Rowena yang baru bangun tidur berjalan ke arah ruang makan untuk sarapan sembari menggosok kedua matanya. Sesampainya di ruang makan ia tidak sengaja menabrak tubuh seseorang. Rowena pun mencoba menengadahkan wajahnya ke wajah orang yang ditabraknya.
"Oh, ternyata Helios." Rowena mendadak terkejut. "Apa? Helios? Bagaimana kau bisa ada disini? Bukannya kau seharusnya ada di istana?"
Pangeran Helios duduk di salah satu kursi yang ada di ruang makan itu dan tertawa cekikikan melihat tingkah konyol Rowena. "Grand Duchess Erica, kenapa kau begitu terkejut melihatku disini."
Rowena ikut duduk di samping Pangeran Helios. "Hey, jika kau memanggilku dengan sebutan 'Grand Duchess' lagi maka aku tidak akan segan-segan untuk memanggilmu Yang Mulia Pangeran Helios!"
"Ayolah, aku hanya bercanda saja, Rowena. Kenapa kau sangat sulit untuk diajak bercanda?" balas Pangeran Helios yang tengah mengambil beberapa roti tawar ke dalam piringnya.
Sir Damian memasuki ruang makan dengan keadaan keringat yang bercucuran di sekujur tubuh sambil membawa pedang kayu di tangan kanannya. Melihat Pangeran Helios yang tengah bercanda dengan adiknya membuat dirinya kesal. Ia pun langsung memukul kepala Pangeran Helios dengan pedang kayunya.
"Apakah keuangan di istana pangeran sudah habis sehingga Pangeran mahkota datang pagi-pagi ke rumahku hanya untuk sarapan?" sindir Sir Damian.
"Marquess Squella, kau tidak perlu khawatir tentang kondisi keuangan di istanaku. Setelah mengikuti perang, harta di istanaku semakin bertambah banyak. Saking banyaknya sampai aku hampir berpikir untuk menaruh hartaku di kediamanmu ini," balas Pangeran Helios yang juga tidak mau kalah.
Sir Damian berpura-pura tertawa. "Tentu saja boleh. Jika anda menaruh harta anda di kediamanku, otomatis semua harta itu akan menjadi milikku. Lalu seperti yang anda katakan barusan kalau harta kekayaan anda sangat banyak, alangkah lebih baiknya anda kembali ke istana anda dan minta koki istana untuk menyiapkan makanan untuk anda."
"Harusnya anda merasa terhormat Marquess Squella karena seorang Pangeran Mahkota dari Kekaisaran ini bersedia untuk sarapan bersama dengan anda. Bukankah anda sangat kejam karena telah mengusir seorang pangeran yang hanya ingin sarapan disini? Coba kau pikirkan bagaimana jika orang-orang tahu tentang hal ini, pasti Marquess Squella akan menjadi bahan pembicaraan para bangsawan itu," ujar Pangeran Helios sembari memasukkan sebuah roti tawar ke dalam mulutnya.
"Jika ada orang yang melakukan kudeta maka anda harus tahu kalau itu mungkin saja adalah aku, Yang Mulia Pangeran. Tinggal di kekaisaran ini membuatku tampah pusing. Apakah aku harus pindah ke kekaisaran Odelette?"
Rowena yang sudah memegang handuk kering di tangannya langsung menghampiri Sir Damian dan mengeringkan rambut kakaknya dengan lembut. Pertengkaran ringan antara Sir Damian dan Pangeran Helios pun berhenti sejenak. Ekspresi wajah Sir Damian yang tadinya terlihat kesal berubah menjadi senyuman bahagia saat Rowena mengelap keringat di wajah dan tubuhnya.
"Rowena, kau benar-benar adik yang sangat baik dan manis. Kemarahanku saja langsung mereda saat kau berinisiatif untuk mengelap keringatku seperti ini. Aku jadi terharu," ucap Sir Damian yang terus membual.
"Berhentilah bertengkar dengan Helios, Kakak. Selepas itu habiskanlah sarapanmu," ujar Rowena.
Sir Damian mengikuti perkataan Rowena. Setelah badannya sudah cukup kering, ia langsung duduk di kursi utama yang ada di meja makan yang panjang itu. Ia mulai mengambil roti yang ada di atas meja dan menyantapnya dengan tenang.
"Ngomong-ngomong ada urusan apa sampai kau datang kesini sepagi ini, Helios?" tanya Rowena yang tengah mengunyah makanannya.
"Ternyata kau sadar ya kalau ada tujuan tertentu dibalik kedatanganku ke sini," canda Pangeran Helios.
Rowena dengan anggun meneguk teh yang ada di cangkirnya lalu meletakkannya kembali di atas meja makan itu. "Tentu saja. Jika tidak akan kepentingan, mana mungkin seorang Pangeran datang mengunjungi kediaman Marquess sepagi ini."
"Ayahku telah mengangkatmu menjadi komandan pasukan biru dan dia ingin mengundangmu ke sana untuk membicarakannya lebih lanjut dan makan malam bersama."
"Aku pergi ke istana sendirian?" tanya Rowena lagi.
"Tidak perlu khawatir, Rowena. Aku akan menemanimu saat menemui Baginda Kaisar maupun makan malam," sahut Sir Damian.
"Marquess Squella, apakah anda lupa kalau nanti pasukan merah akan melakukan pemeriksaan di ibu kota?" ujar Pangeran Helios sambil menyeringai.
"Sialan kau! Harusnya kau membiarkanku untuk berlibur sejenak setelah mengikuti perang selama bertahun-tahun. Kau benar-benar atasan yang sangat buruk," komplen Sir Damian.
"Kalau begitu nanti siang aku akan berangkat sendiri ke istana."
Sesuai ucapannya, Rowena datang ke istana Kaisar dengan memakai gaun berenda berwarna merah. Tadinya ia ingin mengenakan seragam ksatrianya, hanya saja ia masih belum dapat bekerja dengan resmi sehingga ia harus mengurungkan niatnya untuk mengenakan seragam itu.
Istana Kaisar benar-benar sangat besar. Disana ada banyak orang yang berlalu-lalang. Istana itu dapat dipastikan isinya hanya ada orang yang sibuk. Suasana disana membuat Rowena sendiri merasa sangat tegang. Apalagi orang-orang disana nampak sangat suram wajahnya, mungkin karena pekerjaan yang harus mereka tanggung sangat banyak.
Rowena terus berjalan ke arah ruang kerja Kaisar. Saat itu ia tidak sengaja berpapasan dengan seorang pria berambut merah dan memakai pakaian formal yang biasanya hanya dipakai oleh pangeran-pangeran dari kerajaan termasuk Helios. Pria itu langsung menarik tangannya Rowena. Otomatis Rowena langsung menoleh ke arah pria itu.
"Tuan, bisakah anda melepaskan tangan saya?" ucap Rowena sembari tersenyum dan berusaha menjaga tata kramanya.
"Sebelum aku melepaskan namamu, bisakah aku tahu namamu, Lady? Aku baru pertama kali melihatmu disini dan kamu sangat menarik perhatianku," ujar pria itu.
Setelah melihat wajahnya lebih jelas dan kelakuannya, Rowena tahu siapa pria yang tidak mau melepaskan tangannya itu. Pria itu adalah Diego Odelette de Pauline, Pangeran Mahkota dari Kekaisaran Odelette.
"Bagaimana kalau kau melepaskan tanganku lebih dahulu, maka nanti aku akan memberitahukan namaku, Yang Mulia Pangeran Mahkota Diego Odelette de Pauline?" tawar Rowena yang masih berusaha sabar.
Mata Diego tiba-tiba menjadi berbinar. "Wah, bagaimana kau bisa nama sampai gelarku? Bahkan kau juga tahu nama panjangku. Apakah kau salah satu dari banyaknya penggemarku yang ada di Sunverro atau jangan-jangan kau memendam rasa padaku? Tenang saja aku juga tertarik padamu kok."
Rowena menatap pria itu dengan tatapan jijik. "Aku tahu dirimu dari Helios eh maksudku Pangeran Helios. Lalu rambut merahmu yang mencolok itu membuatku semakin mudah untuk mengenalimu. Kalau begitu cepat lepaskan tanganmu."
"Apa yang Helios ceritakan padamu tentang diriku?"
"Pangeran yang masih belum menikah di usianya yang sudah mencapai 24 tahun dan katanya juga kau tidak menyukai wanita dan hanya menyukai pria."
"Fuck! Si sialan itu mencemarkan nama baikku," umpat Diego.
Tiba-tiba saja tangan Rowena sebelah kiri dipegang oleh seseorang. Rowena menoleh ke arah orang itu, ternyata itu adalah Pangeran Helios.
"Lepaskan tangannya, Diego!" bentak Pangeran Helios.
"Baiklah... Baiklah..." balas Diego yang langsung menyerah setelah kedatangan Pangeran Helios.
"Ayo, kita segera pergi! Ayahku sudah menunggumu dari tadi." Pangeran Helios menggandeng tangan Rowena dan berjalan meninggalkan Diego.
"Sebelum kau pergi beritahu namamu dulu, nona," teriak Diego.
"Aku hanyalah orang rendahan, Yang Mulia. Namaku juga tidak terlalu penting, namun jika kau sangat ingin tahu namaku, cari tahu saja sendiri," balas Rowena.