webnovel

Sebuah Perjodohan

Pernikahan itu kata orang sekali seumur hidup. Kalau menikah berulang kali terus terjadi perselisih salah pahaman kemudian cerai berai, apa masih di sebut Pernikahan seumur hidup? Perjodohan kali ini sangat berbeda untuk Velda. Orang tuanya sudah menentukan pilihan terbaik untuk putri satu-satunya. Seorang pemuda yang parasnya biasa saja, tidak terlalu sempurna namun sifatnya jauh berbeda dari pria kaya raya. Velda masih trauma dengan pernikahan, bukan karena dia pernah menikah. Hanya trauma dengan hal membuatnya lebih memilih tidak menikah seumur hidup. Lantas bagaimana dengan pemuda yang tidak sengaja jatuh hati pada Velda pandangan pertama. Pemuda itu sangat penasaran dengan kepribadian Velda yang berpenampilan biasa saja. Sama halnya Pemuda ini telah dijodohkan oleh kedua orang tua atas pilihan mereka sendiri. Pepatah pernah mengatakan Jodoh itu tidak kemana-mana hanya belum memunculkan wujudnya. Bagaimana kisah mereka ketika pertemuan terjadi bagai dunia begitu sempit. Apa yang di alami oleh Velda dengan traumanya? Cerita baru Bukan karena cinta Tgl. 24 Juli 2019 Note Penulis : Maaf jika bahasanya tidak nyambung...

Lsaywong · History
Not enough ratings
40 Chs

39. Permintaan Terakhir

Pukul 23.00 malam Velda masih terjaga dengan dua mata. Ia masih belum bisa memejam untuk tidur. Pikirannya masih terbayang beberapa kata-kata dan pertanyaan setelah diajak bicara dengan mamanya.

Terdengar suara pintu kamar miliknya seseorang masuk, Velda segera memeriksa ternyata papanya. Velda yang posisi terbaring tidur, bangun dan berpindah posisi duduk melibatkan kedua kaki masuk ke dalam.

Jonathan menghampiri putrinya, selama ini Jonathan tidak pernah memasuki kamar putrinya. Karena kesibukannya tidak sempat untuk memeriksa isi kamar milik Velda. Hanya bisa melalui penyampaian dari pembantu rumah tangga yaitu Bibi Zaina.

"Kenapa belum tidur?" Jonathan bertanya pada putrinya, duduk di tepi tempat tidur ukuran yang lebar dan empuk.

"Belum mengantuk, papa juga kenapa belum tidur?" jawab Velda lembut kembali bertanya pada Papanya.

"Belum mengantuk," jawab Jonathan datar.

Suasana kembali hening beberapa menit, Jonathan beranjak dari posisi duduknya melihat-lihat isi kamar Velda. Sementara Velda mengamati punggung yang lebar yang dulu sering ia pingkul di saat dirinya sedih dan melaung karena mamanya sering memarahinya.

Banyak kenangan di balik punggung lebar itu, seandainya Velda berkeinginan untuk kembali di masa-masa indah mungkin ia tidak akan menjadi yang sekarang, keras kepala, pendiam, cuek dan acuh tak acuh.

"Ucapan mama jangan kamu masukan ke hati, mama mengucapkan itu demi kebaikanmu. Papa tahu kamu masih belum bisa menerima perjodohan dari kami berdua, Papa tidak memaksamu. Seharusnya itu pilihanmu, kamu sudah dewasa, sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang tidak baik," ucap Jonathan membuka percakapan kemudian kembali duduk di dekat putrinya.

Velda masih terdiam membisu mencerna ucapan dari beliau. Velda selalu bangga dengan beliau, ia tidak pernah mengeluh dengan segala ia pikirkan, Jonathan adalah kepala keluarga yang tanggung jawab dan penuh pengertian terhadap anak-anaknya.

Tetapi, karena kesibukan orang tuanya membuat Velda semakin keras. Ia masih trauma dengan masalah-masalah tentang pernikahan, perjodohan. Di balik semua yang Velda alami pasti akan terjadi ketika ia berumah tangga. Cerita-cerita dari teman-temannya membuat ia semakin merinding. Ia selalu bertanya pada diri sendiri.

"Bagaimana nanti aku sudah menikah, apakah akan senasib dengan kehidupan mereka?"

Velda menunduk, menunduk bukan berarti ia tidak menanggapi ucapan papanya. Sentuhan tangan lebar, kasar, dan berkeriput. Velda mengalihkan kembali pandangan wajah yang dulu tampan dan muda, kini telah berubah kulit yang melar dan berkeriput di sekitar wajahnya.

Pikiran Velda terus membayangi mungkin ia akan menjadi seperti papanya di hari tua. Masih adakah seorang papa yang penuh pengertian kepada anak-anaknya. Velda selalu memikirkan jika ia bisa menemukan lelaki seperti papanya, ia tidak ragukan untuk menikah. Melainkan akan menjaga dan membina bersama seperti orang tuanya.

"Velda tidak bermaksud mengecewakan papa. Velda sangat mengerti atas perjodohan dari papa dan mama. Tetapi, Velda tidak sanggup jika nanti Velda kembali mengecewakan papa dan mama," ucap Velda lesu dan pelan.

Tangan yang lebar itu dan penuh beban ini membuat leher Velda gagal menerimanya. Pasti banyak cobaan di alami oleh papanya itu. Tetap saja beliau selalu santai tidak merasakan adanya kejadian-kejadian di luar atau pun rumah.

"Papa mengerti maksudmu, semua manusia berhak memilih sendiri. Papa tidak pernah memaksamu, mungkin ini permintaan dari Papa. Papa hanya ingin kamu mengambil tindakan yang benar. Selama ini kamu selalu menuntut untuk tidak ingin bekerja di perusahaan Papa. Papa tidak memaksa, karena itu keinginanmu. Sebagai orang tua sudah pantas menerima keinginan anaknya," ucap Jonathan kepada Velda.

Velda menyimak sangat baik dan malah tidak bisa membalas ucapan beliau.

"Papa hanya ingin melihat kamu bahagia bukan berarti kebahagiaan itu harus didasarkan dengan cara egois. Salinglah terbuka dan saling mengerti perasaan masing-masing. Suatu hari nanti kamu akan mengerti arti kebahagiaan yang abadi. Tidak selamanya perjodohan atau pernikahan itu buruk. Dengarkanlah kata hatimu... Renungkan..." tambah Jonathan berbicara.

Velda kembali merenungkan semua ucapan papanya. Ia masih belum menerima Arka untuk masuk kehidupannya.

"Terima kasih, Pa. Velda akan coba memikirkan kembali lagi soal permintaan papa dan mama. Tapi, Velda tidak janji kalau suatu hari Velda mengecewakan Papa dan Mama," ungkap Velda percaya diri.

Jonathan hanya bisa berikan senyuman kepada putrinya. Ia pun beranjak dari tempat duduknya untuk kembali ke kamar sendiri. Ketika sosok yang lebar itu telah menghilang. Velda pun kembali merebahkan diri di tempat tidur yang lebar itu. Lalu ia mencoba untuk memejam dan suara dengkuran pun terdengar merdu. Velda terlelap dan masuk ke alam dunia mimpinya.