Finland bangun tidur oleh ketukan di pintu paviliunnya.
"Miss, nanti sebelum berangkat kerja, ikut sarapan di dapur bersama Tuan, ya." kata Ms. Law dari balik pintu. Wajah perempuan tua itu tampak senang sekali. Finland mengangguk, antara sadar dan tidak karena ia masih mengantuk.
Gadis itu bersiap-siap ke kantor dan kemudian mampir ke rumah utama seperti permintaan Ms. Law.
Di dapur besar yang sekaligus berfungsi sebagai ruang makan itu Caspar telah duduk menunggunya. Di meja terhidang berbagai makanan sarapan dan teh.
"Mulai hari ini kita akan sarapan bersama sebelum berangkat kerja, dan makan malam bersama sesudah pulang. Aku juga sudah kangen masakan Katrin," kata Caspar sambil tersenyum. "Aku mulai bosan tinggal di hotel."
Finland tersenyum balik. Ia juga senang melihat Caspar pagi ini dan menghabiskan waktu pagi bersama.
"Kau sibuk apa hari ini?" tanyanya sambil menuang teh.
"Aku ada beberapa meeting di Hong Kong," Caspar mengangkat gelasnya dan Finland mengisinya dengan teh, "Aku akan pulang sebelum makan malam."
"Oh... memang bisa ya pulang pergi dalam sehari?"
"Bisa, dong," Caspar terbatuk-batuk kecil, "itu gunanya pesawat pribadi."
"Oh..." Finland sudah tidak bertanya lagi. Di tahap ini, tidak ada lagi hal yang bisa membuatnya terkejut, kalau itu datang dari Caspar. Pemuda itu bisa membeli hotel semudah membeli baju, memasak dengan sempurna karena sudah berlatih seratus tahun, menjadi dokter bedah terkenal dan pemilik salah satu grup bisnis terbesar di dunia, bahkan sudah hidup selama ratusan tahun...
Kalau ternyata ia juga punya pesawat pribadi... Finland sudah tidak heran.
Setelah mereka selesai sarapan, Caspar meminta Finland ikut di mobilnya karena ia hendak mengantar gadis itu ke kantor.
"Ah... tidak usah, aku biasa ke kantor naik bus kok." Finland hendak menolak, tetapi Caspar tidak mau mendengarkan. Ia membawakan tas Finland dan menggenggam tangannya, menuntunnya ke dalam mobil.
"Kau harus belajar untuk menerima kebaikan orang. Just say thank you."
"Uhmm.. terima kasih." Finland mengangguk pelan.
"You're welcome." Caspar menoleh kepada Ben dan menyuruhnya menyalakan mobil, "Kita mampir ke LTX International dulu ya sebelum ke bandara."
Finland memandangi Caspar yang sibuk dengan laptopnya di sepanjang perjalanan menuju kantor. Pemuda itu terlihat semakin tampan bila ia sedang sibuk bekerja. Finland sulit percaya bahwa Caspar sebenarnya sudah sangat tua... Kalau tidak salah, umurnya sekarang lebih dari 400 tahun. Finland tak bisa membayangkan berapa banyak pengetahuan yang sudah ia pelajari dan hal apa saja yang ia alami dalam hidup. Mungkinkah kematangannya dalam berpikir dan pengertiannya yang luar biasa tentang Finland, dikarenakan ia sudah hidup sangat lama?
Seumur hidupnya Finland belum pernah bertemu orang yang demikian sabar.
Caspar kemudian sadar dari tadi gadis itu menatapnya, ia berhenti bekerja lalu menoleh sambil tersenyum simpul, "Kau sering sekali melihat ke arahku dengan pandangan begitu... Pasti kau berpikir, oh... laki-laki ini sempurna sekali."
Finland tertawa pelan dan mencubit tangan Caspar. "Kau itu rendah hati ya.."
"Aku senang melihatmu tersenyum," Caspar menepuk-nepuk pipi Finland dengan lembut dan kembali melanjutkan pekerjaannya.
Finland tersenyum malu dan memandang keluar jendela, berusaha menyembunyikan perasaannya
***
Finland sengaja minta diturunkan di taman satu blok dari gedung kantornya karena ia tidak mau teman-teman kerjanya menggosipkannya lagi. Dari sana ia berjalan kaki. Seperti biasa, Finland membayangkan dirinya berjalan di runway, seperti yang diajarkan Jean.
"Hai Finland, selamat pagi."
Saat Finland menoleh ke arah asal suara, ia terkejut menemukan Tran yang juga sedang berjalan ke kantor. Finland tidak ingat Tran pernah menyapanya duluan sebelum ini.
"Uhm.. selamat pagi," jawabnya segan. Mereka lalu berjalan bersama ke kantor.
Finland baru menyadari kemudian bahwa bukan hanya Tran, tetapi gadis-gadis lain di departemen Marketing juga mulai menyapanya. Meilin saja yang masih pura-pura tidak melihatnya, tetapi yang lain tampak sudah berubah sikap, dan memperlakukannya dengan lebih baik. Ia tidak tahu bahwa ketika Jean datang ke LTX, ia membuat permintaan khusus agar mereka bersikap baik kepada sahabatnya itu.
[Aku heran... sepertinya orang-orang di kantor sikapnya berubah. Mungkin aku tidak perlu berhenti dan mencari pekerjaan baru setelah masa percobaanku selesai.]
Finland mengirim Whatsapp kepada Jean.
[That's good. I am happy to hear that. Tapi apakah kau menyukai pekerjaanmu sekarang? Ayahku juga punya perusahaan kan, aku bisa minta pekerjaan untukmu kalau kau mau.]
Jean membalasnya lima menit kemudian.
[Aha, tidak usah. Terima kasih. Aku suka pekerjaanku di LTX. Aku sedang mengerjakan desain galeri untuk karya-karya seni Katia Sorrenson. Kau pasti pernah mendengarnya, dia seniman terkenal.]
Sesaat Finland teringat bahwa Katia ini kemungkinan adalah mantan tunangan Caspar...
[Katia Sorrenson? Aku kenal dia. Kami pernah bertemu di London. Dia salah satu muse Karl Furstenberg.]
[Oh... kau tahu banyak tentang dia?]
[Tidak terlalu banyak. Kenapa?]
[Tidak apa-apa. Cuma ingin tahu selera pribadinya supaya aku bisa membuat desain yang lebih cocok.]
[Aku bisa mengundangnya makan malam dan kalian bisa mengobrol dengan lebih bebas tentang galerinya.]
[That would be wonderful.]
[Nanti malam?]
[Uhm.. aku sudah janji makan malam dengan Caspar di rumah.]
[Oh... dia sudah datang menemuimu? Dia bilang apa?]
[Uhmm.. iya. Kami sudah bicara.] Finland buru-buru menambahkan [Terima kasih atas bantuanmu. Caspar bilang kau datang menemuinya. Kami sekarang baik-baik saja.]
[I can't stand seeing you heartbroken... I just had to do something. I am glad you both worked things out.]
Finland ingat waktu tiga hari yang ia habiskan di apartemen Jean dengan perasaan merana hingga ia jatuh sakit. Ia memang patah hati...
[Terima kasih.]
[Oke, kalau begitu makan malam dengan Katia Sorrenson besok malam? Aku bisa menghubunginya sekarang dan menanyakan jadwalnya.]
[Could you do that? That would be amazing.]
[Anything for my Finland.]
Pesan terakhir Jean membuat Finland tersenyum. Ia kembali bekerja dan menyiapkan program untuk beberapa brand baru yang sudah mengadakan kontrak dengan LTX. Saat makan siang tiba, Ms Song mengajak semua anggota tim departemen Marketing untuk makan bersama. Ia yang mentraktir mereka sebagai perayaan kesuksesan acara Bartz yang lalu dan keberhasilan mereka mempertemukan Jean dan Brand Manager Bartz di Singapura.
"Ini semua berkat Finland. Kami berterima kasih kepadamu." kata Ms. Song saat membuka acara makan bersama. "Kau sungguh karyawan yang sangat berharga. Aku ingin sekaligus mengumumkan bahwa LTX per hari ini mengangkatmu sebagai karyawan penuh."
Finland terkesiap mendengar pengumuman yang disampaikan dengan sangat manis itu. Ia hanya bisa membungkuk dan mengucapkan terima kasih. Teman-teman kerjanya bertepuk tangan. Saat itu rasanya Finland terharu sekali. Akhirnya, kerja kerasnya dilihat dan diakui perusahaan. Bonus 800 dolar dari Ms. Song juga sudah masuk ke dalam rekeningnya. Ia merasa sangat bersyukur.
[Masa percobaanku sudah berakhir. Sekarang aku karyawan penuh LTX International.]
Ia mengirim SMS kepada Jean dan Caspar.
[Selamat! LTX beruntung mendapatkan karyawan berbakat dan penuh dedikasi sepertimu.] balas Jean,
[I am very proud of you.] balas Caspar.
Finland tak berhenti tersenyum sepanjang hari itu. Pelan-pelan hidupnya seperti berada di jalan yang baik. Saat mereka kembali ke kantor dari makan siang, dua buah buket bunga telah menunggu di meja Finland. Teman-teman kantornya menggoda bahwa Finland mempunyai penggemar. Mereka tidak lagi mengejek seperti dulu, dan Finland merasa sangat bersyukur atas perubahan sikap itu.
Bunga pertama sudah pasti dari Jean, karena ia selalu menambahkan satu mawar putih di antara buket bunga apa pun yang dikirimnya, maka walaupun tidak ada kartunya Finland langsung tahu siapa pengirimnya. Bunga yang kedua sangat besar dan langsung menutupi sudut ruangan kantor Finland dan di kartunya tertulis Heinrich Schneider.
"Permisi, Finland, ada tamu untukmu." Jenny dari front office memanggil Finland saat gadis itu tengah mengagumi bunga-bunganya. "Katia Sorrenson ingin bertemu denganmu untuk membahas desain yang kau ajukan kemarin."
"Oh, tumben beliau ke sini. Aku pikir kami akan bertemu besok untuk makan malam bersama Jean." Finland agak bingung. Ia lalu mempersilakan Katia masuk ke ruangan kantor departemen Marketing. Gadis cantik yang berambut platinum itu berjalan masuk dengan anggun dan duduk di sofa menghadap ke meja Finland. Sesaat pandangannya tersapu pada karangan bunga besar di sudut ruangan.
"Oh, ada perayaan apa di sini? Siapa yang perlu aku beri selamat?" tanyanya dengan suara riang.
"Finland hari ini resmi menjadi karyawan tetap di LTX, dan karangan bunga itu dari kekasihnya." jawab Tran cepat. Ia melirik FInland dengan wajah iri, tetapi tidak ada nada sinis dalam suaranya.
"Wahh... selamat ya, Finland. Maaf aku tidak tahu, jadi tidak membawakan apa-apa."
"Er... tidak usah. Terima kasih..." Finland tersenyum sungkan. Ia membuka laptopnya dan mencari materi program yang ia siapkan untuk Katia. Ia tidak memperhatikan gadis berambut platinum itu tampak memperhatikan kartu yang ada di karangan bunga dan membaca isinya. Keningnya kemudian berkerut, saat ia menoleh dan menatap Finland dengan wajah tidak percaya.
"Ini bunga dari Heinrich Schneider?" tanyanya tiba-tiba. "Apa hubunganmu dengan Heinrich Schneider?"
Finland tersentak. Ia tidak tahu apakah ia harus berterus terang kepada Katia atau tidak.
"Uhm.. aku bertemu beliau beberapa kali. Kami ada hubungan kerja sama saat peluncuran produk baru Bartz di hotelnya minggu lalu. Beliau orang yang baik." jawab Finland sediplomatis mungkin.
Katia menatapnya dengan pandangan yang sukar dijelaskan.
"Finland, kau adalah temannya Jean?" tanyanya sesaat kemudian. "Kita ketemu untuk makan malam besok kan?"
"Er.. iya."
"Kalau begitu aku tidak perlu bicara sekarang. Ada hal penting yang harus aku tangani. Kita lanjutkan pembicaraan besok saja, sekalian makan malam."
Setelah berkata begitu, Katia pamit pulang.
Finland tidak mengerti apa tujuan gadis itu datang, dan kenapa tiba-tiba ia pergi. Ia hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala.
***
Finland tiba di rumah saat pukul sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ia tak menyangka Caspar sudah ada di teras paviliunnya dan bekerja. Ia tidak bohong saat mengatakan bahwa ia akan pulang dari Hong Kong sebelum makan malam.
"Hei, how was your day?" Caspar menutup laptopnya dan menghampiri Finland yang baru naik ke teras. Ia merangkul gadis itu beberapa menit sebelum melepaskannya. "Congratulations on your job!"
"Thank you. Bagaimana urusan bisnismu di Hong Kong?"
"All good. Aku sedang mencari identitas baru yang tidak terlalu jauh dari Singapura. Minimal selama 3 tahun ke depan, aku bisa tetap dekat dari Singapura."
"Oh..." Finland ingat bahwa Caspar sudah terlalu lama menjadi Heinrich Schneider dan wajahnya yang muda sekarang sudah sulit untuk mengaku sebagai orang yang akan segera berumur 36 tahun. Ia ingat tadinya Caspar akan pindah ke New York dan mengambil identitas baru sebagai mahasiswa sekolah film, Rupanya rencana itu dibatalkan.
"Aku pikir kau mau menjadi mahasiswa sekolah film di New York?"
"Tadinya begitu. Tapi kemudian aku bertemu denganmu. Karena kau belum yakin untuk ikut aku, maka aku yang harus mengalah. New York terlalu jauh dari Singapura. Aku tak akan bisa bertemu denganmu sering-sering. Aku tahu kau tidak bisa meninggalkan Singapura selama tiga tahun ke depan, karena itu aku harus mencari identitas baru yang tidak terlalu jauh. Di Hong Kong juga ada sekolah seni yang bagus. Tadinya aku mau pilih Malaysia atau Indonesia, tetapi aku akan terlalu menarik perhatian di sana. Hanya Singapura, Dubai, atau Hong Kong yang bisa membaur dengan mudah karena banyaknya suku bangsa yang hidup di sini."
"Oh..." Finland begitu terharu mendengarnya hingga ia spontan memeluk Caspar. Pria ini sangat pengertian. Setidaknya sekarang, Finland tidak usah kuatir akan hidupnya selama tiga tahun ke depan. Ia dapat menunaikan kewajibannya kepada pemerintah Singapura, tetap berhubungan dengan Jean, dan Caspar akan tetap mendampinginya, walau dengan identitas yang berbeda. Selama tiga tahun ia akan memikirkan baik-baik apakah ia dan Caspar bisa bersama atau tidak. Kini Finland tidak lagi merasa diburu-buru dan harus segera memilih. Ia yakin, seiring dengan waktu, pilihan yang terbaik akan tiba.
"Aku senang melihatmu bahagia seperti ini." Caspar tersenyum lebar memamerkan lesung pipinya yang membuat Finland meleleh, dan secara spontan gadis itu menciumnya. Caspar tertegun sejenak, tetapi kemudian ia membalas ciuman Finland dan mengeratkan pelukannya. Ciuman keduanya seketika terhenti ketika mendengar langkah kaki Ms Law yang datang mendekat dan memberi tahu mereka bahwa makan malam sudah siap.
Caspar mendeham dan Finland batuk-batuk kecil, mereka lalu mengikuti Ms. Law ke ruang makan. Saat keduanya duduk menghadapi meja penuh berisi hidangan-hidangan lezat, tiba-tiba terdengar suara bel dari luar gerbang. Finland dan Caspar saling pandang. Katrin dan Ms. Law juga tidak dapat menduga siapa tamu yang datang itu.
"Mungkin Ben ketinggalan sesuatu?" duga Finland. John segera keluar dan membukakan gerbang. Ia kembali 5 menit kemudian dengan seorang gadis yang mengikuti di belakangnya.
Gadis ini cantik sekali dengan rambut berwarna platinum. Langkahnya terhenti saat melihat Caspar dan FInland duduk berdua di meja makan. Wajahnya menampilkan ekspresi yang sukar ditebak.
"Ka...Katia? Sedang apa kau di sini?" tanya Finland dengan wajah bingung.
Maaf ya, untuk pembaca yang nungguin chapter 26, saya akan publish nanti malam atau besok pagi. Saya sakit sejak hari minggu (insomnia dan tidak bisa tidur). Nanti kalau sudah baikan akan update chapter baru.
xx