Dalam pesan itu tertulis sesuatu yang tidak pernah Illona dapatkan. Pertanyaan apakah dirinya sudah tidur atau belum, sebuah stiker yang menggambarkan seseorang yang sedang menanti balasan, dan yang terakhir pertanyaan apakah Illona tidak mengenal nomor itu.
Suara tawa mulai terdengar di kamar Illona. Gadis itu sudah bisa menebak siapa yang mengirim pesan padanya.
Illona : Hugo?
Hugo : Wah! Ternyata kamu tahu aku! Kenapa kamu tidak segera membalasnya? Apa aku sedang mengganggumu?
"Banyak sekali pertanyaannya," gumam Illona. Meski masih terasa asing dengan hal itu, tetapi ia menikmatinya dan segera membalas pesan dari teman barunya.
Mereka pun saling bertukar pesan hingga malam semakin larut. Percakapan itu pun berakhir setelah Illona tidak sengaja terlelap dan membiarkan Hugo menanti balasan dari gadis cantik itu.
Hugo : Kamu sudah tidur?
[Sepuluh menit kemudian]
Hugo : Sepertinya benar. Ya sudah. Selamat istirahat Illona! Sampai bertemu besok!
Setelah menyadari bahwa gadis yang sedang bertukar pesan dengannya sudah terlelap, Hugo pun segera mematikan ponsel dan ikut tidur dalam malam indah yang bertabur bintang. Anak laki-laki itu segera membalut tubuhnya dengan selimut yang sudah menutup kakinya. Tidak lama kemudian ia pun terlelap menyusul gadis yang tengah merebut perhatiannya.
***
Kring! Kring! Kring!
Suara alarm terus menyapa Illona di pagi hari. Namun, gadis itu masih belum membuka matanya karena ia tidur terlalu larut setelah sekian lama. Setelah kebisingan yang terus menyapa, Illona pun akhirnya membuka mata. Dengan cepat tangannya mematikan alarm dan matanya menatap ke arah jam weaker itu.
"Astaga! Aku terlambat!" seru Illona. Gadis yang baru membuka matanya langsung turun dari tempat tidur dan bergegas mandi. Ia hanya memiliki waktu setengah jam sampai waktu masuk sekolah tiba.
Illona pun hanya mandi dan bersiap selama sepuluh menit karena ia harus memikirkan lamanya perjalanan yang harus ditempuh. Gadis itu bahkan tidak sempat mengisi perutnya, padahal ia sudah merasa lapar sebab sejak kemarin belum makan.
Kini gadis itu sedang berusaha dengan cepat menuju halte. Ia merasa kesal dan kesulitan berlari karena kakinya masih terasa nyeri. Namun, gadis itu tetap memaksakan diri dan dia pun bisa sampai dengan cepat di halte tujuan.
Napas yang terengah-engah dan keringat yang mengalir membuat Illona segera duduk dan mengatur pernapasannya. Ia juga memijit pelan kakinya yang terasa nyeri. Setelah beberapa saat keadaannya membaik, gadis itu baru menyadari bahwa belum ada bus yang melintas. Ia mulai merasa cemas karena takut terlambat untuk masuk sekolah.
Gadis itu lantas bangkit dari duduknya dan menatap tajam ke arah datangnya bus.
"Aduh, bagaimana ini!" Illona menggenggam tangannya. Ia melihat jam yang ada di ponselnya. Waktu sudah berlalu dua belas menit setelah ia tiba di halte.
Karena rasa cemas yang semakin mengganggu, Illona sempat berpikir untuk mencari taksi online. Sebenarnya Illona sempat bimbang karena uang yang harus ia keluarkan adalah uang makannya. Dia belum mengisi perutnya dan tidak membawa bekal, hingga ia pun berpikir harus membeli makan di kantin saat istirahat. Namun, karena tidak ada pilihan lain, gadis itu pun akhirnya memesan taksi online dan merelakan uang makannya.
Tidak sampai lima menit, taksi online yang Illona pesan sudah tiba. Gadis itu lantas masuk dan meminta supir mobil untuk bergegas. Betapa tidak beruntungnya gadis itu. Baru saja mobil melaju meninggalkan halte, bus yang sejak tadi ia tunggu akhirnya tiba dan berhenti di halte itu.
Rasa kesal menyelimuti hati Illona. Ia bahkan menyalahkan dirinya sendiri yang tidak bisa bersabar. Namun, nasi sudah menjadi bubur, Illona tidak mungkin membatalkan pesanan taksi onlinenya terlebih gadis itu sudah masuk dan duduk dengan nyaman. Akhirnya, dia pun duduk dengan tenang dan berharap masih memiliki waktu sebelum bel sekolah berbunyi.
Setibanya di sekolah, pagar sudah ditutup. Gadis itu pun meminta pada penjaga yang menunggu untuk membukakan pintu untuknya. Awalnya penjaga menolak, tetapi setelah Illona memohon, pria paruh baya itu pun menjadi tidak tega dan membiarkan gadis yang rambutnya terurai untuk masuk.
Setelah berterima kasih, Illona dengan cepat berlari memasuki sekolah. Meski kakinya sakit, ia tidak memedulikannya. Gadis itu pun dengan segera menaiki anak tangga dan berlari menyusuri lorong.
Suara langkah kakinya membuat beberapa anak di dalam kelas menoleh keluar. Termasuk Hugo yang penasaran karena suara kaki Illona yang menggema.
"Ada apa? Ada apa?" bisik anak-anak kepada teman satu bangkunya. Mereka menoleh penasaran karena berpikir terjadi perkelahian atau hal lain yang cukup membuat keributan.
Saat melihat Illona melewati pintu kelasnya, Hugo berkata, "Illona? Baru berangkat?"
Laki-laki itu pun jadi merasa gelisah karena yang ia dengar, Illona adalah gadis yang rajin. Ia bahkan selalu berangkat lebih awal dan tidak pernah menyapa kata terlambat.
Sikap Hugo yang terlihat cemas, membuat guru menyadarinya. Ia pun kena tegur dan diminta untuk duduk dengan tenang. Tidak bisa membantah, Hugo hanya dapat menuruti perintah guru meski pikirannya masih saja tertuju pada Illona.
"Ada apa denganmu?" bisik Andre.
"Aku melihat Illona. Dia terlambat. Aku benar-benar cemas," balas Hugo. Laki-laki itu juga berbisik karena mereka tidak mau ketahuan sedang mengobrol.
"Illona?" gumam Andre. Dia mencoba mengingat siapa itu Illona. "Ah, gadis itu! Ya sudah kamu kirim pesan padanya saja. Jangan dibikin repot!"
Mendengar kata-kata Andre, Hugo yang tidak terpikirkan untuk mengirim pesan akhirnya segera merogoh ponselnya dan mengirim pesan pada Illona.
Di sisi lain gadis yang baru berangkat langsung membuka pintu depan kelas tanpa mengetuk permisi terlebih dahulu. Tindakannya itu membuat anak-anak yang tengah menulis langsung menoleh dengan serempak. Guru yang tengah berdiri di depan papan tulis pun melakukan hal yang sama. Beliau menoleh dan langsung bertanya kenapa Illona bisa terlambat.
Gadis itu hanya mengangguk meminta maaf tanpa mengatakan alasannya. Guru yang tengah menegurnya pun meminta gadis itu untuk segera duduk di bangkunya dan memperingatkan Illona untuk tidak terlambat lagi.
Setelah Illona duduk, ia segera mengambil buku dan alat tulisnya. Saat itu juga, ia melihat layar ponselnya menyala. Karena penasaran, dengan hati-hati Illona ikut mengeluarkan ponsel dari dalam tas.
Betapa terkejutnya gadis itu saat ia melihat nama Hugo di bar notifikasinya.
Hugo : Kenapa terlambat? Apa terjadi sesuatu?
'Ah? Dia melihatku? Pasti sih. Aku berlari sepanjang lorong. Pasti membuat kebisingan. Malu sekali!'
Saat Illona hendak membalas pesan Hugo, suara guru yang tengah memanggilnya membuat gadis itu menghentikan tindakannya.
"Cepat buka bukumu, Illona! Perhatikan pelajaran dan jangan melakukan hal lain!" seru guru.
Gadis itu pun menurut. Dia langsung memasukkan ponselnya ke dalam laci dan segera membuka buku yang sudah berada di meja.