webnovel

Possessive Wife

Kisah drama keluarga, seorang istri yang memiliki sifat posesif dari suami yang sangat penyabar..

Christina_240986 · Teen
Not enough ratings
12 Chs

Bab 10

Tidurku nyenyak, sejak tahu hamil aku paling doyan tidur sambil megangin tangan suami, langsung lelep dan mimpi indah. Bahkan mual muntah pun tidak kurasakan lagi, yang paling berubah adalah selera makanku yang makin bertambah, juga makanan kesukaanku.

"Tuan putri sudah bangun?" tanya suamiku yang sudah selesai memasak, aku malah asik malas-malasan di tempat tidur sambil sesekali menggeliat.

"Ayah, maaf ya, bunda telat bangun, bunda ga masak lagi, malah ayah yang sibuk masak." Ada rasa bersalah di hatiku, kenapa aku jadi makin manja gini ya. Padahal sebelum nikah aku cewek pekerja keras.

"Tidak apa-apa sayang, sarapan dulu sana," ucap suamiku.

"Iya, bunda mau bersih-bersih rumah dulu yah, ga bisa lihat rumah berantakan." Aku beranjak dan mulai mengambil sapu.

"Jangan capek-capek ya, pi mandi dulu," ucap suamiku yang langsung meninggalkanku ngeloyor masuk ke dalam kamar mandi.

Apa aku salah dengar ya? Tadi suamiku bilang pi mandi dulu? Pi? Pi apa? Papi? Sejak kapan panggilan ayah jadi papi? Aduh, siapa yang dia ajak papi mami papi mami? Kok jadi papi mami?

Aku yang sudah kalang kabut kepanikan, cemburu, hati panas terbakar tak tenang, ku ambil ponsel suamiku yang masih tergeletak di tempat tidur. Ku periksa semua pesan WhatsAppnya, pesan di sms, pesan di messenger, ga ada yang aneh, yang chat smua laki-laki. Apakah ada pesan lain yang di hapusnya? Kembali ku periksa semua nomor ponsel di phone booknya, tidak ada nama perempuan.

Aku teringat cerita salah satu ibu-ibu disini yang suaminya berselingkuh, dan sang suami menyimpan nama perempuan selingkuhanny dengan nama laki-laki di kontak ponselnya. Apakah suamiku juga seperti itu? Sekaki lagi aku periksa nama-nama yang tertera disana, ku perhatikan kontak whatsapp-nya juga, masih sama, tidak ada yang aneh.

Atau dulu suami panggilan ke pacarnya si ono itu, papi mami gitu? Trus suami lupa kalau sama aku dia panggilannya ayah bunda? Atau suami masih inget sama mantannya?

Fikiranku berkecamuk kemana-kemana, ku letakkan lagi ponsel suami di posisi semula. Bergegas ku kerjakan pekerjaan rumahku sembari menunggu suami selesai mandi. Gimanapun aku harus minta penjelasan padanya, siapa yang memanggilnya papi.

Jangan sampai aku kecolongan, ini tidak boleh terjadi, tak boleh ada pelakor diantara kita. Oh Tuhan, selamatkan rumah tanggaku yang baru seumur jagung, gumamku dalam hati.

Setelah selesai bebersih rumah aku pergi ke dapur dan menikmati sarapanku. Masakan suami adalah masakan terenak yang ku makan, pokoknya masakanku kalah jauh. Aku tak pernah menduga memiliki suami yang bak koki, memiliki keahlian lebih dalam hal memasak.

"Bun, ayah kantor dulu ya?" pamit suamiku.

"Iya, ayah sudah sarapan?" tanyaku sembari menikmati sarapanku sendiri.

"Tadi setelah masak ayah langsung sarapan, bun."

"Ohh ... Ya sudah, met kerja, ayah ...."

"Ehh, ayah, sebentar." Aku berusaha mencegahnya, aku harus menanyakan apa yang ku curigai tadi, masalah papi, ya papi, siapa yang memanggilnya papi, tapi suamiku keburu pergi.

Apa aku tanya lewat chat aja ya? Tapi pasti nanti ga di balas, dia kan pelit balas chat istri, memang, suamiku pelit sekali balas chat istri, beda kayak dulu, awal-awal ketemu lagi, ihhh, benar-benar membuatku jengkel, seakan-akan tidak sayang.

Aku buka lagi profil si mantan pak suami, kepo sama status-statusnya, apakah ada yang di komentari suami atau engga. Aku baca smua dari awal mereka pacaran, hanya si cewek yang antusias bikin status juga tak satupun ada komentar dari pak suami. 1 lagi, dia manggil suamiku dulu abang, trus yang papi papi itu siapa?

Ahhh, bikin kepalaku pusing sendiri, aku letakkan lagi ponselku kembali di sisi kiriku, mataku begitu terasa mengantuk, ahh ... Sejak hamil hobbyku tidur dan makan, padahal suami selalu melarangku untuk tidur di pagi hari.

*****

"Bunda, sudah sore, bangun gih." Terdengar sayup-sayup suara suamiku membangunkan tidurku.

"Ayah...." lenguhku memanggilnya perlahan.

"Bangun sayang, sudah sore, mandi gih," ucapnya lagi.

"Ayah, bunda mau nanya," ucapku lagi sambil membangunkan tubuhku. Mataku belum terbuka lebar.

"Nanya apa? Sana mandi dulu, nanti sudah selesai mandi baru ngomong yah, sekalian jalan sebentar, ayah ajak bli gorengan," bujuknya.

Ku turuti kemauan suamiku, aku bergegas membersihkan diriku, mengganti pakaian dan sedikit berdandan. Entah kenapa aku selalu minder dengan diriku sendiri, merasa jelek, tak cantik dan tak pantas jadi istri dari suamiku.

"Sudah siap? Kita jalan ya?" ajak pak suami, aku tersenyum dan manggut-manggut sebagai tanda setuju dengan ajakannya.

Kali ini, kami makan nasi goreng di salah satu warung yang ada disini, sederhana saja, yang bikin istimewa itu adalah harganya, disini harga apa-apa selalu 2 kali lipat lebih mahal di bandingkan di daerah asalku, Bali.

"Bunda tadi mau nanya apa?" tanya suamiku setelah dia menghabiskan makanannya, sedangkan aku sendiri masih asik menikmati makan malamku.

"Kita pulang dulu aja, nanti sampai rumah tanyanya ya?" ucap pak suami lagi, ia berdiri membayar makanan yang sudah kami habiskan.

"Yah, beli gorengan jadi kan?" Bujukku.

"Bunda mau? Belum kenyang?" tanya suamiku lagi.

"Kok ayah pakai nanya? Kan tadi janji mau beli gorengan, jangan pelit-pelit gitu ah, cuma mau beli gorengan kok pelit sih?" Aku memasang wajah cemberutku.

"Bukannya pelit sayang, kalau bunda masih pengen, ayok beli. Ayah belikan kok." Dengan sabar suamiku akhirnya mengajakku membeli gorengan.

Sampai dirumah aku tak menyia-nyiakan waktuku. Seraya menonton tv dan mengunyah gorengan aku melemparkan pertanyaan yang sudah kupendam sedari tadi pagi.

"Yah, bunda jadi mau tanya," ucapku.

"Tanya apa sayang?" Pak suami meletakkan ponselnya dan menatap ke arahku.

"Tadi pagi ayah ada bilang gini kan 'pi mandi dulu ya' ayah inget ga? Itu ayah siapa yang panggil ayah papi? Mantan ayah dulu sama ayah papi mami? Kok kebawa sih? Ayah lupa ya kalau sekarang ayah sudah sama bunda? Ayah masih mikirin dia?" tanyaku panjang lebar.

"Hahahahaha ... Hahahhaaa ... Hahaa ... Bunda lucu ah ... Astaga bunda ...." Suamiku terkekeh, terpingkal-pingkal menertawakanku, aku tidak paham kenapa dia bukanya menjawab malah menertawakanku.

"Bun, pi itu bukan artinya papi, itu bahasa papua, pi itu artinya pergi, pergi mandi dulu ya, gitu maksud ayah tadi," Jelas suamiku lagi.

Aku yang memang baru menetap di Papua, tidak percaya begitu saja dengan jawanan suami. Bisa saja kan dia bohong.

"Ayah bohong ya?" tuduhku.

"Besok tanya sama ibu-ibu yang lain gih, biar jelas, hahahaha ... Hahahah ...." Suamiku kembali terkekeh mengingat pertanyaanku tadi.

Fikiranku menerawang jauh, bagaimana bisa pi menjadi pergi? Di ambil darimana? Itu mustahil.

Bersambung....