Bukannya langsung bersiap-siap, Daisy malah duduk di ranjang dengan posisi meringkuk dengan lutut ditekuk. Gadis itu meremaa rambutnya dengan frustrasi, merasa sangat lelah oleh takdir, dengan kehidupan saat ini. Bayangan masa lalu yang kelam kembali muncul di benaknya, membuatnya merasa sangat sakit hingga ingin memutar waku agar tidak berada di kondisi yang sekarang.
____
Flashback on
Uhukk... uhukk...
Devan beberapa kali batuk, bahkan sering mengeluarkan darah akibat batuk itu. Wanita itu sedang berbaring di tempat tidur berukuran sedang dengan sprei putih kekuningan, dan tentu saja dengan Daisy yang terus menatapnya dengan khawatir.
"Apakah ibu baik-baik saja?" tanya Daisy.
Deven menarik nafas yang terasa sesak, suhu tubuhnya pun tidak menentu, tidak jelas. wajahnya pucat dan sedikit berkeringat, rambutnya terlihat acak-acakan seperti jarang disisir, bahkan tubuhnya terlihat sangat kurus.
"ibu baik-baik saja, Nak….kemarilah, mendekatlah pada ibu," katanya sambil mengulurka tangannya pada Daisy.
Daisy mendekati Deven, meletakkan kepalanya di pelukan ibunya, dan memeluknya. Dia mendongak menatap ibunya dengan cemas, merasakan napasnya menjadi lebih cepat dan tubuhnya seperti gemetaran.
"Pegang tangan ibu," teriak Devan.
Daisy segera mentautkan jari-jarinya dengan ibunya, masih menatapnya dengan semakin ketakutan dan sedih.
"Kamu harus berjanji, kamu akan menjadi gadis yang terhormat, selalu berhati-hati, dan tidak menerima laki-laki sembarangan untuk menjadi cintamu," seru Deven dengan napas yang sudah terasa semakin sesak. "Kamu harus berjanji untuk mencintai dirimu sendiri lebih dari mencintai pria yang belum tentu mencintaimu seperti kamu mencintainya….kamu harus menjadi wanita yang hebat sehingga tidak ada pria yang berani merendahkan atau melakukan apapun padamu."
Daisy hanya diam, tidak tahu harus berkata apa tetapi tangannya mulai bergetar, dan terus menjalin jari-jarinya dengan ibunya.
Deven menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan sambil memejamkan mata dan menangis tersedu-sedu. Dia mencium kening Daisy, lalu memeluknya dengan erat.
"Kamu harus berjanji... Jaga dirimu dan suatu saat nanti jadilah ibu yang baik. jadilah istri dari laki-laki yang menerimamu apa adanya... Jangan mudah percaya pada laki-laki," bisik Deven sambil menangis, menghela nafas yang mulai terasa sesak. "Kamu harus melawan kerasnya dunia ini. Lakukan yang terbaik.. dan jangan pernah menyerah. jangan pernah meninggalkan Tuhan, karena Tuhan yang akan selalu membantu kita," lanjutnya.
"Ya, Bu. Aku berjanji," bisik Daisy dengan suara bergetar, menatap ibunya dengan cemas.
----
Daisy kecil merasa nyaman dalam pelukan ibunya namun tiba-tiba dia tidak merasakan gerakan atau nafas dari ibunya, bahkan tangan ibunya tidak lagi memegang tangannya dengan erat. Dia mengangkat kepalanya, lalu melepaskan pelukannya dan langsung duduk menatap ibunya dengan cemas.
"Ibu...ibu..." Daisy dengan lembut menepuk pipi ibunya, berusaha membangunkannya tetapi tidak berhasil. Ibunya hanya diam dengan wajah sembab dan kusam bahkan semakin pucat.
"Bu... Bu, bangun!"
Daisy terus berusaha membangunkan ibunya dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya, memeluknya, dan menempelkan telinganya ke dada seolah ingin mendengar detak jantungnya. Gadis kecil itu juga meletakkan jari telunjuknya ke hidung ibunya untuk merasakan napasnya tetapi dia tidak merasakan apa-apa.
Takut, dan khawatir, itulah yang dirasakan Daisy. dia menyadari bahwa ibunya sudah meninggal, tidak bernafas dan jantungnya tidak lagi berdetak. dia mulai menangis, lalu memeluk ibunya dengan erat.
"Bu, ibu harus bangun. Bu, jangan tinggalkan aku!" kata daisy sambil menangis, dunianya seakan runtuh, membayangkan bagaimana dia akan melanjutkan hidupnya di dunia yang penuh dengan kekejaman dan kepalsuan tanpa ibunya lagi. dia melepaskan pelukannya, kembali berusaha membangunkan ibunya tapi tentu saja ibunya tidak bisa bangun karena sudah meninggal.
"Mungkin ibu masih bisa bangun jika aku terus memeluknya….mungkin Tuhan akan menolongku dan mendengar doaku, Tuhan tidak mengambil ibuku," bisik Daisy sambil menangis, lalu berbaring menggunakan tangan ibunya sebagai bantalan kepalanya, lalu memeluknya erat-erat. gadis itu memandangi wajah ibunya yang pucat dan sembab lalu dengan lembut mengusap air mata pipinya. "Bu... Ibu harus bangun. Aku takut... Aku sangat takut ... jika ibu pergi lalu aku dengan siapa ... Hanya ibu yang aku punya di dunia ini!"
Malam itu, Daisy terus memeluk ibunya tanpa melepaskannya sedetik pun. Gadis kecil yang malang itu terus berdoa agar Tuhan membangunkan ibunya lagi karena saat ini hanya Tuhan yang dia percayai hanyalah Tuhan yang dia percayai yang dapat membantunya membangunkan ibunya
keesokan harinya...
Daisy terbangun dan melirik ibunya yang masih terdiam dan juga tidak bernapas. Gadis kecil itu duduk dan menatap wajah ibunya yang semakin pucat, tangannya sangat dingin, bahkan dia bisa merasakan tubuh ibunya semakin kaku.
"Ibu, Sekarang apa yang harus aku lakukan? Aku tidak tahu harus berbuat apa… Mengapa ibu tega meninggalkanku… .mengapa Tuhan tidak menjawab doa-doamu dan doa-doaku?" tanya Daisy dengan air mata yang tak tertahankandia tidak tahu harus berbuat apa karena, di rumah sederhana yang hanya memiliki satu kamar dan jauh dari tetangga itu, dia hanya bersama ibunya. tidak ada orang lain, tidak ada yang dia kenal, karena mereka baru saja pindah ke sana setelah dipaksa pergi oleh Fernando dari rumah lama mereka.
tok... tok... tok
Daisy mendengar suara ketukan di pintu ruang tamu. Dia dengan cepat menyeka air matanya dan merangkak turun dari tempat tidur. Gadis malang itu berjalan keluar kamar, akhirnya tiba di ruang tamu dan membuka pintu utama.
ceklek...
"Hei, Daisy. Di mana ibumu?" tanya seorang wanita yang terlihat seumuran dengan Deven.
"ibu... ibu ada di kamar dan tidak bergerak lagi," jawab Daisy sambil menatap wanita yang mengenakan setelan santai abu-abu yang dipadukan dengan blazer merah marun.
Wanita itu langsung khawatir, lalu bergegas menuju kamar satu-satunya di rumah sederhana itu. Daisy pun mengikuti wanita itu dengan berlari-lari hingga akhirnya sampai di kamar.
"Deven...!"
Wanita itu langsung duduk di pinggir tempat tidur, lalu memegangi tubuh Deven yang sudah kaku, menatap wajahnya yang sangat pucat. Tadak dapat disangkal lagi, dia tahu bahwa wanita di depannya sudah meninggal.
"Ya Tuhan, sejak kapan ibumu seperti ini?" Dia bertanya, menoleh ke Daisy yang berdiri di samping tempat tidur.
"Sejak tadi malam," jawab Daisy sambil menundukkan wajahnya. "Kupikir dia akan bangun setelah aku memeluknya semalaman, tapi dia tidak bangun lagi," lanjutnya sambil menangis lagi.
wanita itu segera turun dari tempat tidur lalu menghampiri Daisy dan memeluknya, berusaha menenangkannya. Setelah itu, ia meminta bantuan warga untuk prosesi pemakaman Deven.
Daisy mau tidak mau terdiam saat beberapa warga datang membantu prosesi pemakaman ibunya. Dia duduk di tepi tempat tidur, membiarkan mereka melepas beberapa perhiasan selain pakaian di tubuh ibunya.
"Ini kalung ibumu," kata seorang laki-laki sambil menyerahkan kalung dengan liontin berbentuk kupu-kupu berwarna hitam kecoklatan.
Daisy segera mengambil kalung itu, lalu melihatnya. Dia kembali menundukkan kepala sambil menangis, sesekali melirik ibunya yang dibawa keluar kamar untuk dimandikan lalu disemayamkan oleh warga.
_____
Sore harinya setelah prosesi pemakaman selesai, Daisy kembali ke rumah bersama wanita yang sejak tadi bersamanya dan beberapa warga yang merasa tidak tega untuk meninggalkannya sendirian.
"Tidak mungkin dia tinggal sendirian di rumah ini, tidak ada yang memenuhi kebutuhannya, merawatnya….dia masih terlalu kecil untuk tinggal sendiri di sini," kata seorang pria yang hanya mengenakan celana hitam dan kaos merah.
"Aku ingin membantunya. Tapi situasiku juga cukup memprihatinkan.... aku hanya seorang tukang cuci dan
aku merawat anak kembar," kata seorang wanita paruh baya yang mengenakan setelan berwarna hitam.
"Aku juga tidak bisa," kata pria lain.
"Kalau begitu biarkan aku yang merawatnya karena aku cukup dekat dengan ibunya," kata perempuan yang pertama kali menemukan Deven meninggal itu.
"Kalau begitu jaga dia baik-baik..suatu hari kamu akan mendapatkan hikmah karena merawat seorang gadis yatim seperti dia," kata salah seorang pria dengan tersenyum lega.
Wanita itu mengangguk, lalu menghampiri Daisy yang sedang duduk di kursi. Dia berjongkok di depan gadis kecil yang lesu itu, lalu meraih tangannya.
"Sayang, aku harap kamu mau tinggal bersamaku.. kita tinggalkan rumah ini dan aku berjanji akan memberimu kehidupan yang lebih baik," katanya.
Daisy masih terdiam karena masih memikirkan ibunya yang kemarin masih ada di sampingnya namun kini sudah meninggal dan dikubur.
Wanita itu menghela nafas, lalu berkata, "ah. mungkin kamu bingung harus memanggilku bagaimana. Aku Nicole, kamu bisa memanggilku ibu karena mulai hari ini aku akan menjagamu seperti ibumu."
Daisy menggelengkan kepalanya karena merasa tidak ada yang bisa menggantikan ibunya meskipun wanita di depannya terlihat begitu baik.
"Daisy, lebih baik kamu ikut dengan nyonya Nicole. itu lebih baik daripada kamu tinggal di sini sendirian ... ..kamu harus membuktikan kepada mendiang ibumu bahwa kamu bisa menjadi gadis yang baik dan menjadi sukses," seru wanita paruh baya itu sambil mengusap lembut kepala Daisy.
"Aku berjanji, aku akan melakukan apapun yang terbaik untukmu termasuk membiayai sekolahmu.. kita tinggal di kota... aku punya rumah di sana dan aku juga punya beberapa anak di sana. Kamu bisa menjadi teman mereka dan kamu tidak akan merasa kesepian lagi….Aku bahkan bisa mengajakmu ke sini untuk mengunjungi makam ibumu jika kamu merindukannya," kata Nicole dengan tatapan sedih.
Daisy tetap diam dan termenung. Dia ingat kalimat terakhir yang dikatakan ibunya, ingat bahwa dia berjanji untuk mengikuti semua yang dikatakan ibunya. Gadis kecil itu memaksakan diri untuk mengikuti saran warga untuk ikut Nicole pindah ke kota lain.
Flashback off.