webnovel

Tunanganku Arwah Jugun Ianfu

Raflina adalah seorang gadis Misterius yang mengemban dendam kesumat dari leluhurnya yang menjadi jugun ianfu (budak seks pada masa penjajahan jepang). Setiap kali mengingat cerita akan leluhurnya, dendam semakin membara di hatinya. Satu persatu pria keturunan jepang yang dipacarinya meninggal dengan cara yang mengenaskan, tanpa tersentuh hukum. Di balik dinginnya Raflina, ada sosok Tama yang selalu ada di sampingnya. Walaupun mereka sudah bertunangan. Tapi hubungan mereka tidak seperti layaknya pasangan kekasih. Karena sikap Raflina yang terlalu dingin. Walau sebenernya jauh di dalam lubuk hatinya dia sangat mencintai Tama. Sampai akhirnya Raflina mengetahui bahwa Tama adalah Pria keturunan jepang. Segera insting membunuhnya mencuat. Dia mengalami dilema yang sangat besar. Apakah Raflina akan membunuh Tama? Apakah Raflina akan mengedepankan insting membunuhnya daripada mempertahankan cintanya? Cus langsung baca cerita selengkapnya.

Lazuarrdi · History
Not enough ratings
313 Chs

Racun dendam Raflina

Sedari tadi, Tama gelisah memikirkan Raflina. Gadis itu menjadi buronan karena dia diduga telah memberikan racun di dalam ramuan yang diminum oleh salah satu tamu kapal pesiar yang berasal dari jepang. Untung saja, tamu tersebut secara cepat di bawa ke rumah sakit. sehingga nyawanya bisa tertolong. Tetapi dokter yang memeriksanya tidak bisa membuktikan adanya racun di dalam tubuh tamu tersebut.

"Gadis sialan! Gara-gara dia! aku mendapatkan teguran keras dari pihak kapal pesiar! Kalau begini mereka tidak akan mempercayakan agent kita untuk menangani Tamu lagi." ujar Endro, mantan atasan dari Raflina ketika berada di depan kamar rawat tamu jepang itu. Dia sangat Frustasi. Nama baik perusahaan yang di bangunnya bertahun-tahun, harus tercemar dengan ada nya insiden ini. Dia merasa bahwa apa yang terjadi dengan tamunya itu sangat mencoreng nama baik dari perusahaannya.

Endro sudah melaporkannya kepada polisi dan akan segera menindak lanjuti masalah ini. Sebuah pembunuhan yang masih menjadi misteri. bagaimana seorang gadis sekalem Raflina ternyata begitu buas membunuh orang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun. Sudah beberapa kali dia terlibat dalam pembunuhan beberapa orang. Tetapi, sulit untuk mengungkap kalau dia adalah pelaku sesungguhnya.

Tama hanya terdiam. Dalam hati, dia sangat mencemaskan akan keadaan Raflina. Di sisi lain dia tidak bisa menyalahkan Endro. Sungguh dia berada dalam dilema yang besar.

"Terus apa yang akan kamu lakukan?" tanya Tama setelah lama terdiam.

"Cari gadis itu! aku ingin memberikannya pelajaran." Tuturnya dengan mata nyalang. Tama hanya membelalakan mata. Dia menduga-duga apa yang akan direncanakan oleh Endro. Tapi dia tidak mampu untuk mencegah niat dari pria paruh baya yang duduk di sebelahnya itu.

Sepulang dari rumah sakit, Tama bergegas pergi ke rumah Raflina. Dia ingin membawa gadis itu pergi ke kota lain, membangun kehidupan baru yang jauh dari peliknya kehidupan di kota ini. Mengingat dia tidak mempunyai siapa-siapa lagi selain Raflina yang sangat dia cintai.

Sesampainya di rumah Raflina, dia terhenyak saat mendapati mobil polisi di depan rumah itu. Pria itu lantas masuk ke dalam rumah dan mendapati beberapa polisi yang sedang menggeledah rumah itu.

"Ada apa ini Pak? kok rumah Raflina di geledah?" kata Tama sambil menghampiri salah satu polisi.

"Apakah saudara yang bernama Tama?" sahut polisi tersebut yang malah balik bertanya.

"Iya betul Pak, saya adalah Tama, tunangan dari Raflina." Jelas Tama dengan lugas."Kalau boleh tahu kenapa bapak-bapak ini mengacak-acak rumah tunangan saya Pak?"

"Jadi begini Pak, kami sering mendapatkan laporan tentang kasus pembunuhan dimana selalu melibatkan saudari Raflina di TKP. Meski tidak ada barang bukti yang kuat. tetapi tuduhan orang-orang selalu mengarah kepada Raflina . sehingga kami memutuskan untuk menyelidiki rumahnya." Jelas Komandan dari polisi tersebut.

"Tapi, bisa saja itu fitnah Pak. Raflina gadis baik-baik. Tidak mungkin dia melakukan hal itu." elak Tama yang membela kekasihnya itu. Meskipun kegilaannya sudah melebihi psikopat, tetapi dia tidak rela kalau sampai Raflina mendekam dipenjara.

"Maaf sebelumnya Pak Tama, kami hanya melakukan penyelidikan. Kasus ini harus segera diusut tuntas, supaya tidak terjadi pembunuhan-pembunuhan serupa." Tandas Polisi tersebut. Tama tidak bisa berkutik. Apa yang polisi tersebut ucapkan benar adanya. Apalagi, mengingat Raflina yang sudah gelap mata kalau bertemu dengan orang-orang bermata sipit itu, dia bisa saja membunuh mereka saat itu juga.

Tama tidak bisa mencegah polisi itu untuk melakukan tugasnya. Pikirannya kalut. Kalau sampai mereka berhasil mengungkap semuanya. Bisa-bisa Raflina dihukum berat. Hal yang paling dia takutkan adalah kekasihnya itu bisa dihukum mati. Tentu Tama tidak mau sampai hal itu terjadi.

"Komandan! Ada ruang rahasia di sini." Pekik salah satu polisi. Mereka langsung menuju ke sumber suara termasuk Tama. Mereka terhenyak tatkala mendapati foto-foto orang jepang yang tertancap oleh paku di dinding ruang sempit yang bernuansa merah itu.

"Tidak salah lagi, Dia benar-benar gadis yang membahayakan." gumam Ketua dari polisi tersebut. Tama hanya terdiam, tidak menunjukan ekspresi terkejut sedikit pun karena dia tahu semuanya. Dia Cuma berharap Raflina pergi sejauh mungkin dari kota ini sebelum mereka telah berhasil menangkapnya.

"Komandan, saya juga menemukan ramuan di lemari es itu. Ramuan ini mirip dengan ramuan yang ditemukan di tempat kejadian perkara." Terlihat salah satu anggota menghampiri mereka ke ruang itu sambil membawa beberapa botol berisi racun itu.

Raut wajah Tama tampak panik. Sekarang bukti-bukti sudah terkumpul. Tinggal menunggu waktu Raflina ditangkap dan diadili dengan seberat-beratnya. Hatinya benar-benar pilu membayangkannya.

Sang Komandan menoleh ke arah Tama dengan pandangan menyelidik, membuat pria itu gelapagan. Sepertinya Sang Komandan juga mencurigai Tama. Lantas, dia memerintah anak buahnya untuk menangkap Tama dan membawanya ke mobil polisi.

Sesampainya di kantor polisi, Tama seperti pesakitan yang dihujani banyak pertanyaan. Tetapi dengan setenang mungkin Tama menjawab. Dia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama dengan membongkar rahasia terbesar dari Raflina sehingga Gadis itu sangat kecewa dengannya. Dia tidak mau kehilangan Raflina.

"Saya tidak tahu menahu soal ruang rahasia itu dan ramuan itu Pak. selama ini saya mengenal Raflina cukup baik, sehingga saya tidak pernah berfikir dia akan berbuat seperti itu." kilah Tama di hadapan Para polisi. Terlihat para polisi itu saling memandang seakan sedang berdiskusi dari tatapan mata mereka.

"Baik, Anda kami bebaskan. Tetapi kalau sampai terbukti anda terlibat dengan rencana busuk Raflina. Maka kami tidak segan-segan untuk memenjarakanmu." Ancam Komandan polisi tersebut. Tama sama sekali tidak terintimidasi dengan ucapannya. Dia hanya mengangguk pelan.

Tiba-tiba seorang polisi datang menghadap kepada sang komandan."Lapor komandan! Kamu telah menyelidiki tentang pembunuh dari Ibu Cindy. Dia adalah gadis yang bernama Raflina."

Bagaikan Petir yang menyambar, Tama tersentak saat mendengar perkataan dari polisi tersebut. Hatinya remuk redam. Ribuan tombak seakan menghujam dadanya saat ini. Perih sangat dia rasakan saat mengetahui fakta bahwa pembunuh dari ibunya sendiri adalah wanita yang teramat dia cintai.

"Maksud bapak, Ibu Cindy mendiang ibu saya?" sahut Tama dengan bibir yang bergetar. Dia ingin memastikan bahwa ibu Cindy yang polisi itu maksud bukan ibunya.

"Sebentar." Terlihat Sang Komandan itu mengecek sesuatu di lacinya. Beberapa saat kemudian dia berkata,

"Iya, Ini adalah kasus Pembunuhan atas nama ibu Cindy yang selang oksigennya dicabut sehingga dia kesulitan bernafas sampai ajal menjemput. Pelakunya adalah Raflina, Tunangan saudara Tama sendiri." begitu ungkap sang Komandan.

Tama langsung bersandar di punggung kursi. Dia tampak syok mengetahui semua ini. Batinnya sulit menerima kalau Raflina dengan tega membunuh ibunya sendiri. Dia sangat yakin segila-gilanya insting sesat Raflina, dia tidak akan tega membuh orang terdekat kekasihnya sendiri. Tapi kenyataannya?