Pagi itu Marisa membuka pintu kamar lamanya yang saat ini ditempati Rara adik tirinya. Marisa sudah rapih dengan baju kerjanya.
"Yah! kenapa gak ketuk pintu dulu?" protes Rara. Dia terkejut tiba-tiba Marisa muncul dari balik pintu.
"Kenapa aku harus mengetuk pintu? ini kan kamarku," jawab Marisa.
Rara berdecak kesal lalu melanjutkan stretching yang ia lakukan di lantai kamar. Rara memang mempunyai tubuh yang indah dan proporsional seperti seorang model.
"Kuliah jam berapa hari ini?" tanya Marisa. Dia menyilangkan tangannya dan bersender di pintu kamar Rara.
"Jam sepuluh pagi, kenapa?" jawab Rara tanpa memandang Marisa.
"Cepat pergi ke minimarket depan, token listrik mau habis tuh," perintah Marisa.
"Nanti sajalah, aku sedang sibuk," jawab Rara. Dia masih sibuk dengan aktifitas rutin paginya.
Tanpa banyak bicara Marisa masuk dan mengambil ponsel Rara yang tergeletak di atas kasur lalu mematikan musik yang sedang diputar.
"Jadi kamu mau diusir hari ini juga?" tanya Marisa lalu melempar ponsel milik Rara ke kasur.
"Baiklah aku pergi sekarang!" ucap Rara. Dia kesal lalu berdiri mengambil jaketnya. Lalu pergi setelah Marisa memberikan uang padanya.
Saat keluar dari rumah, Rara melihat seorang pria yang berdandan rapih dan sedang berdiri di samping mobilnya. Pria itu adalah Daniel yang pagi itu berniat menjemput Marisa untuk pergi ke kantor. Dia sama terkejutnya saat bertemu pandang dengan Rara.
"Bukankah Marisa tinggal sendirian? Siapa wanita ini? Kenapa aku baru melihatnya hari ini?" batin Daniel.
"Permisi, siapa kamu? Kenapa kamu keluar dari rumah ini?" tanya Daniel. Dia menunjuk rumah Marisa dan mendekati Rara.
"Aku tinggal di sini," jawab Rara. Dia tersenyum semanis mungkin di depannya. Sedangkan Daniel tampak bingung mendengar jawaban Rara.
"Baru semalam aku pindah kesini, oh iya apa kamu datang untuk menemui kakakku?" tanya Rara. Dia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya.
"Oh jadi kamu adiknya Marisa, aku baru tahu kalau dia punya adik. Apa dia masih di rumah?" tanya Daniel. Dia melirik rumah yang ada di depannya.
Tepat saat itu Maris keluar dari dalam rumah.
"Hei, bukankah aku menyuruhmu ke minimarket kenapa masih ada di sini?" bentak Marisa. Lalu dia sadar di depan Rara sudah ada Daniel di sana.
"Cepat pergi sana!" perintah Marisa mengusir Rara.
"Iya iya,," jawab Rara. Sebelum pergi dia melemparkan senyumnya lagi kepada Daniel.
"Ada apa ya?" tanya Marisa pada Daniel setelah memastikan Rara sudah pergi dari sana.
"Memangnya ada apa lagi tentu saja aku mengajakmu berangkat ke kantor," jawab Daniel.
"Kenapa?" tanya Marisa polos.
"Kenapa apanya?" Daniel balik bertanya.
"Kenapa Pak Daniel menjemput saya?" tanya Marisa masih tidak mengerti kenapa atasannya itu rela menjemputnya pagi-pagi.
"Sudah ku bilang kalau kita gak sedang di kantor bicara santai saja padaku," ucap Daniel.
"Kenapa?" Marisa balik bertanya.
"Bisa gak kamu bilang iya aja, gak usah banyak tanya lagi?" tanya Daniel mulai kesal.
"Baiklah," jawab Marisa. Akhirnya dia menuruti apa kata Daniel. Lalu masuk ke dalam mobil setelah Daniel menyuruhnya.
"Aku gak tahu kalau ternyata kamu punya adik," kata Daniel memulai pembicaraan saat dalam perjalanan.
"Dia bukan adikku," jawab Marisa.
"Lalu?" tanya Daniel penasaran.
"Kamu tidak perlu tahu," jawab Marisa lagi.
"Ehmm,, aku cuma penasaran kenapa dia gak mirip sama kamu." Daniel melirik Marisa yang sedang memandangi jalan.
"Dia lebih cantik ya?" gumam Marisa. Terlihat dia tersenyum miris. Kenapa saudara tirinya bisa lebih dari dirinya, lebih cantik dan lebih disayang ibunya.
"Gak," jawab Daniel. Dia menangkap raut sedih Marisa. Karena itu dia memilih untuk tidak bertanya lebih jauh.
Tiba-tiba ponsel Daniel bergetar. Ternyata panggilan telepon dari Ardo. Daniel memasang earphone dan menerima panggilan itu.
"Ada apa?" tanya Daniel tanpa tedeng aling-aling.
"Di mana?" tanya Ardo.
"Sedang dalam perjalanan menuju kantor, kenapa?" tanya Daniel lagi. Sesaat dia menoleh ke arah Marisa.
"Bisa kamu jemput Rachel di bandara? Barusan dia meneleponku tapi aku sedang ada urusan," kata Ardo.
Daniel membuang napas, sebenarnya dia masih canggung untuk bertemu dengan Rachel lagi mengingat apa yang sudah terjadi di antara mereka. Dan lagi, kantornya masih jauh dia merasa tidak enak untuk meninggalkan Marisa. Karena tadi pagi dia yang menjemputnya.
Akhirnya dia memutuskan untuk menurunkan Marisa di jalan. Dia merasa tidak enak juga jika membiarkan Rachel terlalu lama menunggu.
Setelah Marisa turun dari mobilnya Daniel langsung pergi menuju bandara. Meninggalkan Marisa yang masih memandangi mobilnya hingga hilang di tikungan jalan.
Sementara itu di tempat lain Ardo sedang menyeruput secangkir kopi di rumahnya. Dia mengeluarkan ponsel miliknya lalu menghubungi seseorang.
"Halo Marisa, kamu dimana?" tanya Ardo.
Marisa lalu memberitahu posisi dia berada.
"Baiklah kalau begitu tunggu sebentar, aku akan ke sana," kata Ardo. Dia tersenyum lalu dia menutup telepon.
Setelah dua puluh menit menit Ardo sampai di tempat Marisa berada. Marisa tampak menunduk dan menekuri sepatunya, hingga tidak menyadari mobil Ardo sudah ada di depannya.
Seketika senyumnya merekah. Ardo turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Marisa. Lagi-lagi satu hal kecil itu mampu membuat Marisa tersentuh. Perhatian kecil dari Ardo membuatnya semakin menyukai lelaki itu.
***
Di bandara.
Daniel berjalan dan mengedarkan pandangannya mencari sosok Rachel. Seseorang yang sudah lama tidak ia temui. Bahkan mereka tidak saling berhubungan setelah Rachel pergi. Karena itulah Daniel tidak menghubunginya saat akan menjemputnya di bandara.
Sosok familiar dengan rambut cokelat sebahu sedang menatap ke arah lain saat Daniel menemukan bayangan itu.
Perlahan dia berjalan mendekatinya, dan saat Rachel menoleh, pandangan mereka bertemu. Rachel terkejut dengan kedatangan Daniel, karena dia meminta Ardo yang menjemputnya bukan Daniel.
Lama mereka saling menatap tanpa bicara sepatah katapun. Sampai akhirnya Daniel memberanikan diri untuk buka mulut.
"Udah lama nunggunya?" tanya laki-laki itu.
"Gak, baru saja," jawab Rachel. Lalu dia tersenyum pada Daniel. Daniel mengakui Rachel tampak cantik saat ini.
Daniel membantu mendorong koper Rachel menuju tempat parkir. Lalu dia membukakan pintu untuknya. Setelah itu dia berjalan ke arah belakang bagasi mobilnya. Dengan cekatan dia membuka dan menaruh koper Rachel di sana.
Rachel tersenyum melihat bayangan Daniel dari kaca spion. Rasa rindunya pada lelaki itu akhirnya bisa terbayar.
***
Marisa menatap ruangan Daniel yang kosong. Dia jadi penasaran ke mana Daniel pergi? Kalau urusan pekerjaan dia pasti akan membawanya tidak meninggalkan dia begitu saja di jalan.
Marisa menepuk pelan wajahnya untuk menyadarkan dirinya.
"Sadarlah Marisa, kenapa kamu peduli dengan urusan pribadinya?!" gumam Marisa.
Tiba-tiba saja tangan Marisa ditangkap oleh Ardo.
"Kenapa kamu memukuli wajahmu?" tanya laki-laki itu.
Wajah itu begitu dekat dengannya hingga berhasil membuat wajah Marisa memerah seperti tomat matang.
"Tentu saja, yang aku sukai itu Ardo, bukan orang lain," batin Marisa.