Daisy sedang berdiri di teras balkon, menyandarkan tubuhnya pada pagar pembatas sementara tatapannya tertuju pada bulan yang bersinar begitu terang. Melihat bulan yang hanya ada satu di dunia ini di alam semesta ini, membuatnya mengibaratkan dirinya adalah bulan yang tidak punya siapa-siapa yang harus tetap bertahan hidup sampai waktunya tiba Tuhan akan mengambil nyawanya.
'Semoga malam ini Clarissa baik-baik saja, semoga Xavier ataupun Orlando tidak datang untuk meminta pelayanan darinya,' batin Daisy, selalu memikirkan Clarissa yang menjadi langganan customer brengsek.
"Hey, ternyata kamu di sini."
Daisy menoleh, melirik Alexander yang datang menghampirinya dari arah pintu kamar. Dia pun memalingkan wajah, kembali menatap ke depan dengan perasaan yang malas karena sebentar lagi pastinya dia harus melayani pria itu, harus mendengar kata-kata manisnya yang sungguh membuatnya muak.
Alexander meraba pundak Daisy, lalu merangkulnya dari belakang. Dia menatap langit bersama gadis itu, sesekali mencium pipinya yang mulus.
"Apa kamu pernah membayangkan Bagaimana hidupmu jika kamu mendapatkan kebebasan?" tanyanya.
"Tidak," singkat Daisy lirih. "untuk apa dibayangkan? ... Itu hanya membuat aku stres karena angan-anganku itu belum tentu bisa aku wujudkan."
"Bagaimana jika seseorang dapat mewujudkannya? Apa yang akan kamu lakukan saat kamu benar-benar bisa bebas?" tanya Alexander lagi.
"Aku tidak tau," jawab Daisy, lalu berbalik memposisikan dirinya berhadapan dengan Alexander. "Berapa banyak uang yang kamu berikan pada madam Nicole?" tanyanya.
"Seperti biasanya, 10 ribu dolar," jawab Alexander.
"Besok kembalikan aku tepat waktu supaya kamu tidak perlu membayar lebih," seru Daisy, perlahan tangannya meraba dada Alexander yang kekar dan melepas kancing kemeja putihnya. "Sekarang jangan membuang-buang waktu. Biarkan aku melayani sesuai dengan tarif yang sudah kamu bayar," lanjutnya sambil fokus melepas kancing kemeja Alexander.
"Kamu tidak perlu seperti itu ... Menghabiskan waktu bersamamu bukan berarti harus selalu melakukan seks bersamamu. Aku tidak ingin membuatmu lelah," seru Alexander, menatap Daisy dengan tatapan begitu hangat seolah penuh dengan kasih sayang.
Daisy tersenyum tipis, merasa Alexander mulai menunjukkan sikap lembutnya. "Kamu bisa bilang seperti itu tapi ketika aku merayumu maka kamu akan tergoda."
"Kamu benar ... Bahkan seperti ini saja, hanya menatap wajahmu, aku sudah sangat bergairah," ucap Alexander dengan tatapan.
Daisy berhasil melepas seluruh kancing kemeja Alexander, lalu meraba bagian dadanya yang kekar dan terdapat sebuah tato bergambar bunga di bagian kanan dada.
"Kamu ingin berapa ronde malam ini?" tanyanya.
"Hanya satu," jawab Alexander.
Daisy tersenyum tipis. "Sungguh kamu hanya ingin satu ronde? Kamu menghabiskan 10.000 dolar hanya untuk satu ronde bercinta denganku?"
"Itu bukan masalah. Karena yang terpenting aku bisa bersamamu untuk meluapkan rasa rinduku ... Itu sudah lebih dari cukup," ucap Alexander, lalu menunduk sambil menyentuh dagu Daisy dan perlahan mendongakkan kepalanya hingga dia dapat melihat wajahnya begitu dekat bahkan hidung mereka mulai saling bersentuhan. "Aku benar-benar jatuh cinta pada kamu, Daisy ... Kamu harus percaya itu."
"Yeah, aku percaya," Daisy menjilat bibir bagian bawah Alexander dengan tatapannya yang begitu sensual. "Aku mempercayaimu malam ini saja."
Alexander menghela napasnya yang terasa tidak nyaman karena gairahnya sudah mulai bangkit. Dia merangkul Daisy, lalu menariknya menjauh dari pagar pembatas dan perlahan membopongnya dari depan seperti koala.
Daisy pun merangkulkan tangannya pada pada leher Alexander sementara kakinya merangkul pinggangnya supaya dia tidak terjatuh. Dia mencium bibir pria itu dengan agresif, sesekali beralih menciumi rahang dan pipinya hingga matanya terpejam dan merasakan pria itu membawanya masuk ke kamar.
Tiba di kamar, Alexander merebahkan tubuh Daisy di atas ranjang berukuran king size yang beralaskan sprei berwarna putih. Dia langsung mengungkung di atas tubuh gadis itu, menciumi lehernya dengan agresif sementara tangannya bergerak turun menyusup ke celananya, menemukan area kewanitaannya yang belum basah samasekali.
"Kurasa kamu butuh foreplay," ucapnya lirih.
"Yeah, lalukan jika kamu mau," sahut Daisy dengan suaranya yang berat karena gairahnya mulai bangkit. Dia membiarkan Alexander bergerak turun melepas celana hingga underwear nya. Gadis itu menunduk, menatap sang pria yang melebarkan pahanya kemudian menunduk menciumi area selangkangannya dengan sangat lembut. Dia tidak bisa memungkiri bahwa dia sangat menikmati perlakuan itu, karena biasanya dia hanya mendapatkan customer yang tak pernah mau memanjakannya.
"Do you like it, Babe?" tanya Alexander, mendongak menatap Daisy yang terlihat kenikmatan.
"Hmm," sahut Daisy.
"Kamu tidak akan pernah merasa bosan padaku, aku akan membuatmu kenikmatan berkali-kali," ucap Alexander, kembali menjilati kewanitaan Daisy dengan begitu lembut. Tangannya pun tak diam, melainkan melepas kancing dan resleting celananya hingga mengeluarkan kejantanannya yang sudah tegang.
Daisy terus mendesah, memejamkan matanya, sesekali juga membusungkan dadanya karena sangat merasa geli dan nikmat akibat perlakuan Alexander. Tubuhnya yang indah pun terasa gerah, membuatnya segera melepas pakaian atasnya dan membuangnya ke sembarang arah. Dia sedikit mengangkat punggungnya kemudian menarik bantal dan menggunakannya untuk bersandar, sehingga dia melihat dengan jelas bagaimana Alexander begitu memanjakan kewanitaannya hingga dia benar-benar sudah tidak tahan lagi.
"Oh, Alexander ... please stop!" serunya dengan tatapan memohon.
"Tidak, aku tidak akan berhenti sebelum kamu puas," sahut Alexander, terus menjilati kewanitaan Daisy dan juga menyusupkan dua jarinya di sana.
Daisy yang sungguh tidak tahan, memaksa untuk duduk dan menodong Alexander untuk berbaring dengan merentangkan kedua kakinya. Dia langsung merangkak di tengah kaki pria itu, menuju sasaran utamanya yaitu kejantanannya yang sudah tegang berdiri bagaikan rudal. Gadis itu langsung memijat kejantanan sang pria, lalu mengulumnya dan menjilatinya seperti ice cream. Gadis itu menunjukkan keliaran dan keahliannya dalam melayani pelanggan, seolah tidak merasa keberatan atau terpaksa karena gairah sudah mengalihkan semua rasa sakit hati ataupun kesedihannya.
Alexander mulai mendesah, memejamkan matanya karena begitu kenikmatan akibat ulah bibir, tangan dan lidah Daisy yang begitu memanjakan kejantanannya.
"Oh, please ... Sayang ... Teruskan!"
Daisy terus mengulum kejantanan Alexander dengan naik turun dan memijatnya juga.
"Ugh ..."
"Ayo sayang, teruskan."
"Yeah, aku melakukannya!"
Daisy menghela napasnya yang engap karena kejantanan Alexander memenuhi mulutnya. Dia melirik pria itu sangat kenikmatan hingga mendongak dan memejamkan mata. Wanita itupun tersenyum penuh kemenangan, terus melakukan aktivitasnya sampai Alexander tak tahan lagi.
"Stop, stop ... Biarkan aku masuk!" seru Alexander sambil beranjak duduk, melepas celananya dan membuangnya ke sembarang arah. Setelah celananya terlepas, dia kembali merebahkan tubuh Daisy dan mengungkung di atas tubuhnya. Dia segera membimbing kejantanannya yang sudah tegang ke area bagian sensitif Daisy yang belum terlalu basah sambil menciumi bibir hingga area lehernya.
"Aghh ...!"
Daisy tersentak merasakan kejantanan Alexander yang terasa besar untuknya, menyeruak ke arah rahimnya. Ini terasa berbeda, agak sempit karena beberapa hari dia tidak pernah bercinta.
"Ughh ... Sangat dalam!"
"Sangat ketat ...hemmm." Alexander mulai mendesah dan menciumi dada dan leher Daisy secara bergantian sambil menghentakkan kejantanannya dengan kuat. "Oh God ... Sangat nikmat ... Hemm ... I'm so lucky!"
Daisy menggigit bibir bagian bawahnya dengan napas yang mulai memburu akibat hentakan demi hentakan dari Alexander. Rasa panas mulai menerpa, membuatnya gerah sama seperti pria itu yang sudah terlihat gerah hingga mulai berkeringat dan mengkilap.
"So strong .. sexy ...ughh!" Daisy mengulurkan tangannya meraba dada hingga perut Alexander yang sixpack dan terasa kekar.
"Ehmm .. i love you so much!"
Alexander terus menghentakkan kejantanannya dengan kuat namun diakhiri dengan kelembutan, karena tidak ingin membuat Daisy kesakitan atau tidak nyaman .
"Tuan .. aku .. aku akan sampai..ughh!" Daisy mulai tidak tenang. Dia menarik Alexander dan mencium bibirnya dengan agresif, mata terpejam dan kakinya melingkari pinggang suaminya itu. "Astaga ...aku akan sampai!"
Alexander terus bergerak cepat namun tetap dalam posisi yang sama karena tidak ingin membuat Daisy kelelahan. Dia sungguh memperlakukan pelacur itu dengan lembut, penuh kasih sayang hingga sama-sama meraih puncak kenikmatan. Dia mengajak gadis bercinta hingga lagi dan lagi, seolah meluapkan kerinduannya yang tertahan selama seminggu. Hmm, dia ingkar janji, padahal tadi bilang hanya ingin satu ronde
___
Gery mengajak Clarissa berhenti di pinggir jalan yang sangat sepi tepat di dekat sebuah mobil yang tidak asing untuk Clarissa. Dia segera melepas seatbelt nya sambil melirik si pelacur yang malah hanya diam sambil menatapi mobil di dekat mereka.
"Ayo turun," ucapnya.
"Tapi kita akan ke mana?" tanya Clarissa, takut dan penasaran karena mobil yang dia lihat sungguh tidak asing.
"Aku tidak bisa jelaskan sekarang, tapi yang pasti kita harus turun karena aku tidak punya banyak waktu," jawab Gery kemudian segera turun dari mobil. "Oh ya, jangan lupa bawa tasmu juga," lanjutnya sebelum menutup pintu.
Clarissa terdiam dalam bingung mengenai apa yang terjadi dan sebenarnya apa tujuan Gerry? Gadis itupun melepas seatbelt nya dengan perlahan, lalu membuka pintu mobil. Dia segera turun tanpa lupa membawa tasnya, kemudian menutup pintu mobil itu kembali.
"Kemarilah, sebenarnya bukan aku customer mu," ucap Gerry, menarik Clarissa dengan pelan menghampiri sosok pria memakai kemeja putih dan celana hitam yang berdiri dengan posisi memunggungi mereka.
"Siapa dia?" tanya Clarissa, begitu penasaran dengan sosok yang berdiri sekitar 3 meter darinya.
"Dia akan memperkenalkan dirinya saat aku pergi," jawab Gerry dengan tersenyum.
Seketika Clarissa menatap Gerry dengan terkejut. "Kamu akan meninggalkan aku di sini bersamanya?" tanyanya.
"Ya, aku akan pergi karena sebenarnya dia yang membeli kamu, aku hanya perantara," jawab Gerry dengan santai kemudian melirik arloji hitam yang terpasang pada pergelangan tangan kirinya. "Aku harus pergi sekarang. Kamu tidak perlu takut karena dia adalah pria baik ... Maafkan aku karena telah membohongi kamu," lanjutnya kemudian kembali berjalan mendekati mobilnya.
Clarissa hanya bisa terdiam pasrah, menatap Gerry yang pergi begitu saja. Dia kembali menatap pria itu, merasa ingin menyapanya namun ragu. Gadis itu sungguh takut dan grogi, tak tau harus berbuat apa, dan pastinya dia sangat penasaran..