webnovel

Jodoh dan Takdir

menikahi kekasih sodara kembar, tentu bukan pilihan. Namun apa daya saat tuhan malah menakdirkan Adila menikah dengan kekasih sodara kembarku sendiri. Adila saat itu benar-benar terjebak dengan permintaan terakhir kakanya sendiri, begitu juga Fadhil. Alhasil Adila dan Fadhil menikah tepat di hadapan Aira di detik-detik terakhirnya menghembuskan napas terakhir. Akankah pernikahan mereka berakhir bahagia, ataukah hanya pernikahan yang bersifat sementara.

Ayyana_Haoren · Urbano
Classificações insuficientes
25 Chs

bab 21. Rusuh

Kini langkah kaki Adila dan Fadhi sudah berada tepat di depan kamar hotel mereka. Fadhil pun, segera membuka kunci kamar tersebut.

Setelah membukanya Fadhil membiarkan Adila untuk masuk terlebih dahulu, sedangkan Fadhil berjalan di belakang sembari membawa dua buah koper. Adila begitu takjub dengan seisi ruangan yang begitu memukau. Sedangkan Fadhil memilih untuk masuk ke dalam kamar dan meletakan koper.

"Dimana kamarku?"Tanya Adila.

"Disini,"Saut Fadhil menujuk pada satu ruangan tempat dirinya berdiri.

Lalu adilapun masuk ke dalam kamar tersebut.

"Apa-apaan ini. Kenapa hanya satu kasur! Apa kamu sengaja melakukannya agar bisa mengambil kesempatan dariku,"Tegas Adila.

"Yasudah kalo tidak mau, kamu bisa memesan kamar lain,"Sindir Fadhil.

"Okey kalo gitu, aku akan memesan kembali kamar lain,"Tegas Adila lalu menyeret koper milik dirinya keluar kamar. Saat Adila hendak keluar dari kamar hotel, dirinya kembali berfikir.

"Adila kenapa kamu bodoh sekali. Bagaimana mungkin kamu bisa memesan kamar. Sedangkan dompet kamu saja di sita oleh daddy,"Gumam Adila kini memukul kepalanya sendiri dengan perlahan.

Dengan raut wajah yang sedikit memerah Adila mencoba memberanikan diri untuk masuk kembali ke kamar, tempat dimana Fadhil berada.

"Mrs Adila, kenapa balik lagi?"Tanya Fadhil dengan nada yang seolah-olah meledek Adila.

"Menyebalkan,"Guman Adila.

"Aku mau tidur, sebaiknya kamu minggir,"Tegas Adila menyenggol tubuh Fadhil dengan koper milik Adila dan hampir membuat Fadhil terjatuh.

Adila mencoba menaikan gengsinya, agar tidak kelihatan rendah dihadapan suaminya itu. Fadhil yang melihat tingkah Adila hanya menatap dengan senyuman, meski Adila tak menyadarinya.

Kini Adila memilih untuk merebahkan tubuhnya, sedangkan Fadhil memilih untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Fadhi keluar dengan pakaian yang sudah berganti. Saat dia masuk ke dalam kamar, tatapannya berpindah pada sosok wanita yang sudah tertidur lelap.

Akhirnya Fadhi memilih untuk tidur juga, karna tubuhnya pun sudah merasa lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup lama. melihat jarum jam hotel pun, sudah menujukan pukul  20.00 malam. Mungkin kalo di indonesia sudah pukul 02.00 dini hari. Karna memang perbandingan indonesia dan swis selisih enam jam.

Kini Fadhil memilih untuk tidur di soffa panjang yang berada tak jauh dari kasur berukuran besar yang di tempati Adila.

Fadhil hanya mengambil sebuah bantal lalu meletakannya di atas soffa tempat dimana dirinya melampiaskan rasa lelah.

Pukul 22:55 tengah malam Adila terbangun karna dirinya merasa tidak nyaman dengan pakaian yang dia kenakan.

"Bagaimana bisa semalam aku ketiduran, sampe -sampe belum berganti pakaian sama sekali,"gumam Adila lalu beranjak dan menghampiri koper. Kini adila memilih baju untuk dirinya kenakan dan membawanya ke kamar mandi. Adila memilih mencuci muka, sikat gigi, dan membersihkan beberapa bagian yang menurutnya lengket. Setelah selesai Adila kembali masuk ke dalam kamar hotel yang berukuran besar itu.

Namun tatapannya seketika berpindah pada sosok yang sedang tidur pulas di atas sofa panjang.

"Bagaimana bisa dia tidur pulas di tempat sedingin ini, tanpa selimut pula, jelas-jelas dirinya terlihat kedinginan."Grutu Adila.

Lalu Adila memilih mematikan AC dan kembali naik ke atas kasur.

"Kenapa disini begitu dingin, jelas-jelas aku sudah memakai selimut,"Gumam Adila yang tubuhnya sudah tertutup rapih dengan bedcoblver.

Namun di sisi lain Adila melirik pada sosok Fadhil yang terlihat kedinginan. Namun dirinya juga tidak mau berbagi selimut karna hanya ada satu di kamar ini.

"Hotel apaan ini, biasanya di dalam lemari suka ada cadangan selimut, apa mungkin mereka lupa, bagaimana kalo anak orang sakit. Arrghhhh , aku tidak mau mengurusinya."grutu Adila di bawah slimut.

Namun lama kelamaan Adila tidak tega juga melihat Fadhil begitu menggigil.

Akhirnya dia beranjal dari kasur lalu menghampiri Fadhil yang masih tertidur.

"Bagun, Heyy bangun,"ucap Adila membangunkan Fadhil dengan nada meninggi dan tanpa menyentuhnya. Namun Fadhil tak kunjung bangun juga. Akhirnya adila kembali membangunkan Fadhil dengan menyentuh pipi sebelah kanannya itupun hanya dengan ujung jari.

"Heyy bangun, ayoo bangun. Apa Kamu mati, sampai tidak mau mendengar ucapanku,"Tegas Adila yang kini mulai membangunkan Fadhil akibat suaranya yang cukup meninggi.

"Hemm kenapa?"tanya Fadhil dengan mata yang sedikit di buka.

"Bangun, jangan diam saja,"

"Untuk apa? Aku ngantuk."

"Hey, jangan sampe kamu menyusahkanku karna demam, atau flu. Aku tidak mau di repotkan olehmu. Jadi kamu bisa pindah ke kasur, dengan syarat tidak boleh macam-macam dan masuk ke kawasanku. Liat aku sudah beri tanda di tempat tidur,"Tegas Adila menjelaskan.

Saat pandangan Fadhil mengarah ke atas kasur, Fadhil hanya tersenyum, karna di tengah-tengah di batasi dua buah guling sekaligus. Berhubung Fadhil kedinginan dan sangat mengantuk Fadhil pun menuruti ucapan Adila dan segera naik ke atas kasur yang berukuran besar itu.

"Ingat tidak boleh melewati batasan ini,"tegas Adila yang kembali mengingatkan.

"Iya, iya tidak akan,"Saut Fadhil yang kini mulai memejamkan matanya kembali.

.

.

.

.

.

Bersambung.