webnovel

The Twin Lions

Aslan, seorang petarung jalanan yang besar di pinggiran kota Jakarta. Mendadak dikejutkan dengan kedatangan seorang wanita muda di sasana tempatnya berlatih. Wanita itu mengaku sebagai sahabat Leon, kembarannya. Dia meminta Aslan untuk menggantikan posisi Leon setelah ia mengalami kecelakaan hebat dan kini terbaring koma. Akankah Aslan menerima tawaran wanita tersebut dan berpura-pura sebagai Leon yang sangat jauh berbeda dengannya? Ikuti kisahnya hanya di The Twin Lions. ***** Terima kasih buat yang sudah meluangkan waktunya untuk membaca cerita ini. Jangan lupa tambahkan ke dalam daftar bacaan dan berikan dukungan kalian dengan memberikan vote, review dan komentarnya. Terima kasih.. ^^

pearl_amethys · Realista
Classificações insuficientes
471 Chs

Double Sided Mirror 4

"Bang Aslan," seru wanita muda dengan suara cemprengnya yang langsung memenuhi sasana tempat Aslan berlatih bersama dengan Bang John pemilik sasana tua tempatnya berada saat ini.

"Fans setia lu, tuh," ujar Bang John sambil menangkis pukulan Aslan.

Aslan menoleh sejenak dan melihat sosok perempuan bertubuh kurus dengan pakaian ala cabe-cabean dan tidak lupa rambut yang dicat pirang namun hasil akhirnya justru menyerupai rambut jagung yang kusut.

"Brugh." Pukulan Bang John mendarat di pipi Aslan.

Aslan menoleh kesal pada Bang John.

"Konsentrasi," ujar Bang John. Ia lalu tertawa pelan. "Baru ngeliat si Juleha aja langsung ngga konsen."

Aslan membalas pukulan Bang John. "Badan gue baru panas, nih." Aslan langsung menghujamkan serangan bertubi-tubi pada Bang John.

Sementara itu, Juleha yang berdiri di samping ring terus menerus meneriakkan nama Aslan bersama dengan dua teman wanitanya. Ketiga remaja puber itu tidak henti-hentinya menyerukan nama Aslan sambil sesekali cekikikan mengomentari betapa gagahnya tubuh Aslan.

"Istirahat dulu," seru Bang John. Aslan langsung berhenti menyerangnya dan Bang John segera keluar dari ring. Ia berjalan menghampiri Juleha. Sementara Aslan langsung merebahkan dirinya diatas ring.

"Lu tumben kesini, ada apaan?" tanya Bang John pada Juleha.

"Oh, iya. Hampir lupa. Gara-gara liat Bang Aslan jadi lupa sama titipan Emak." Juleha segera menyodorkan rantang bersusun empat kepada Bang John. "Tadi abis ada acara nujuh bulanan di rumah tetangga, kebetulan Emak yang masakin. Ada sisa dikit, terus Emak nitipin ini buat Ncing."

Bang John menerima rantang pemberian Juleha. "Bapak lu ada di rumah?"

Juleha berdecak pelan mendengar pertanyaan Bang John. "Kalo Bapak pulang, disini udah pasti kebanjiran. Bakalan ujan badai kalo dia tiba-tiba pulang."

Aslan tertawa mendengar ucapan Juleha yang sedang membicarakan bapaknya. Ia kemudian menegakkan tubuhnya. "Kalo Bapak lu pulang, langsung lu usir lagi, Ha. Biar disini ngga ujan badai. Jadi, gue bisa latihan. Terus lu bisa nonton gue latihan."

Juleha mesam-mesem mendengar ucapan Aslan. "Apa, sih, yang ngga buat Bang Aslan. Ngusir Bapak doang, sih, gampang." Ia menjentikkan jarinya ke arah Aslan.

"Hush, durhaka lu," sela Bang John.

"Lagian, ada ngga ada Bapak sama aja, Ncing," sahut Juleha.

"Ngga boleh gitu lu. Gitu-gitu dia masih Bapak lu," timpal Bang John.

Seolah mengabaikan ucapan Bang John, Juleha melirik ke arah Aslan yang masih duduk dj atas ring. "Tenang, Bang. Kalo Bapak dateng, nanti langsung gue usir. Biar Abang bisa latihan."

Aslan mengacungkan jempolnya pada Juleha sambil tersenyum lebar. Juleha balas tersenyum tidak kalah lebarnya. Setelah tersenyum pada Aslan, Juleha kembali menoleh pada Bang John. Tatapan matanya berubah kesal. "Gue pulang dulu, Ncing." Ia meraih tangan Bang John dan menempelkannya di dahi. Setelah itu ia kembali pergi bersama dua orang teman wanitanya. Ketiganya melambaikan tangan ke arah Aslan sambil cekikikan.

Bang John hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah laku keponakannya itu. "Anak jaman sekarang, sama orang tua ngga ada hormatnya." Ia lalu menoleh pada Aslan. "Turun sini. Kita makan dulu."

Aslan menyambut ajakan makan Bang John dan segera turun dari ring. Ia tahu masakan Ibu Juleha tidak pernah mengecewakannya karena ia adalah tukang masak di salah satu warteg yang kerap kali menjadi tempatnya melepas lapar.

"Wah," seru Bang John ketika membuka rantang yang tadi dibawakan oleh Juleha.

"Dibawain apa, Bang?" Aslan mengintip isi rantang tersebut. Matanya langsung berbinar melihat semur daging, telur balado, acar kuning, sambal goreng petai, beberapa lembar kerupuk udang dan empat buah pisang.

Tanpa basa-basi Aslan dan Bang John langsung menyantap makanan yang dibawakan oleh Ibu Juleha. Tidak ada pembicaraan apapun diantara mereka. Hanya bunyi kecap yang keluar dari mulut keduanya. Mereka menikmati setiap gigitan dan kunyahan makanan buatan Ibu Juleha yang kini sedang menguasai indera pengecap mereka dengan rasanya yang tiada tara. Tidak peduli bahwa mereka menyantap makanan tersebut pada saat hari sudah berganti.

-----

"Gimana steiknya?" tanya Leon pada Nadia.

Mereka menikmati makan siang berdua di salah satu restoran steik yang terletak tidak jauh dari Central Park. Dari jendela restoran tersebut, mereka bisa melihat orang-orang yang berlalu lalang di sekitar Central Park. Taman tertua di kota New York yang selalu menjadi destinasi favorit turis asing maupun turis lokal yang datang ke New York.

Nadia tersenyum pada Leon setelah menandaskan steik yang ada di piringnya. "Steik disini emang ngga pernah mengecewakan. Boleh nambah, ngga? Mumpung lu yang bayarin." Ia kemudian menyengir lebar pada Leon.

Leon menggeleng sambil menunjukkan jam tangannya pada Nadia. "Liat, udah jam berapa sekarang?"

Nadia menyipitkan matanya dan melihat jam di tangan Leon. Ia kemudian menepuk keningnya.

Leon tersenyum. "Lu yang nyusun jadwal gue, dan lu juga yang lupa jadwal gue gara-gara sepiring steik."

Nadia kembali menyengir pada Leon. "Time to go."

"Exaclty," seru Leon. Ia lalu menyerahkan kartunya pada Nadia dan berdiri dari tempat duduknya.

Nadia segera mengambil kartu milik Leon dan berjalan ke meja kasir untuk membayar makanan mereka.

----

Aslan dan Bang John mengelus-ngelus perut mereka yang kekenyangan setelah menyantap makanan yang diantarkan Juleha.

"Atlet beneran mana ada yang jam segini masih melek terus makan besek," sindir Bang John.

"Kita, kan, bukan Atlet beneran, Bang," sahut Aslan.

"Terus ngapain kita latihan sampe malam begini, yak?" Bang John terdiam memandangi ring tinju yang ada di tengah sasana miliknya.

"Abang kenapa berhenti main tinju?" tanya Aslan.

Bang John menggeleng. "Kondisi gue udah ngga memungkinkan buat lanjutin karir di tinju."

Aslan bisa mendengar Bang John yang menghela napas panjang.

"Lu sendiri, kenapa ngga mau ningkatin karir tinju lu? Kenapa lu cuma berakhir jadi petinju jalanan? Umur lu kan masih dua lima. Masih bisa, lah, itu buat mulai karir profesional."

"Ngga ada modal," sahut Aslan singkat.

"Bukannya duit di tabungan lu banyak?" timpal Bang John.

Aslan menoleh pada Bang John sambil menyengir. "Tabungan sih, ada. Tapi emangnya ngga gue pake buat biaya hidup sehari-hari. Apalagi gue baru aja dipecat. Pasti kepake lagi itu duit."

"Kalo lu mau mulai karir profesional, duit lu bisa lebih banyak lagi. Gue bisa ngenalin lu sama temen-temen gue yang punya sasana bagus."

"Kalo gue mau, gue bisa aja ikutin saran Abang buat naik ke tinju profesional. Tapi, nanti gue ngga punya waktu buat cari uang tambahan, sementara kalo gue ngga punya sponsor atau ngga menang, gue ngga ada penghasilan." Aslan geleng-geleng kepala. "Mending begini aja, Bang. Tinju buat sampingan doang."

Bang John tertawa pelan. "Sampingan, kok, hampir tiap malem."

Aslan buru-buru menggeleng. "Ngga, buktinya malam ini gue disini sama Abang."

"Ngeles mulu lu kaya bajaj," timpal Bang John. "Kapan lu ada pertandingan lagi?"

"Ngga tau. Belum ada kabar dari Bang Ole. Kalo ada pertandingan, lumayan bisa nutup pengeluaran gue, biar tabungan gue ngga kepake," ujar Aslan. Baru selesai Aslan mengucapkan kata-katanya, tiba-tiba ponselnya bergetar. Aslan buru-buru membuka pesan yang masuk ke dalam ponselnya.

Selesai membaca pesan yang masuk ke ponselnya, Aslan tersenyum cerah pada Bang John. "Gue ngga perlu ngeluarin duit tabungan. Duit gue baru aja dateng." Ia menunjukkan pesan yang baru saja ia terima dari Bang Ole. Bandar yang selama ini mengadakan pertandingan tinju ilegal dengan Aslan sebagai juara bertahannya. "Lusa gue tanding."

*****

Don't forget to follow my Instagram Account pearl_amethys

and my Spotify Account pearlamethys untuk playlist yang berisi musik yang saya putar selama menulis cerita ini.

Karya asli hanya tersedia di platform Webnovel.

Hello pembaca sekalian, Terima Kasih sudah membaca karya kedua saya, hope you guys enjoy it..

Jangan lupa masukkan ke collection kalian untuk update chapter berikutnya.

Sekali lagi Terima Kasih atas dukungan kalian.. ^^

pearl_amethyscreators' thoughts