webnovel

Possessive Wife

Kisah drama keluarga, seorang istri yang memiliki sifat posesif dari suami yang sangat penyabar..

Christina_240986 · Adolescente
Classificações insuficientes
12 Chs

Bab 9

Ueekkkkk ... Ueeekkkkk ... Pagi-pagi aku sudah nek, mual muntah ga jelas, padahal makan teratur, apa bisa yah maag kambuh, padahal makan sudah teratur gini?

"Bunda kenapa sih?" tanya suamiku yang masih berbalutkan selimut.

"Masuk angin apa yah?" jawabku yang masih menahan mual-mual, wajahku sudah pucat pasi, dadaku terasa sesak karena lelah muntah-muntah.

"Jam berapa ini? Ayah siap-siap dulu, hari ini ayah ngantor sebentar, nanti ayah ijin antar bunda ke klinik, kita periksa ya," ajak suamiku.

"Baiklah sayang, ini sudah jam 7," jawabku, aku duduk di pinggir ranjang sambil berusaha menormalkan nafasku yang agak ngos-ngosan.

"Oke, ayah mandi dulu, bunda tidak usah masak ya, nanti kita beli aja sarapan."

Suamiku berlalu, menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya, kebetulan aku sudah cantik, ehh, enggak, maksdnya sudah bersih dan wangi ya. Ga cantik, biasa aja, masih lebih cantik mantannya pak suami, aduh jadi sedih kalau menyadari itu.

Sembari menunggu suami bebersih dan siap-siap, aku memainkan ponselku, ada pesan dari kakak iparku yang cantik jelita.

[Dik, gimana kabarnya? Sehat to?] Tanyanya.

[Baik kak, sehat-sehat aja, tapi ini mau ke klinik sebentar, soalnya agak mual muntah, mungkin aku masuk angin.] Send, aku mengirim pesan baalsan yang langsung centang 2 biru.

[Hamil mungkin dik, uda datang bulan ga?] Balasnya kemudian, ia sisipkan emoticon hugh pada akhir kalimatnya.

[Oh, iya, adik lupa kak, bener, aku belum datang bulan nih.] Send, balasku lagi.

[Periksa ya, dengerin nanti kata bidan yah, kalau memang positif, semoga positif, biar nambah ponakan baru, aduh, jadi ga sabar kakak.] Ucapnya.

[Siap kak, mau jalan dulu ya kak, Andra sudah siap antar nih.] Send, aku mengirim pesan terakhir kemudian segera memasukkan ponselku ke dalam tas.

Suamiku sudah menggunakan pakaian dinasnya, ia bersiap untuk ke kantor terlebih dahulu, ijin mengantarku ke klinik. Sebenarnya aku bisa sih ya pergi sendiri, jalan-jalan atau kemana sendiri, aku masih bisa kok, tapi ya itu, suami bilang ga boleh kemana-kemana sendiri, harus di temani suami.

"Yuk bun, ayah sudah ijin." Suami memanggilku yang duduk di teras menunggunya.

"Oke," jawabku dan beranjak mengikuti suami, tak lupa ponsel dan lainnya ku masukkan ke dalam tas yang ku bawa.

5 menit kami sampai di klinik, memang jarak ke klinik tidak jauh, aku diminta duduk oleh suami sementara dia ke bagian loket pendaftaran pasien. Sembari menunggu kembali ku raih ponselku, melihat-lihat story whatsapp dari teman-temanku, kemudian menscroll beranda facebookku. Hal yang tak pernah terlewat adalah mengintip akun facebook suamiku.

"Bu, sebaiknya ibu ke bagian kandungan ya? Mungkin ibu hamil," ucap dokter umum yang memeriksaku.

"Bun, diarahkan ke dokter kandungan ini," ucapnya bingung.

"Ya udah, coba aja diperiksa nanti to sama dokter, kebetulan bunda juga belum datang bulan ini," jawabku.

"Baik dok, apakah kami perlu mengambil nomor antre ulang?" tanya suamiku pada dokter.

"Tidak usah, bapak bisa langsung mengantar ibu ke ruang dokter kandungan,"

"Baik, terimakasih dok, kami permisi," ucap suamiku lagi.

Aku masuk ke ruang dokter, dokter mengintrogasiku, menanyakan kapan aku terakhir datang bulan, dan kemudian melakukan USG. Sebelumnya, aku sempat mengatakan jika aku baru beberapa lama disini, dan dokter menyarankan untuk USG untuk memastikan kondisi janin jika memang hamil. Ada kecemasan yang ku kawatirkan pula, karena sebelumnya kami melakukan perjalanan jauh dan naik pesawat dari Bali untuk sampai ke Papua.

"Ini ya bu, ibu bisa lihat, di rahim ibu sudah ada janinnya, 4 minggu, masih sangat kecil sebiji kacang." Ucap dokter yang masih memainkan perutku dengan alatnya.

"Jadi saya hamil ya dok?" tanyaku lagi untuk meyakinkan apa yang ku dengar sebelumnya.

"Iya, ibu hamil."

"Oke, baik, saya berikan resep untuk vitamin yah, dan hari senin ibu bisa datang lagi ke klinik, daftar pada bidan biar di kasi bukunya," jelas dokter.

"Baik dok, terima kasih," jawabku.

Keluar dari ruangan dokter, suamiku mengambil obat yang diresepkan dokter pada apotik klinik, setelah itu kami segera pulang.

"Bunda, ayah ke kantor dulu ya, bunda istirahat dirumah, jaga calon baby ayah baik-baik, bunda ga boleh capek-capek, pokoknya ga usah ngapa-ngapain yah? Kalau ada yang ingin di makan, chat ayah, ok," ucapnya yang sudah berada di ambang pintu rumah.

"Ok sayang," jawabku.

Aku senyun-senyum sendiri melihat foto USG yang warnanya hitam putih itu, tak lupa ku abadikan, ceklek, dan ku kirim ke mertua, kakak ipar juga orang tuaku.

[Kamu hamil nak?] Pesan dari Ibuku.

[Bapak mau punya cucu ya?] Pesan dari bapakku, kebetulan ini cucu pertama bagi orang tuaku, jelas mereka sangat antusias.

[Syukurlah, bapak akan punya cucu lagi.] Pesan dari bapak mertuaku. Sedangkan ibu mertuaku tidak memegang ponsel, jadi jika aku ingin bicara dengannya, selalu melalui nomor bapak mertuaku.

[Syukurlah dik, sehat selalu ya, kakak dan semua selalu doakan yang terbaik untuk adik dan calon ponakan kakak, semoga bisa pindah Bali cepat ya.] Pesan dari kakak iparku.

Semua ku balas satu persatu pesan mereka. Dulu aku sempat berfikir, aku tidak akan bisa hamil karena jadwal datang bulanku tidak pernah teratur. Syukurlah, Tuhan memberiku rejeki begitu cepat.

[Sayang ....] Send, aku mengirim pesan kepada suamiku.

[Iya bun, gimana?] Secepat kilat pak suami membalas pesanku, tumben sekali, biasanya malas.

[Pengen bakso ayam yah.] Send, tiba-tiba aku menginginkan bakso ayam, membayangkan bakso ayam rasanya benar-benar membuat air liurku menetes.

[Cari dimana bun? Disini ga ada yang jual bakso ayam.] Selama disini, aku memang tidak pernah menemukan penjual bakso ayam, yang ada hanya bakso sapi dan bakso rusa.

[Coba tanya-tanya dulu ayah, cepat.] Send, aku mengirimkan pesan lagi.

5 menit suamiku sudah berada di ambang pintu, langkahnya cepat bergerak, masuk ke dalam kamar menemuiku yang berbaring.

"Ayok, kita cari," Ucapal suami, aku hanya bisa nyengir memperlihatkan gigiku, kemudian bangun, dan beranjak mengikuti suami.

Keliling desa, smua penjual bakso ku hampiri, sama sekali tidak ada yang menjual bakso ayam, akhirnya, bakso rusa menjadi pilihan terakhir, yang penting bakso gumamku.

"Ini bun, coba ya, maem dulu." Suamiku menyiapkan semua untukku setelah kami sampai di rumah.

"Ayah ...." lenguhku pelan ketika melihat bakso dalam mangkok.

"Kenapa bun? Makan, enak kok," ucap suami.

"Yahh, yang ada di bayangan bunda itu rusa yah, itu binatang rusanya, bunda ga mau makan, hiks ... Hiks ...." Aku terisak dan menjauhkan mangkok baksonya.

"Astaga bunda, ya udah yang lain aja ya? Mau?" Suami membujukku lagi.

"Ini aja deh yah, baksonya." Aku tarik lagi mangkok bakso yang sudah ku jauhkan, ku cicipi kuahnya, ku cicipi sedikit pentolnya. Setelahnya ku hempaskan.

Suamiku hanya bisa geleng-geleng kepala memperhatikanku.

Bersambung....