webnovel

The Sexy Woman

“Aku hamil!” Setelah mengatakan hal itu, Illona yang duduk di bangku sekolah menengah atas ditinggalkan begitu saja oleh sang kekasih. Gadis yang hidup sebatang kara, tidak bisa menghubungi kekasihnya yang sudah hampir sepekan tidak berangkat ke sekolah. Ia merasa bingung dan khawatir jika ada orang lain yang mengetahui keadaannya. Tidak lama setelah itu, kehamilannya terungkap. Para siswa di sekolah bergantian merundung Illona karena apa yang ia alami. Gadis itu tidak kuat menahan semua hinaan yang didapatnya, hingga akhirnya dia memilih tidak pergi ke sekolah dan berhenti tanpa prosedur yang seharusnya. Meski begitu, Illona memutuskan untuk melahirkan buah hatinya. Namun, karena sang anak yang sudah tumbuh besar sangat mirip dengan kekasihnya, dia pun mulai menjadikan anak itu sebagai sasaran amarahnya. Lalu, bagaimana hubungan Illona dengan sang anak? Akankah dia bertemu lagi dengan pria yang menjadi ayah dari anaknya itu?'

MahinaAi · Urbano
Classificações insuficientes
270 Chs

Seperti Melamar Kerja

"Sebenarnya aku memintamu datang untuk membawakan ini." Mata Hugo menatap tiap tas belanjaan milik Illona.

"A-apa? Apa kamu serius? Kamu memintaku datang hanya untuk membawa ini?" tanya Andre seolah berharap bahwa dirinya salah dengar. Namun, percuma saja, karena Hugo mengangguk dan mengiyakan pertanyaan Andre.

Hugo memperlihatkan wajah memelasnya. Ia mengatakan pada Andre bahwa dirinya dan Illona masih ingin pergi berkeliling. Namun, karena banyaknya barang bawaan, mereka pun kesulitan untuk berjalan-jalan. Alhasil, Hugo berharap Andre berbaik hati untuk membantu mereka.

Sahabat Hugo menghela napas. Laki-laki yang baru datang menyibakkan poni dan satu tangannya berkacak pinggang. Ia pun tidak bisa menolak permintaan sahabatnya itu, karena menurutnya Hugo sedang memiliki peluang yang bagus.

"Hah, ya sudah, kalian harus berterima kasih padaku yang baik hati ini!" Andre menyilangkan kedua tangannya di depan perut. Dia pun mengalihkan pandangan seolah sedang kesal.

Tidak memedulikan respon Andre, Illona tersenyum mendengar perkataan laki-laki itu. Ia senang karena akhirnya memiliki peluang menghabiskan waktu bersama Hugo.

"Terima kasih, Andre. Besok aku akan mentraktirmu apa pun," ucap Hugo.

Andre sontak menoleh menatap Hugo. "Benarkah? Kamu sudah berjanji, oke? Apa pun!"

Hugo mengangguk. Ia pun meminta sahabatnya itu untuk membantunya membawa semua belanjaan ini ke mobilnya. Dia berkata bahwa dirinya dan Illona sudah terlalu lama berada di restoran itu dan membuatnya tidak enak hati.

Andre pun mengiyakan perkataan Hugo. Dia segera bangkit, begitu juga dengan sahabatnya. Kedua laki-laki itu dengan kompak segera membawa tas belanjaan yang ada tanpa menyisakan satu pun untuk Illona.

"Biarkan aku membawanya juga!" ucap Illona yang merasa tidak enak hati saat dirinya tidak melakukan apa pun, padahal itu semua adalah barang-barangnya.

"Tidak apa-apa, Illona. Biar kami saja para lelaki yang membawanya," sahut Hugo yang diiringi dengan anggukan setuju Andre.

Gadis itu akhirnya menurut, karena ia kalah suara dengan dua laki-laki yang bersamanya. Dia pun akhirnya hanya mengikuti langkah Andre dan Hugo yang sedang menuju basement mall tersebut.

Setibanya di tempat tujuan, kedua laki-laki itu segera memasukkan barang-barang Illona ke dalam mobil yang tidak ada orang di dalamnya. Hal itu sontak membuat Illona penasaran.

"Andre, apa kamu mengendarai mobil sendiri?" Tatapan Illona terlihat jelas bahwa dirinya menginginkan sebuah jawaban yang jujur.

Laki-laki itu mengangguk santai. Dia pun memberitahu Illona bahwa remaja seusia mereka sudah banyak yang mengendarai kendaraan sendiri. Tidak hanya itu. Andre bahkan berkata bahwa Hugo juga sering membawa kendaraan sendiri saat sedang keluar.

Illona segera menatap ke arah Hugo. Laki-laki yang menyadari bahwa dirinya sedang ditatap membalas tatapan itu dan tersenyum hangat.

"Apa seharusnya tadi aku membawa mobil sendiri?" tanyanya dengan polos.

"Ti-tidak! Begini saja aku sudah senang. Kita bisa menunggu bus bersama di halte." Illona seketika menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa jawabannya terdengar aneh.

Benar saja, Andre dan Hugo kompak tertawa setelah Illona terdiam. Hugo lantas bertanya apakah gadis itu sangat senang menunggu bus bersama di halte. Namun, dirinya tidak mendapat jawaban karena sang gadis tengah malu dan menundukkan kepalanya.

"Sudah, sudah. Jangan menggoda Illona terus, Hugo! Lebih baik kalian segera melanjutkan ingin pergi ke mana." Andre yang tengah berdiri di samping Hugo menepuk bahu sahabatnya itu.

"Benar, bukankah itu lebih penting!" sahut Hugo. "Ya sudah, Illona, ayo kita pergi!"

Illona mengangguk. Sebelum pergi, tidak lupa gadis itu berterima kasih kepada Andre yang sudah membantunya. Hugo pun mengikuti Illona dan berterima kasih pada sahabatnya. Meski hal itu justru membuat Andre bergidik geli.

Hugo memang tidak pernah lupa mengucapkan terima kasih kepada Andre, tetapi ia baru saja merasa geli saat Hugo mengikuti nada suara Illona. Namun, hal itu justru membuat sang gadis terkekeh karena merasa Hugo sangat lucu dan menggemaskan.

"Sudah-sudah, sana kalian segera pergi! Aku ingin kembali pulang dan melanjutkan tidurku!" seru Andre sembari mengibas-ngibaskan tangannya seolah sedang mengusir sepasang remaja yang saling menyukai, tetapi tidak saling mengungkapkan.

Illona dan Hugo pun segera melanjutkan kencan mereka. Sedangkan Andre kembali pulang dan benar-benar melanjutkan tidur yang sebelumnya diganggu oleh sahabatnya.

***

Setelah keseruan yang mereka jalani sepanjang hari, baik Illona maupun Hugo baru menyadari bahwa hari sudah mulai gelap. Sepasang remaja yang tengah berjalan menyusuri pertokoan pun saling mengejek bahwa mereka terlalu asik satu sama lain hingga tidak mempedulikan waktu yang terus berjalan.

"Lihat, lihat! Apa-apaan gadis itu. Apa dia sedang berkencan dengan laki-laki di sampingnya menggunakan pakaian yang digunakan untuk melamar bekerja? Memalukan sekali!"

"Kampungan sekali, sayang wajahnya cantik tapi tidak tahu mode!"

Suara yang tiba-tiba terdengar di tengah-tengah langkah kaki mereka membuat Illona menghentikan laju jalannya.

Meski tidak mendengar dengan jelas, Hugo yang yang melangkah lebih dulu ikut menghentikan kakinya dan berbalik menatap Illona yang sudah diam mematung di bawah sinar sebuah lampu jalan.

Laki-laki yang menyadari bahwa tubuh gadis itu bergetar segera melangkah mendekat dan menggenggam kedua tangannya. Ia bertanya apa yang terjadi pada Illona meski dirinya bisa menduga bahwa itu adalah ulah dua gadis yang tadi berpapasan dengan mereka.

"Maaf," ucap Illona dengan suara lirih meski masih dapat terdengar dengan jelas di telinga Hugo. "Aku tidak tahu kalau orang-orang yang sejak tadi menatapku. Aku pikir mereka melihatmu karena kamu begitu tampan. Maaf aku sudah membuatmu malu," imbuh Illona.

"Hei, hei! Jangan berkata seperti itu! Kamu sama sekali tidak membuatku malu. Kamu benar-benar cantik sebagai dirimu apa adanya. Aku tidak peduli bagaimana penampilanmu—"

Illona memotong perkataan Hugo. "Terima kasih sudah berpikir demikian, tapi itu tidak mengubah kenyataan bahwa aku yang mengenakan celana hitam panjang dengan blus putih panjang ini tampak seperti seseorang yang hendak melamar bekerja. Padahal aku sudah menutupinya dengan jaket, tapi ternyata memang terlihat sangat jelas."

"Illona, sungguh, jangan merendahkan dirimu sendiri. Apa kamu tidak menyadari kecantikanmu hingga membuatku sejak tadi menahan diri untuk tidak mengatakannya."

"Mengatakan apa?" tanya Illona dengan suara yang sedikit tidak jelas karena wanita itu hendak menangis. Ia kini menatap wajah Hugo setelah tadi menunduk karena malu dengan penampilannya.

Hugo melepas genggamannya dari tangan Illona. Ia lantas mengacak rambut karena baginya, kali ini bukan waktu yang tepat. Namun, diamnya Hugo membuat gadis di hadapannya menjadi salah paham. Illona pun kembali minta maaf dan berpikir bahwa Hugo ingin mengatakan penampilannya yang mirip seperti pelamar kerja sejak pagi tadi.

"Tidak, bukan seperti itu maksudku, astaga!" Hugo mondar-mandir kesana-kemari. Kemudian ia kembali berdiri tepat di hadapan Illona.