PRANGGGG...
Delice menjatuhkan mangkuk bubur yang baru saja di pegangnya. Langkahnya perlahan-lahan mendekat ke arah Naura. Sorot matanya, memandang Naura dengan tatapan berbinar.
Dimana sorot mata iblis yang beberapa menit lalu di lihat oleh Naura? Tatapan mata Delice cepat sekali berubah, melebihi cepatnya membalikkan telapak tangan.
"Coba katakan sekali lagi!" pinta Delice setelah kedua tangannya menggenggam pipi Naura.
"Yang mana? Aku mencintaimu?" tanya Naura.
"Bukan! Kata-kata terakhir!" pinta Delice penuh semangat.
"Ayo kita menikah!"
GREPPP...
Delice memeluk tubuh Naura begitu erat, seakan-akan tidak ingin melepaskannya sedetikpun. Delice tidak ingin, ketika pelukannya terlepas, Naura akan merubah keputusannya lagi.
"Biarkan aku memelukmu sebentar lagi!" bisik Delice.
***
MALAM HARI....
Naura tidak bisa merasakan sebuah ketenangan setelah berbicara mengenai pernikahan dengan Delice. Tubuh Naura mulai gemetaran penuh rasa takut.
"Bagaimana ini? Bagaimana kalau malam ini juga, Delice memintaku untuk menyerahkan diriku padanya? Bagaimana kalau dia tahu, aku sudah tidak...," ucapannya terjeda seperti tidak ingin menyebutkan bagaimana kotornya dirinya. "Bagaimana kalau Delice lansung mengeksekusiku? Apa aku tidak bisa merasakan cinta dalam hidupku sedikit lama?" gumam Naura.
CEKLEK...
"Na...,"
"HA?" Naura terkejut mendengar suara pintu terbuka dan yang lebih mengejutkannya, suara Delice yang menyebut namanya bahkan belum lengkap, sudah terpotong.
"Bersiaplah! Ikut aku makan malam di luar!" ujar Delice sembari menutup pintunya lagi.
"Tenang Naura, tarik nafas, buang! Lakukan sampai tenang," batin Naura.
Pilihan Naura jatuh pada celana brukat 3/4, dan juga atasan tanpa lengan dengan brukat yang sama. Pakaian sederhana namun membuatnya lebih leluasa bergerak.
"Pakai celana saja untuk antisipasi kalau Delice akan macam-macam. Kalau aku pakai dress, pasti memudahkannya," gumam Naura setelah bercemin berkali-kali.
KLOTAK... KLOTAK... KLOTAK...
Suara heels pendek yang di pakai Naura. seperti menggema di ruangan. Dengan wajah yang memerah, Delice tidak berhenti menatap Naura.
"Cantik! Cantik sekali!" bisik Delice.
"HA?" jawab Naura terkejut.
"Apa kalau sudah melamar seorang pria, semua wanita akan menjadi gagu?" batin Delice.
"A... Ayo..," ucap Naura gugup.
"Ayo!" Delice melingkarkan tangannya di pinggang Naura.
Mereka berjalan berdua, menempel bak perangko. Apalagi Delice, tidak ingin ada jeda jarak satu cm pun.
"Kemarilah!" pinta Delice.
"Hah?"
Delice masuk ke dalam mobil tanpa melepaskan tangan Naura. Naura tersentak, ketika Delice memintanya masuk mobil, tapi memberikannya kode untuk duduk di pangkuannya.
"Kenapa? Aku akan mengajarimu menyetir mobil," ucap Delice.
"Tapi aku sudah bisa menyetir," jawab Naura.
"Kemarilah! Kau bisa tapi belum lihai. Menjadi Istri dari pria berbahaya sepertiku, kau harus bisa apapun," ucap Delice.
Mau tidak mau, Naura akhirnya duduk di pangkuan Delice. Delice melebarkan kedua kakinya, supaya Naura bisa duduk nyaman.
"Pegang stirnya!" bisik Delice sembari mengarahkan tangan Naura ke stir mobil.
"Apa yang pria ini rencanakan? Aku sudah lama tidak menyetir, aku sangat gugup," batin Naura.
"Ayo jalan, sayang!"
"Iya!"
BRUMMM... BRUMMM... BRUMMM...
Naura sudah menjalankan mobilnya. Mobil juga sudah keluar mansion dan masuk ke dalam jalanan yang padat.
Jantung Delice maupun Naura berdebar hebat karena posisi mereka sangat ambigu. Apalagi bagi Naura, posisi seperti itu begitu intim.
"Aku akan memberikanmu pertanyaan untuk mengetes konsentrasi. Kalau kau salah, aku akan menghukummu! Bagaimana?"
"Konsentrasi yang bagaimana? Mana mungkin bisa fokus kalau posisi seperti ini?" batin Naura.
"Apa hukumannya berat?" tanya Naura.
"Rahasia!"
Naura menarik nafasnya panjang sebelum Delice memulai permainan.
"Aku siap!" ujar Naura.
"Hari ini makan berapa kali?"
"2,"
"Apa yang aku sukai?"
"Aku!"
"PPPPPFFFFFTTTTTTT...," Delice menahan tawanya, ketika jawaban Naura menyenangkan hatinya.
"Kenapa dia tertawa? Eh... Jawabanku... Aduhhh, kenapa aku jawab seperti itu seperti orang bodoh?" batin Naura.
"Tetap konsentrasi, okay! Kita lanjutkan lagi. Apa kau sudah minum obat?" lanjutnya.
"Sudah!"
"Berapa kali?"
"1 kali,"
"Apa kau sudah menciumku hari ini?"
"Belum!"
"Sayang sekali ya, jawaban kali ini salah!"
"Salah?"
'Bukankah hari ini kita sudah berciuman?"
"Itukan kau yang menciumku, bukan aku yang menciummu," jawab Naura kesal.
"Tetap saja, fokus pada kata CIUM! Aku harus menghukummu nih!"
"Hei, mana bisa seperti itu?"
"Aku Delice, apapun bisa ku lakukan!"
"Jebakan!"
"Apa kau siap aku hukum?"
Naura mengernyitkan keningnya penuh dengan kecurigaan mendalam. Di tambah lagi dengan nada suara Delice yang membuatnya bergidik ngeri.
'Ini adalah hukumanmu!" bisik Delice.
Delice memasukkan tangannya di balik atasan Naura. Jarinya mulai menggelitik perut Naura yang kecil.
"Apa dia gila? Aku bisa menabrak kalau seperti ini," batin Naura.
Naura tidak tahu, Delice sudah mengaktifkan otomatic control pada mobilnya.
"Ini bukan hukuman yang sebenarnya!" bisik Delice sembari mengecup tengkuk Naura.
"Delice, jangan gila! Aku sedang menyetir," teriak Naura.
"Aku tahu!"
Tangan Delice tidak berhenti hanya dengan menggelitik perut Naura. Tangannya mulai bekerja melepakan pengait bra yang di pakai Naura.
"Hah? Apa yang akan pri ini lakukan?" batin Naura.
"Delice!" pekik Naura.
Delice menaikkan bra Naura ke atas, lalu tangannya mulai meraba halus dada Naura yang bulat, kenyal, padat dan berisi. Dada yang masih kencang karena belum tersentuh oleh tangan.
"Delice, cukup!" ucap Naura.
"Aku sedang menghukummu. Jadi kau harus diam menikmati hukumanmu!" jawab Delice.
"Hukuman macam apa ini?" batin Naura.
Delice tidak hanya meraba, semakin lama Delice mulai meremasnya. Namun, remasan itu lembut dan penuh perasaan. Naura menggigit bibirnya, mengatur nafasnya, karena sentuhan Delice, sudah membangunkan gairahnya.
"EMMMM... AHHHHH..," gumam Delice.
"Aku yang di sentuh, kenapa dia yang bersuara?" batin Naura.
"Delice, hentikan! Aku tidak akan fokus menyetir lagi," ucap Naura dengan keputusasaan yang tinggi.
"Aku tengah menikmatinya!" bisik Delice.
"Bagaimana bisa, pria ini begitu menggoda?" batin Naura.
Delice mulai mencium tengkuk Naura hingga merambat turun ke punggung. Seperti biasa, Delice akan meninggalkan jejak merah di tubuh Naura yang putih.
"Apa masih sakit?" tanya Delice setelah menyentuh mneyentuh pinggang Naura yang memar.
"Tentu saja!"
"Kalau aku menyentuh bagian ini, apa sakit?" mata Naura mendelik, Delice seperti sengaja menggodanya dengan kembali menyentuh dadanya.
"Delice, bisakah kau berhenti?" tanya Naura lembut, dengan harapan Delice akan melepaskannya.
"Kenapa? Apa kau tergoda untuk melakukan hal yang lebih? Katakan saja, aku akan memberikan seluruh tubuhku untukmu!" bisik Delice sembari jarinya tidak beranjak dari dada Naura.
"Siapa yang tergoda?" pekik Naura.
Delice diam-diam kembali mengatur automatic control pada mobil, lalu menurunkan kursi mobil yang di dudukinya bersama Naura.
"KYAAAAAA...," pekik Naura.
Delice memiliki tenaga yang sangat kuat, hingga membalikkan tubuh Naura supaya ada di bawahnya, seperti membalikkan sebuah kapas.
"Kau sudah membuatku tergoda!"