webnovel

Tunanganku Arwah Jugun Ianfu

Raflina adalah seorang gadis Misterius yang mengemban dendam kesumat dari leluhurnya yang menjadi jugun ianfu (budak seks pada masa penjajahan jepang). Setiap kali mengingat cerita akan leluhurnya, dendam semakin membara di hatinya. Satu persatu pria keturunan jepang yang dipacarinya meninggal dengan cara yang mengenaskan, tanpa tersentuh hukum. Di balik dinginnya Raflina, ada sosok Tama yang selalu ada di sampingnya. Walaupun mereka sudah bertunangan. Tapi hubungan mereka tidak seperti layaknya pasangan kekasih. Karena sikap Raflina yang terlalu dingin. Walau sebenernya jauh di dalam lubuk hatinya dia sangat mencintai Tama. Sampai akhirnya Raflina mengetahui bahwa Tama adalah Pria keturunan jepang. Segera insting membunuhnya mencuat. Dia mengalami dilema yang sangat besar. Apakah Raflina akan membunuh Tama? Apakah Raflina akan mengedepankan insting membunuhnya daripada mempertahankan cintanya? Cus langsung baca cerita selengkapnya.

Lazuarrdi · História
Classificações insuficientes
313 Chs

Dendam yang Melampaui batas Rasio

"Saya sangat menyesal telah sempat mempercayai anda yang bukan siapa-siapa saya daripada Raflina yang anak buah saya. Asal anda tahu, Raflina adalah pemandu wisata terbaik dengan segala kemampuannya dan sikapnya. Jelas dia tidak mungkin melakukan hal sebodoh itu." kata Endro yang kini berganti membela Raflina. Gadis itu hanya bersedekap sembari menatap sinis ke arah mantan tunangannya itu dari atas sampai bawah seakan meremehkan.

"Raflina, maafkan saya ya karena telah menuduhmu macam-macam." Ujar Endro yang nada yang lembut, seakan menyesal telah membentaknya tadi.

"Tidak apa-apa Pak. Lain kali bapak jangan terlalu percaya dengan omongan orang yang belum dikenal. Apalagi dia adalah mantan tunangan saya. Dia sangat membenci saya karena saya telah memutuskannya." Tuturnya mengarang cerita.

"Ya sudah, sekarang kamu kembali ke Bus. Biar saya bantu kamu untuk membawa minuman ini kepada para Tamu." Tukas Endro sembari mengambil nampan besar tempat gelas berisi ramuan tadi dan membawanya ke Bus. Tetapi tiba-tiba langkah mereka terhenti.

"Ramuan itu bereaksi cukup lama. jadi tidak langsung berefek begitu saja." ucap Tama. Endro dan Raflina lantas menoleh ke arahnya.

"Tunggu reaksinya beberapa jam dari sekarang. saya jamin gadis itu akan mati karena ramuannya sendiri." kata Tama sambil menuding ke arah Raflina, sehingga membuat raut wajah gadis itu menjadi panik. Endro menangkap perubahan mimik Muka Raflina.

"Kalau kamu tidak percaya. Kurung dia di dalam satu ruangan selama beberapa jam. Tunggu reaksinya." Imbuh Tama. Endro yang semula percaya dengan Raflina, sekarang justru meragukannya. Apalagi saat melihat bahasa tubuh Raflina yang tidak tenang.

"Bohong! Dia bohong Pak Endro! Bapak lihat sendiri 'kan kalau aku telah meminum ramuan itu dan aku baik-baik saja?" elak Raflina membela diri.

"Ramuan tradisional sangat berbeda dengan ramuan modern. Efek dari obat modern itu sangat cepat sementara ramuan tradisional itu membutuhkan waktu yang lama tapi sangat ampuh untuk melumpuhkan mangsa." Ujar Tama sambil melirik tajam ke arah Raflina, sehingga membuat gadis itu semakin terpojok. Sementara Rahang Endro terlihat mengeras, amarahnya meletup-letup.

Brak! Byur!

Endro membanting nampan itu ke tanah membuat pasangan sejoli itu terhenyak. Dengan tersungut-sungut, Endro menatap nyalang ke arah mereka bergantian lalu berkata.

"Cukup! Saya muak dengan drama kalian. Saya hanya tidak ingin terjadi apa-apa dengan tamu-tamu saya. Raflina kamu saya pecat! Sekarang kalian boleh bertengkar sepuasnya." Tandasnya sambil berlalu meninggalkan mereka. Raflina melihat nanar ke arah ramuan yang dia buat berhamburan di tanah, menyesali kesialan yang menimpanya hari ini. Dia gagal meracuni para tamu itu sekaligus dipecat dari tempat kerjanya. Gadis itu lantas menoleh ke arah Tama yang sedang menunduk.

"Puas kamu hah!" ujarnya sinis." Selama ini aku begitu mempercayaimu. Kuberi tahu hal yang paling rahasia dalam hidupku dan kamu berjanji akan menjaganya rapat-rapat. Tapi apa? kamu mengumbarkannya kepada atasanku sehingga dia memecatku."

"Sayang, aku hanya memperingatkanmu saja, bahwa apa yang kamu lakukan itu dosa besar! kamu tidak seharusnya membunuh generasi yang tidak berdosa seperti mereka. mereka lahir dari generasi yang rentang waktunya sangat jauh dengan para penjajah."

"Tapi tetap saja di dalam darah mereka mengalir darah penjajah! Darah orang yang memperbudak Mbah Wagitem sampai mati! Kamu tidak tahu bagaimana menderitanya ibuku dan aku yang dicap sebagai keturunan pelacur jepang! Kamu tidak tahu betapa sakitnya menyandang aib itu! sementara lihat keturunan penjajah itu terlihat bahagia tanpa dosa padahal leluhurnya adalah orang-orang biadap!" jelas Raflina menggebu-gebu. Dia tidak perduli kalau ada orang lain yang mendengar perkataannya. Sudah kepalang tanggung. Perih di hatinya bagaikan dihujam ribuan sembilu setelah kepercayaannya dihancurkan oleh kekasihnya sendiri.

"Aku sangat mencintaimu Raflina. Aku tidak mau sampai kamu terlalu dalam memendam dendammu yang tidak masuk akal itu. Lebih baik hentikan sayang. aku tidak mau sampai malapetaka menimpa dirimu kalau kamu tetap meneruskan insting sesatmu ini." ujar Tama sembari menatap kekasihnya dengan sorot mata yang lembut, berbanding terbalik dengan Raflina yang tampak berkobar-kobar.

"Sampai kapanpun kamu tidak akan mengerti. Dan satu lagi. Jangan pernah panggil aku sayang, karena hubungan kita selesai sampai di sini. " Tukasnya sambil berlalu dari hadapan pria itu. Tama pun mengejar kekasihnya.

"Jangan ikutin aku atau aku akan teriak!" ujar Raflina memperingatkan Tama sehingga pria itu menjaga jarak dengannya. Gadis itu lantas membalikan badan dan pergi meninggalkan tempat itu.

Tama berdecak kesal. Dia sama sekali tidak bermaksud untuk menghancurkan kepercayaan Raflina terhadapnya. Walaubagaimanapun, dia adalah manusia waras yang tentu tidak akan membiar-biarkan kegilaan-kegilaan melampaui batas yang dilakukan oleh Raflina berlarut-larut . Dia hanya ingin menghentikan sekaligus menyadarkan kekasihnya itu. apa itu salah?

Tapi di sisi lain, dia merasa lega karena berhasil menyelamat puluhan nyawa yang akan menjadi target dendam Raflina berikutnya. Dengan begitu tidak banyak korban lagi yang berjatuhan.

Pria itu menghela nafas, lantas beringsut untuk meninggalkan tempat itu. Tapi tiba-tiba, terlihat Endro yang lari tergopoh-gopoh ke arahnya.

"Raflina kemana?" tanyanya dengan sedikit membungkuk dan nafas tersengal-sengal.

"Dia sudah pergi. memangnya kenapa?" sahut Tama dengan dahi yang berkerut.

"Ada satu tamu yang kejang-kejang. Temannya bilang, kalau dia sempat mencecap ramuan Raflina!" Jelasnya dengan suara panik

***

Sementara di tempat lain, Raflina berjalan tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumahnya. Dia memegangi dadanya yang terasa sesak. tubuhnya bergetar. Mungkin ini efek dari ramuan beracun yang dia minum tadi. Cepat-cepat dia pergi ke dapur, dia sudah tidak tahan lagi dengan rasa sakit yang menyiksa tubuhnya pelan-pelan.

Begitu sampai di dapur, dengan terburu-buru dia membuka kulkas dan mengambil ramuan yang dia taruh ke dalam sebuah botol yang berwarna merah maroon. Untung saja dia selalu sedia ramuan penawar untuk berjaga-jaga kalau ada hal-hal yang tidak dia inginkan.

Setelah membuka botol itu, dia langsung menegaknya. Ramuan itu mengalir di tenggorokannya sampai ke lambung, seketika dia ambruk ke lantai. menunggu penawar racun itu bekerja di seluruh tubuhnya. Meski reaksinya lama, tetapi itu cukup ampuh menghilangkan efek buruk dari jamu itu.

Gadis itu merangkak menuju gudang. Walau seluruh tubuhnya merasakan sakit yang luar biasa, tetapi itu tidak menghalangi tekadnya yang kuat. Baginya, dendam kesumat yang mengakar di hati tidak terhalang oleh apapun.

Dia berhenti di dalam ruang rahasia yang bernuansa merah. Air matanya berderai. Sebelum dia melancarkan aksinya, terlebih dahulu dia masuk ke dalam ruang rahasia itu untuk memberikan kabar gembira kepadanya arwah Wagiyem yang dia yakini menghuni rumah itu. Tapi sayangnya rencananya gagal total. Bahkan dia hampir meninggal gara-gara menegak racunnya sendiri.

Terlintas bayang Tama di benaknya, amarahnya mencuat. Pria itu adalah ancaman nyata yang harus dilenyapkan. Dia merogoh sebuah foto lawas dari sakunya, terlihat foto serdadu jepang yang mirip sekali dengan Tama, foto yang dia curi dari kamar Cindy.