webnovel

Sebuah Perjodohan

Pernikahan itu kata orang sekali seumur hidup. Kalau menikah berulang kali terus terjadi perselisih salah pahaman kemudian cerai berai, apa masih di sebut Pernikahan seumur hidup? Perjodohan kali ini sangat berbeda untuk Velda. Orang tuanya sudah menentukan pilihan terbaik untuk putri satu-satunya. Seorang pemuda yang parasnya biasa saja, tidak terlalu sempurna namun sifatnya jauh berbeda dari pria kaya raya. Velda masih trauma dengan pernikahan, bukan karena dia pernah menikah. Hanya trauma dengan hal membuatnya lebih memilih tidak menikah seumur hidup. Lantas bagaimana dengan pemuda yang tidak sengaja jatuh hati pada Velda pandangan pertama. Pemuda itu sangat penasaran dengan kepribadian Velda yang berpenampilan biasa saja. Sama halnya Pemuda ini telah dijodohkan oleh kedua orang tua atas pilihan mereka sendiri. Pepatah pernah mengatakan Jodoh itu tidak kemana-mana hanya belum memunculkan wujudnya. Bagaimana kisah mereka ketika pertemuan terjadi bagai dunia begitu sempit. Apa yang di alami oleh Velda dengan traumanya? Cerita baru Bukan karena cinta Tgl. 24 Juli 2019 Note Penulis : Maaf jika bahasanya tidak nyambung...

Lsaywong · História
Classificações insuficientes
40 Chs

38. Resah dan ...

Tuk ... Tuk ... Tuk ...

Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Arka di kamarnya. Ia bangkit dan membukakan pintu ternyata mamanya. Persilakan mamanya masuk kemudian menutup kembali.

Mega tersenyum kemudian ia memandang sekeliling kamar putranya. Meskipun sering melihat kamar Arka tetap masih kurang. Ia memutar badannya dan menatap putra satu-satunya.

"Bagaimana hubunganmu dengan Velda?" Mega bertanya kepada Arka.

"Biasa saja, Ma," jawab Arka lesu.

"Biasa saja? Bukannya tadi siang kalian jalan berdua di mall?"

"Mama tau dari mana?" Giliran Arka bertanya kepada mamanya.

Mega bergabung duduk di samping putranya. Ia senyum kepada Arka lalu menatap putranya yang terlihat sangat tidak bersemangat.

"Raiya yang memberi tahu kan saat dia dan rekan-rekan bisnis meeting kemudian tidak sengaja bertemu dengan kamu dan Velda, mama berharap kamu dan Velda bisa segera menikah. Mama tidak sabar melihat wajah calon menantu mama dan kamu memakai busana pernikahan," ucap Mega sudah tidak sabar menunggunya.

Arka melirik wajah mamanya, pastinya ia tidak ingin mengecewakan beliau. Tetapi, saat ini keadaan tidak mendukung itu hanya singkat saat bertemu dengan tante Raiya.

"Kalau calon menantu mama bukan Velda? Apa mama tetap anggap Damian anak mama?" tutur Arka pelan-pelan bertanya, ia tidak ingin menyakiti perasaan mamanya.

Ia tahu ini akan keterlaluan, setelah ia pikir lama. Mawar mungkin lebih cocok untuk jadi istrinya daripada Velda. Tetapi, mama dan papanya pasti tidak akan menyetujui. Karena pilihan mereka tetap Velda.

Wajah bahagia Mega berubah ketika putranya bertanya seperti itu. Dibalik dua mata putranya sesuatu di sembunyikan nya. Mega mengerti, putranya belum bisa menerima perjodohan yang direncanakan serta sepakatan bersama.

"Ada apa? Velda, wanita yang baik, penurut, mandiri. Kamu tidak suka dengannya? Berusaha Damian, mama tidak akan memaksamu memilih. Tetap pilihan mama itu Velda. Calon menantu masa depanmu..." ungkap Mega kekeh memilih Velda menjadi menantu di masa akan datang.

Arka mengembuskan napasnya pendek, ia sangat-sangat gundah cara agar mamanya yakin bahwa mawar juga pantas menjadi calon menantunya.

"Kamu pikirkan baik-baik lagi, mama cuma kasih saran. Berusaha dan yakinkan Velda bisa menerimamu. Besok malam, kita di undang oleh keluarga Wijaya makan bersama di rumah mereka. Ini kesempatan kamu bisa mengakrabkan dan kedekatan dengan calon menantu mama. Mama tidak ingin alasanmu lebih pentingkan pacar kesayanganmu," ujar Mega berlalu keluar dari kamar putranya.

Arka hanya bisa menatap daun pintu kamar tertutup rapat sosok wanita paruh baya telah menghilang dari peredaran kamarnya. Ponselnya berkedip-kedip itu dari Mawar mengirim whatsapp.

Arka tidak membalas pesan whatsapp dari kekasihnya. Ia memilih merebahlan diri di atas tempat tidurnya tersebut sambil memandang langit kamarnya.

****

Velda baru saja selesai mandi, ia keluar dari kamarnya dengan keadaan rambut basah habis keramas. Bibi Zaina baru saja selesai memasak. Sudah pukul sembilan malam pantasan perut Velda merasa keroncongan aroma masakan Bibi Zaina membuat Velda bergabung di meja makan.

"Lapar, non?" tegur Bibi Zaina saat melihat putri majikannya menarik kursi.

"Iya, bi. Tumben jam sekian baru selesai masak?" balas Velda dan bertanya kepada Bibi Zaina.

"Tadi sore Bibi nggak sempat masak, soalnya nyonya minta Bibi temani ke mall beli beberapa sayuran untuk besok," jawab Bibi Zaina.

Velda mencomot ayam goreng di atas piring. Masih panas, baru akan menggigit daging paha ayam itu, ia jeda sejenak menatap Bibi Zaina masih setia berdiri di samping meja makan.

"Bibi ke mall? Berarti Bibi tau kalau aku sama...." Velda menjeda kembali kata-katanya. Ia ingat sekali saat bertemu dengan mamanya di Mall. Tidak menemukan Bibi Zaina bersama mamanya.

"Memang nona Velda ke mall?" Malah Bibi Zaina bertanya kembali.

"Iya, sama Nando. Makanya aku kaget saat Bibi bilang ke mall sama mama. Terus belanja sayur banyak untuk siapa? Bukannya mereka selalu sibuk?" jawab Velda mengunyah ayam goreng buatan Bibi Zaina.

Bibi Zaina kembali melanjutkan kegiatannya, dan Velda masih sibuk dengan ayam goreng jari-jari indahnya bertebaran penuh minyak goreng.

"Besok akan ada tamu spesial di rumah ini. Jadi mama minta kamu berpakaian yang sopan, tidak ada alasan banyak acara tidak penting di luar sana!" sambung suara sangat Velda kenal.

Velda hampir tersedak karena daging ayamnya. Ia pun menoleh mamanya sudah di belakang dari tadi. Percakapan antara ia dan Bibi Zaina tertunda. Raiya menarik kursi dan ikut bergabung meja makan. Kemudian di susul oleh Jonathan.

Velda masih keadaan berantakan rambut belum di sisir rapi. Malam ini mereka kumpul di rumah dan menikmati sajian makan malam buatan Bibi Zaina.

Suasana hening kembali hanya terdengar suara sendok, garpu dan piring di tempat makan. Beberapa menit kemudian mereka bertiga pun selesai juga untuk makan malam. Velda mencuci kedua tangannya kemudian kembali masuk kamar melepaskan gulungan handuk di kepalanya dari tadi.

"Velda, mama sama papa mau bicara sebentar denganmu," ucap Raiya datar.

Velda melangkah tempat ruangan televisi dan bergabung dengan mereka berdua. Tetapi Velda tetap melanjutkan kegiatan rambutnya.

"Mau bicara apa, ma?" tanya Velda terpaksa meminta Bibi Zaina mengambil sisir.

"Bagaimana hubungan mu dengan Damian? Apa ada kecocokan di antara kamu dan dia? Mama sudah tidak bisa menunggu lama-lama, jika bisa secepatnya merencanakan pernikahan kalian," jawab Raiya bertanya kembali dan menunggu jawaban dari putri satu-satunya.

Velda menghentikan aktivitas menyisir saat mendengar kata pernikahan. Ketakutan itu muncul pada dirinya. Apalagi sampai hingga sekarang hubungan ia dengan Arka sebatas rekan kerja. Itu juga bertemu sekali kadang kala terhalang oleh orang ketiga yaitu Mawar.

"Kenapa buru-buru, aku dan dia saja masih tahap berkenalan. Aku sudah pernah ke mama, tidak akan semudah itu menerima perjodohan ini. Mungkin di mata mama, Arka lelaki yang baik, mapan, dan bijaksana. Tetapi mama belum tidak tau kalau Arka bukan tipe yang mama lihat, pernikahan itu tidak main-main, ma. Aku sudah sekian kali menolak tapi mama tetap melanjutkan rencana perjodohan konyol ini. Apa mama tau selama ini aku rasakan? Mama hanya mementingkan kebaikanku, tapi tidak mementingkan kebahagiaan ku ..., tetap dengan pendirian. Aku tidak ingin menikah dengan siapa pun termasuk Arka," ungkap Velda bangun dari duduknya.

Raiya hanya menatap tajam pada putri satu-satunya sekian dan terakhir menolak perjodohan ia rencanakan. Jonathan hanya mengelus pundak istrinya. Sekeras apa pun istrinya berikan kepada putrinya tetap pendirian Velda tetap sama. Menolak menikah dan perjodohan.

"Kenapa putri kita susah dibilang, memang mama salah mendidiknya? Mama merencanakan ini juga demi kebahagiaan dia. Mama tidak habis pikir dengan pemikiran dia. Mama tidak melarang dia melakukan pekerjaan dia jalankan, tapi, tapi...." Jonathan menarik pundak istrinya memeluk dan memberi ketenangan.

"Mungkin dia mempunyai alasan sendiri kenapa tidak ingin menikah," ucap Jonathan menepuk bahu istrinya.

Di kamar Velda malah merebahkan diri dengan keadaan rambut setengah basah. Ia menatap langit - langit kamar di ujung matanya terdapat sisa air mata. Velda menangis karena kesal, ia membayangkan pernikahan dengan Arka. Ia sendiri tidak siap menikah dengan lelaki menyebalkan itu, karena sesuatu terus menghalangi hubungannya atau dirinya yang menghalangi hubungan mereka.