webnovel

29. Malaikat Di Balik Tubuh Iblis

"Naura, jadilah milikku!"

Delice memandangi tubuh Naura yang hanya mengenakan segitiga berenda berwarna merah. Tubuh Naura yang putih dan juga mulus, tidak bisa lagi di nikmati. Tangan Delice mulai membuka bra yang di pakai Naura.

Delice mulai mencium Naura dengan kasar untuk melampiaskan amarahnya. Tidak ada yang berkhianat, namu Delice tetap merasa di khianati karena Delice merasa ada sesuatu di antara Ken dan Naura.

Delice mulai memperhatikan hal sekecil apapun setelah Naura berubah sikap dan menolaknya. Setelah puas melampiaskan amarahnya dengan menggigit bibir Naura, Delice menangis sembari menempalkan wajahnya di wajah Naura hingga hidung mereka saling beradu.

"Kenapa kau bisa membuatku gila seperti ini?" gumam Delice

Delice menutup tubuh Naura dengan selimut, lalu Delice duduk di lantai sembari menyandarkan tubuhnya di sisi ranjang. Delice memijat-mijat kepalanya seperti semua beban memuncak, membuatnya tidak bisa berfikir lagi.

"Kenapa? Aku datang baik-baik padamu. Kenapa kau terus memancingku untuk berbuat kasar supaya kau tetap tinggal?" gumam Delice sembari menarik-narik rambutnya yang sudah mulai panjang.

Delice kembali berdiri dan menatap tubuh Naura. Tangan Delice sudah bergerak untuk menyentuh dada Naura, tapi niat itu di urungkannya. Delice kembali menarik tangannya dan berbalik membelakangi Naura.

"Kalau aku tidak bisa memiliki hatimu, setidaknya aku bisa memiliki tubuhmu," batin Delice.

Delice naik ke atas ranjang dan merangkak di tubuh Naura. Tapi, Delice memalingkan wajahnya saat hatinya mulai terenyuh melihat Naura yang masih tidak kunjung sadar.

"Ahhhhh sialan!" teriak Delice.

BRAKKKK...

Delice keluar kamar dan membanting pintu dengan kekuatan tenaganya yang begitu kuat.

"Sialan! Kenapa aku tidak bisa melakukannya? Kenapa aku ingin melakukannya di saat kau juga ingin? Sejak kapan aku menjadi pria yang berperasaan?" teriak Delice.

***

Naura merasakan bibirnya yang sudah pecah karena tamparan Delice terasa sangat pedih, di tambah dengan ciuman Delice yang sangat kasar.

Setelah Delice pergi, Naura membuka matanya. Tubuhnya lalu meringkuk setelah bahaya yang di hadapinya sudah terlewati.

"Kalau kau tahu aku dan Ken sudah melakukan hal yang baru saja ingin kau lakukan padaku, apa kau akan membunuhku? Apa kau juga akan membunuh Ken? Delice, bukankah lebih baik kau melepaskan aku supaya aku tidak mengganggu kehidupanmu?" gumam Naura.

HIKS... HIKS... HIKS...

"Aku sangat ketakutan melihatmu yang berubah-ubah sikap. Kadang kau seperti malaikat, kadang juga kau seperti iblis. Terkadang, kau bisa menjadi malaikat di balik sikap iblismu. Apa yang harus aku lakukan?" gumam Naura di sela-sela tangisnya.

***

Tanah yang berukuran lebih dari 40 hektar, di atasnya sudah terbangun sebuah mansion besar. Di belakang mansion, terdapat sebuah hutan buatan. Meskipun buatan, namun hutan tetaplah hutan.

Delice membawa busur panah dan juga pistol lalu memasuki hutan itu seorang diri.

DOR... DOR... DOR...

Delice menembakkan beberapa kali peluru di beberapa pohon yang berbeda. Langkahnya berhenti saat melihat burung kecil sedang berciut-ciut di atas pohon.

Delice mengangkat busur panah yang di bawanya, lalu...

JLEPP...

Busur panah itu tepat mengenai kepala burung dan burung itu pun terjatuh dan menggelabak-lebak di atas tanah.

Delice duduk di bawah pohon yang rindang, sembari menatap burung yang sekarat hingga mati.

"Andai aku tega membunuhnya, itu lebih baik dari pada mengurungnya. Hei burung, kau hidup bebas, tapi kau bisa langsung mati. Tapi, dia yang terkurung, kenapa aku tidak bisa membunuhnya, sama seperti aku membunuhmu?" ucap Delice pada burung mati di hadapannya.

SREKKK... SREKKK... SREKKK...

Delice menoleh ketika mendengar suara kaki sedang menyapu dedaunan yang gugur.

"Tuan!"

"Loid, untuk apa kau mencariku?" tanya Delice ketus.

"Bagaimana kalau kita berlatih? Supaya kita mengingat, bagaimana perjuangan kita dari nol," ujar Loid.

"Jangan terlalu banyak bicara. Moodku buruk saat ini, kau bisa bisa mati," jawab Delice menolak.

"Kapan kita terakhir kali berlatih?" tanya Loid.

"Sekitar 1 atau 2 tahun lalu," jawab Delice.

"Tuan, ku boleh menghukum bahkan membunuhku," Loid berlutut, sama seperti yang Ken lakukan hingga akhirnya tetap mendapatkan pukulan dari Delice. "Karena, aku juga menyukai Nyonya!" imbuhnya.

HAHAHA...

HAHAHA...

HAHAHA...

Respon Delice sama seperti ketika mendengar pengakuan Ken. Hanya tertawa seperti pria gila.

"Berapa banyak lagi pria yang sudah di godanya?" tanya Delice.

"Nyonya baik, bukan karena dia menggodaku, tapi aku yang sudah tidak tahu diri karena tergoda dengannya."

"Aku saja bisa tergila-gila karenanya. Tidak mustahil bagi kalian untuk menyukainya," ucap Delice dengan santai. "Tapi kenapa? Kenapa harus dia? Apa tidak ada wanita lain lagi di dunia ini?" bentak Delice.

"Tuan... Aku dan Ken membuat pengakuan, karena tidak ingin di anggap berkhianat karena tidak terbuka."

"Penjelasan kalian akan aku terima. Jaga jarak darinya!"

Ken maupun Loid, tidak memikirkan resiko yang akan di tanggung Naura ketika mereka jujur dengan perasaan mereka.

Bagi Ken ataupun Loid, Delice harus tahu alasan mereka menyukai supya tidak menilai Naura sebagai wanita penggoda.

Tapi di otak Delice, semuanya itu membekas dan membuat rasa kesalnya semakin bertambah.

"Besok, Sam dan Gracia akan kembali!"

***

Naura duduk termenung tanpa memakan apapun untuk mengisi perutnya. Tidak kenal siang ataupun malam, Naura tidak memiliki nafsu makan.

"Kenapa tidak makan? Kau berfikir di dalam makanan ini terdapat racun?" ucap Delice yang muncul tiba-tiba.

"Karena tidak ada yang menyuapiku!" jawab Naura.

Wajah Delice memerah setelah mendengar jawaban Naura.

"Apa aku harus menciumnya kasar, baru hatinya luluh?" batin Delice.

"Menikmati cintanya sebelum mati, itu lebih baik dari pada mati tanpa merasakan sentuhan cintanya," batin Naura.

Naura masih berfikir, pada malam bersama Ken, semuanya benar-benar terjadi sehingga Naura mulai mempersiapkan diri untuk mati.

"Aaaaa... Buka mulutnya!" pinta Delice sembari menyodorkan sesendok bubur untuk Naura.

Meskipun enggan, Naura membuka mulutnya dan memaksa untuk menelan bubur yang di siapkan oleh Delice.

Jiwa Delice saat ini, seperti seorang malaikat di balik tubuh iblisnya karena bersikap baik, namun ekspresi wajahnya seram seperti menahan hasrat kemarahan.

"Tuan Delice, bisakah sedikit demi sedikit menyuapinya?" pinta Naura.

"Baiklah!"

"Dia manja seperti ini, tulus atau hanya permainan saja?" batin Delice berhati-hati.

"Tuan Delice, bisakah kau mencintaiku selayaknya aku seorang wanita? Bukan seorang tawanan?" pinta Naura.

"Apa kau bisa mencintaimu sebagai seorang pria? Bukan sebagai pembelimu?" Delice bertanya balik pada Naura.

Naura meletakkan mangkuk bubur yang di pegang Delice ke atas meja, lalu Naura duduk di pangkuan Delice dengan kemauannya, bukan dengan paksaan.

Delice duduk diam dan tubuhnya kaku seolah-olah gerogi sedang menggerogoti diri.

"Aku selalu menyukaimu dari sisi manapun!" ucap Naura sembari membelai rambut Delice.

"Sudahlah, jangan menggodaku! Kau harus melanjutkan makanannya hingga habis," Delice menurunkan Naura dari pangkuannya lalu berdiri untuk mengambil mangkuk bubur.

"Delice, ayo kita menikah!"

PRANGGGGGGGGGGG

***

HAPPY READING YA KAKAK...

JANGAN LUPA UNTUK MAMPIR KE KARYAKU YANG BARU...

DENGAN JUDUL "CINDERELLA PENGGANTI"

TERIMAKASIH!!!

Next chapter