Beberapa hari berlalu ....
Clarissa sedang berdiri bersama Daisy di teras lantai atas, melihat pemandangan langit senja sambil menikmati secangkir teh hangat yang mereka bawa masing-masing.
"Hari berlalu begitu cepat," gumam Daisy dengan lesu, mengingat janji Alexander yang akan menemuinya setelah satu Minggu sejak pertama kali mereka bertemu. Sekarang sudah lebih dari satu minggu namun pria itu tak datang, membuatnya merasa bahwa pria itu hanya ingin memikatnya dengan janji yang tak pernah akan ditepati.
"Rasanya seperti baru kemarin aku diseret ke sini oleh madam Nicole, tapi nyatanya itu sudah satu tahun," sahut Clarissa, mengingat awal mulanya bisa berada di rumah bordil itu. "Madam menjanjikan sebuah pekerjaan yang bagus untukku, tapi ternyata itu tidak sesuai dengan ekspektasi ku. Dia mengambil ku dari jalanan, lalu membawaku ke sini dan ternyata ... Aku hanya dijadikan budak sex para pria ... Terkadang aku ingin kembali menjadi gembel saja daripada begini," lanjutnya dengan lesu, menatap awan senja merah yang indah yang membuatnya merindukan hidup bersama keluarga.
"Sebenarnya kamu bisa," ucap Daisy.
"Kita bisa, tapi butuh rencana yang matang. Misalkan saat kita melayani customer di sebuah tempat, lalu kita kabur," ucap Clarissa, melirik Daisy yang tampak tidak bersemangat. "Tapi kenapa kamu tidak melakukan itu saat tuan Alexander membawamu keluar dari sini? Kamu bisa saja kabur saat itu ... Mungkin kamu tidak akan mendapat perlakuan tidak menyenangkan dari Tuan Orlando dan tidak akan mendapatkan hukuman terus-menerus dari madam."
Daisy tersenyum tipis, menyeruput tehnya lalu melirik Clarissa yang terlihat anggun dengan rambutnya yang panjang dan lurus, memakai terusan dress putih dengan lengan tertutup.
"Kalau saat itu aku kabur, itu berarti kamu di sini tidak punya teman lagi," ucapnya dengan santai. "aku tidak mungkin mau meninggalkan tempat ini tanpa kamu. Kamu adalah yang terbaik untukku ... Aku selalu membayangkan bagaimana situasimu di sini tanpa aku," lanjutnya.
"Yeah, kita adalah bestie," sahut Clarissa dengan sedikit terkekeh, melirik Daisy yang begitu santai memakai celana pendek abu-abu dipadu dengan tanktop crem dengan lingkar pinggang terbuka lalu membiarkan rambutnya tergerai begitu saja. "Aku juga tidak akan tinggalkan tempat ini tanpa kamu. Bagaimana pun caranya kita harus selalu berjuang bersama."
"Itu sebabnya, aku juga menolak ajakan Richard. Dia benar-benar aneh dan bersikap sok pahlawan padahal dia tak punya kemampuan," ucap Daisy, kembali menyeruput tehnya sambil mengingat momen beberapa kali terjadi pertemuan antara dirinya dengan Richard di dalam kamar. "Dia membeli aku, tapi dia tidak ingin aku layani. Dia hanya mengumbar janji yang sangat sulit untuk kupercaya," lanjutnya.
"Tapi mungkin dia sungguh-sungguh ingin menolongmu," sahut Clarissa, sudah tau bagaimana wajah Richard karena beberapa kali pria itu datang lagi untuk memesan Daisy.
"Kurasa itu percuma. Madam akan menyuruh Jacob dan lainnya untuk mendapatkan aku lagi, lalu aku akan berakhir dengan penyiksaan. Dan mungkin Richard juga akan menjadi korban kekejaman madam ... Pergi dari sini tanpa pemikiran yang mantap sangatlah beresiko." Daisy mengingat tentang Orlando yang juga memegang kendali beroperasinya rumah bordil itu. "Jika kita melapor pada polisi tentang apa yang dilakukan pada Madam Nicole maka itu percuma saja karena Orlando pasti akan melindunginya. Tua bangka itu pasti akan meminta rekan-rekannya untuk menutupi apa yang terjadi di sini."
"Dia tidak datang ke sini lagi setelah kamu menggigitnya," ucap Clarissa, membayangkan bagaimana nasib Orlando saat ini.
Daisy tersenyum tipis, mengingat malam terjadinya pergulatan sengit antara dirinya dengan Orlando.
"Mungkin dia belum sembuh ... Atau mungkin dia sedang pergi ke luar kota untuk menghindari istrinya supaya istrinya tidak melihat barang berharganya terluka ... Dia pasti harus libur bercinta sampai sembuh atau mungkin melakukan sunat ... Aku sangat puas membuatnya terluka," ucapnya dengan sangat puas.
"Kuharap Aku tidak pernah melayaninya lagi. Dia benar-benar gila. Dia tidak akan pernah meraih kepuasan sebelum melihat aku menangis atau kelelahan ... Itu seperti fetishnya ... Benar-benar aneh," sahut Clarissa kemudian kembali menyeruput tehnya sambil menatap pemandangan hingga perhatiannya tertuju pada sebuah mobil yang memasuki area rumah bordil itu. Dia terus memperhatikan mobil itu karena terasa tidak asing baginya, hingga akhirnya dia melihat seorang pria yang turun dari mobil itu ternyata adalah Pierce. "Oh my God ... Dia datang lagi!"
"Siapa?" Daisy menatap ke arah halaman, melihat Pierce membukakan pintu penumpang hingga seseorang keluar dari sana. "Alexander ... Dia benar-benar datang ..."
"Jadi itu yang namanya Alexander?" tanya Clarissa, terus menunduk menatapi Alexander dan Pierce dengan begitu serius.
"Ya, sebelum dia melepaskan aku kembali ke tempat ini dia berjanji akan datang lagi dan menjanjikan kebebasan untukku," jawab Daisy dengan gusar, melirik Clarissa yang sejak awal sudah sangat menginginkan Pierce. "Jika dia memang datang ke sini untuk membebaskan aku maka aku akan menolak, dan jika dia hanya ingin membeli aku semalam saja, aku akan berusaha merayunya untuk menyarankan Pierce untuk membeli kamu," lanjutnya.
"Jangan jangan lakukan itu ... Aku tidak mau seseorang terpaksa membeli aku lalu menyiksaku," seru Clarissa dengan tatapan yang berubah menjadi sedih. "Jika Tuan Alexander benar-benar akan membebaskanmu dari sini. Kamu harus mau, Karena itu adalah kesempatan. Aku juga tidak ingin Pierce membeliku karena aku juga tidak yakin dia baik ... Dia memang tampan tapi aku khawatir dia seperti tuhan Xavier atau Tuan Orlando."
"Tidak, Aku tidak akan pernah meninggalkan tempat ini tanpa kamu. Dan aku juga tidak bisa mempercayai Tuan Alexander begitu saja ... Aku tidak akan terpesona, karena manisnya janji pria tidak bisa dipercaya ... samasekali tidak!" Daisy menegaskan, tidak ingin melihat Clarissa sedih.
"Tapi, Daisy ..."
"Jangan terlalu percaya bahwa dia akan membebaskanku dari tempat ini karena Madam akan meminta uang padanya sangat banyak sehingga dia tidak akan pernah memberikan uang itu. Aku yakin dia hanya akan menggunakan aku selama satu malam lalu mengembalikan aku ke sini lagi seperti sebelumnya ... Pria sempurna seperti dia tidak mungkin mau membeli sampah sepertiku," ucap Daisy dengan agak kesal, karena Clarissa ingin dia bebas sedangkan dirinya sendiri belum tentu bisa bebas. "Sebaiknya kita masuk sekarang. Aku ingin mendengar apa yang dia bicarakan dengan madam," lanjutnya kemudian berjalan kembali memasuki ruangan.
Clarissa menghela napas, segera mengikuti Daisy memasuki ruangan lagi. Dia jadi penasaran dan ingin segera ke lantai dasar, melihat Pierce yang mungkin berada di ruang tengah sedang bertransaksi dengan Nicole. Gadis itu masih berharap bahwa pria pujaannya akan membelinya, setidaknya dia bisa merasakan bagaimana rasanya bercinta dengannya, tapi ada juga rasa takut mendapat penyiksaan karena dia belum terlalu mengenalnya.
___
"Sepakat, dan jangan katakan ini pada Daisy," seru Alexander dengan tegas, menatap Nicole yang tersenyum puas sambil menatap tas yang sedikit terbuka.
Nicole kembali menutup tas itu, lalu menyembunyikannya di belakang punggungnya saat dia melihat Daisy dan Clarissa datang dari arah tangga.
"Ah, dia sudah datang," ucap Nicole, lalu melirik Jacob yang berdiri di samping sofa. "hey, sebaiknya kamu suruh dia berkemas. Tidak perlu membawa banyak pakaian," lanjutnya.
"Baik, madam," sahut Jacob, segera menghampiri tangga, menyambut Daisy dan Clarissa.
Alexander dan Pierce menatap Daisy seperti tak berkedip, seperti sungguh terpesona pada mereka.
"Ada apa?" tanya Daisy dengan tatapan menyelidik.
"Kamu harus bersiap, malam ini kamu bermalam dengan tuan Alexander," jawab Jacob dengan tatapan datarnya.
Daisy melirik Alexander yang tersenyum padanya, membuatnya agak muak dengan tatapan dan senyuman itu. Tapi setidaknya dia merasa lega, karena Jacob berkata bahwa dia hanya bermalam dengan pria itu, tidak dibeli untuk selamanya karena dia tidak ingin pergi tanpa Clarissa.
"Daisy, sebaiknya kamu segera bersiap, tuan Alexander tidak punya banyak waktu untuk menunggu mu," ucap Nicole dengan lembut.
Daisy hanya diam, merasa ingin muntah melihat sikap Nicole yang begitu lembut padanya karena kenyataannya sangat berlawanan.
"Ayo, aku akan bantu kamu bersiap," seru Clarissa sedikit berbisik.
"Tidak, kamu duduk saja di samping madam, atau di manapun supaya Pierce tertarik untuk membeli mu," sahut Daisy lirih lalu segera berjalan menuju kamarnya.
Clarissa melirik Pierce yang menatapnya dengan tatapan datar, membuatnya merasa pesimis. Dia pun memilih untuk mengikuti Daisy ke kamar, karena tidak merasa akan dibeli oleh pria itu. Hmm, tapi bukankah mereka saling menginginkan? Atau mungkin Pierce berubah pikiran?