webnovel

Pertemuan tidak biasa

Loria begitu terpukau dengan apa yang dia lihat sekarang. Ruangan di depannya kini bukanlah ruangan kelas yang monoton berupa bangku, meja, dan papan tulis.

Loria yang hendak melangkah masuk seketika mengejang dan terduduk ke belakang. Nafasnya terengah-engah, ekspresi takut dan horor menjadi ukiran baru di wajah gadis yang cukup tampan itu.

"Apa aku akan mati setelah masuk ke dalam?"

Loria bertanya-tanya, apa yang dilihatnya itu hanya ilusi? tapi... sedikit terlalu nyata bila dikatakan sebagai ilusi.

"Hei lelaki pengecut!"

Loria menoleh, netra raven nya menangkap ada seorang gadis cilik menggemaskan bertopi penyihir tengah menatapnya dengan tatapan sinis yang meremehkan Loria.

Loria toleh kanan kiri, telunjuknya ia sampirkan di depan dada, bermaksud menanyakan lewat isyarat tubuh.

"Ya! kau!" celetuk gadis itu dengan sedikit berteriak.

Kenapa berteriak?

Suasana ruangan kelas yang menjadi kelas Loria itu sedikit bergemuruh, khas suara angin deras yang menerpa bila kita berada di pinggiran pantai. Deburan angin yang kencang bahkan membuat rambut gadis cilik bertopi penyihir itu terbang bak ombak laut di atas udara.

Jadi kalau kau berbicara dengan suara seadanya, tak akan berbeda jauh terdengarnya seperti bisikan nenek tua yang tak akan terdengar lagi di telinga.

"Kenapa kau menyebut aku seperti itu?" tanya Loria heran. Mulutnya sedikit terbuka, alisnya sedikit menegang ke depan, menukik lah istilahnya. Kelopak matanya juga ikut menutup sedikit bagian atas matanya mengikuti alis raven tersebut.

Gadis itu berkacak pinggang, alisnya naik sebelah, ia menyeringai sembari tersenyum miring, menyebabkan mata kirinya sedikit menutup dan lebih banyak menampakkan mata kanannya. Ia mendengus tertawa, sangat remeh sekali Loria di mata gadis itu.

"Kau lelaki menyedihkan, dengan ketinggian saja takut."

"A-aku... aku bukan lelaki," jawab Loria sedikit lepas intonasinya, mengecil volumenya diakhir. Sudah terbiasa padahal dihadapkan pernyataan begitu, tapi tetap saja hati tak terima dan masih bertanya-tanya alasannya kenapa.

Yang semula menatap remeh kini melongo ternganga lebar, matanya mengedip namun tak beralih arah pandangan. Mata kirinya berkedut tak percaya. Ia lalu dengan gerakan yang luwes terbang seperti selembar kertas yang terbawa angin. Begitu lentur atau terlalu mudah terbawa arus udara, tapi yang Loria yakini gadis itu hebat sekali dalam menyatu dengan udara di langit lepas.

Memangnya mereka ada di langit?

Tapi secara pandangan fisik iya. Kelas itu seperti berada di atas langit. Tak ada bangku dan meja, apalagi papan tulis dan LCD proyektor, yang ada malah hamparan langit yang membiru tipis dengan lapisan awan yang seperti gulali bertekstur halus bak serat sutra.

"Hoo anak baru, menarik."

Loria dan gadis itu terhenyak, mengintip lewat sudut mata mereka dan mendapati seorang gadis lain yang bersurai kuning terang tak lupa dengan poni yang tak kalah panjangnya, hanya tersisa satu bagian mata yang ia gunakan untuk melihat wilayah di bagian sekitarannya.

"Masuklah, kau tak akan jatuh," ucap gadis bersurai kuning itu.

Gadis bertopi itu langsung menatap tak percaya ke arah gadis di sebelahnya. "Kau gila? dia bisa---"

"Kau mengkhawatirkannya?" tanyanya penuh selidik.

Gadis bertopi penyihir itu menelan ludah kasar, ia bersedekap dan membuang pandangannya ke bawah kanan tubuhnya. "Aku tak peduli sama sekali dengan orang bodoh dan tak berguna seperti orang itu."

Loria tak bisa mendengar percakapan antara dua orang gadis itu. Tapi ia sempat menangkap sugesti dari gadis bersurai kuning itu.

"Apa aku boleh masuk? maksudku... apa bisa?" tanya Loria, ia sedikit ragu.

"Tentu saja," jawab gadis bersurai kuning itu dengan garis mata sedikit mengembang. Dimaksudkan ia tengah tersenyum, namun senyuman seperti apa yang ia sunggingkan tak dapat Loria rekam melalui netra ravennya.

Loria berdiri, ia kemudian melangkah masuk ke dalam ruang kelas itu dan....

"AAAAAAA AKU AKAN JATUH!!!"