya, karena aku sudah menyelamatkan ponselmu itu dari tangan penjahat," terang Ardo.

Kiara berdecih.

"Jadi maksud kamu, kamu pahlawan bagi ponsel ini bukan bagiku?" tanya Marisa.

"Tentu aja, jangan bilang kamu cemburu dengan ponselmu?" tanya Ardo pura-pura serius.

"Yang benar aja," gumam Marisa.

Lalu mereka tertawa bersama. Sampai akhirnya Marisa menyadari hampir seluruh karyawan yang berada di kantin itu sedang memperhatikan mereka.

"Kenapa mereka semua memandangi kita?" tanya Marisa tiba-tiba. Dia memegangi tengkuk lehernya. Takut kalau ada sesuatu yang salah atau aneh pada dirinya.

Ardo mengedarkan pandangannya pada mereka, dan mereka yang dari tadi memperhatikan Ardo dan Marisa langsung mengalihkan pandangan.

"Mungkin mereka pikir kita pasangan yang serasi," jawab Ardo becanda.

"Udah berhenti, kamu bikin wajahku memerah karena gombalanmu," ucap Marisa.

"Oh, bukankah itu bagus, jadi kamu gak perlu membeli make up untuk perona pipimu," kata Ardo.

"Benar juga," ucap Marisa menanggapi lelucon Ardo.

Dan saat mereka sedang asik berbincang, sebuah bayangan tiba-tiba hadir di sebelah meja mereka.

"Marisa bisa kita bicara sebentar?" tanya Daniel yang sudah berdiri di dekat meja mereka.

Marisa dan Ardo lantas menoleh ke arah sumber suara.

"Oh iya baiklah," jawab Marisa lalu berdiri dari kursinya.

Tapi Ardo langsung menahan lengan Marisa.

"Biarkan dia menghabiskan makanannya dulu," ucap Ardo. Dia memandang Daniel dengan serius.

"Ini persoalan penting," jawab Daniel. Kini dia juga memandang Ardo dengan serius. Dia lalu berjalan meninggalkan mereka.

Sesaat Marisa tampak bingung kenapa mendadak situasi jadi menegangkan.

"Sepertinya aku harus pergi, maaf gak bisa menemanimu sampai selesai makan," ucap Marisa lalu berlari menyusul Daniel yang sudah jauh di depan.

Ardo memandangi kepergian Marisa. Makanan yang ada di depannya sudah tidak menarik lagi baginya. Dia memutuskan untuk meninggalkan kantin saat itu juga.

Sementara itu di ruangan Daniel. Marisa berdiri di depan meja kerja Daniel dan menunggu sesuatu yang ingin Daniel katakan padanya. Tapi Daniel hanya diam saja tanpa memandang ke arah Marisa.

Marisa menjadi bingung dibuatnya.

"Jadi apa yang ingin Pak Daniel bicarakan pada saya?" tanya Marisa. Dia memberanikan diri untuk bertanya karena sedari tadi dia hanya diam saja di sana.

"Duduk aja di sana dan gak usah melakukan apapun," jawab Daniel.

"Heh?" Marisa tak percaya dengan apa yang barusan dia dengar.

***

Jam kerja sudah berakhir tapi Daniel masih fokus pada pekerjaannya. Dan Marisa masih di sana tidak melakukan apa-apa.

Daniel akhirnya mematikan layar komputernya. Dia melirik jam dinding, seharusnya para karyawan sudah pulang.

"Ayo kita pulang, aku akan mengantarmu," kata Daniel.

Marisa hanya menuruti perkataan Daniel. Dia mengikuti langkah Daniel keluar dari kantor.

Keadaan kantor sudah sepi karena memang jam kerja sudah berakhir. Saat mereka akan menuju tempat parkir, terlihat Ardo masih berdiri di dekat mobilnya.

Dia menghampiri Marisa yang akan masuk ke dalam mobil Daniel.

"Apa pekerjamu udah selesai? Aku akan mengantarmu pulang," kata Ardo tiba-tiba.

Marisa memandang Daniel, di lubuk hatinya dia ingin sekali pulang bersama Ardo.

"Masuk, kita masih ada pekerjaan yang belum selesai," ucap Daniel pada Marisa.

Marisa tampak bingung, dari tadi Daniel bilang pekerjaan tapi kenyataannya dia tidak melakukan apa-apa.

"Kenapa kamu memforsir pekerjaanya? Dia kan masih baru," kata Ardo dia menahan pintu mobil yang akan di buka Marisa.

"Justru karena dia baru harus di latih lebih keras agar bisa belajar dengan cepat," jawab Daniel lalu mengisyaratkan Marisa untuk masuk ke dalam mobilnya.

Ardo melepaskan tangannya dari pintu mobil Daniel.

"Baiklah kalau begitu hati-hati di jalan. Sampai jumpa besok Marisa," ucap Ardo pada Marisa lalu tersenyum dan melambaikan tangan padanya.

Setelah mobil Daniel meninggalkan tempat itu, Marisa masih bingung sebenarnya dengan sikap Ardo. Kenapa dia berani mencela setiap perkataan Daniel? Sebenarnya siapa dia? Marisa akan menanyakan hal itu besok padanya.

Hening selama perjalanan, sampai saat tiba-tiba terdengar bunyi perut yang memberikan sinyal lapar pada pemiliknya.

Marisa memandang Daniel.

Sedangkan Daniel merasa malu karenanya.

"Pak Daniel belum makan?" tanya Marisa yang akhirnya angkat suara.

"Bicara santai aja, kita udah gak di kantor," kata Daniel. Dia tak menanggapi pertanyaan Marisa.

"Tolong berhenti di sana, dekat jembatan penyeberangan," kata Marisa tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Daniel setelah dia menepikan mobilnya.

"Turun aja dan ikuti aku," jawab Marisa lalu turun dari mobil dan diikuti Daniel. Marisa berjalan menuju pedagang bakso kaki lima. Lalu dia memesan dua mangkok bakso untuk dirinya dan Daniel.

"Kenapa kita makan di sini?" tanya Daniel. Dia sedikit merasa tidak nyaman dengan tempat makan di pinggir jalan.

"Ini yang terdekat, lagi pula aku juga lapar karena tadi ada orang yang menggangu makan siangku," jawab Marisa.

Daniel merasa jika itu adalah dirinya. Akhirnya dia duduk dan menuruti Marisa. Dia bergidik saat melihat abang bakso menaruh micin di mangkok mereka. Dia hanya memandangi mangkok bakso yang sudah tersaji di depannya.

"MSG gak baik buat kesehatan, apalagi dalam jumlah yang sebanyak ini," gumam Daniel.

"Udahlah sekali-kali makan yang gak sehat gak apa-apa, gak akan meracunimu kok," ucap Marisa.

Daniel ragu untuk memakannya. Tapi dia melihat Marisa makan dengan lahap dan cacing di perutnya sudah meronta-ronta. Akhirnya dengan berat dia membuka mulutnya dan memasukkan bakso ke dalam mulutnya.

"Hmm... ini gak begitu buruk," gumam Daniel saat sudah merasakan kenikmatan bakso di pinggir jalan.

Marisa tertawa melihat ekspresi Daniel.

"Gimana, enak kan?" tanya Marisa.

Dan dibalas anggukan oleh Daniel. Dalam sekejap mereka sudah menghabiskan satu mangkok baksonya.

Daniel berniat memesan lagi tapi dengan cepat dicegah oleh Marisa.

"Aku tahu ini enak, tapi udah cukup jangan terlalu banyak nanti perutmu sakit," kata Marisa pada Daniel.

Mereka pergi setelah Marisa membayar dua mangkok bakso mereka. Marisa bersikeras untuk membayar untuk sedikit membalas budi pada Daniel yang sudah memberikan pekerjaan padanya.

"Kita gak jadi kerja?" tanya Marisa saat mereka berhenti di tempat yang familiar bagi Marisa. Mobil Daniel berhenti tepat di depan rumahnya.

"Yang tadi kan juga kerja," jawab Daniel.

Marisa hanya tersenyum canggung karena merasa aneh dengan sikap Daniel hari ini.

"Kalau begitu makasih tumpangannya," kata Marisa saat sudah turun dari mobil Daniel.

"Makasih juga buat traktiran baksonya," balas Daniel. "Baiklah sampai jumpa besok," lanjutnya kemudian masuk ke dalam mobilnya.

Tapi setelah beberapa detik tiba-tiba dia keluar lagi.

"Kapan-kapan bisa kan ajak aku makan bakso lagi?" tanya Daniel.

Marisa berusaha menahan tawanya.

"Iya, tenang aja," jawab Marisa.

Lalu Daniel kembali masuk ke dalam mobil dan perlahan menjauh dari rumah Marisa. Sesekali dia memandang kaca spion mobilnya untuk melihat Marisa yang masih melambaikan tangan padanya. Tanpa dia sadari seulas senyum mengembang di wajahnya.