webnovel

Bab 3. Amarah tak Tertahan

Kaisar merasa tak enak telah memarahi Dila. Ia sadar, bahwa kemarahannya tak pantas dilimpahkan pada sekretarisnya itu, karena Dila tak tahu apa-apa. Tak lama, Kaisar keluar dari ruangannya menuju meja Dila. Dila terlihat sedang fokus pada keyboard dan layar monitornya.

"Selamat siang, Pak." Dila berdiri dan menundukkan kepalanya pada Kaisar.

"Jadwal ku hari ini, kosong ya? Tidak ada jadwal bertemu clien?" tanya Kaisar.

"Tidak ada, Pak. Semua jadwal hari ini kosong." jawab Dila.

"Baiklah, kita makan siang bersama." ucap Kaisar tiba-tiba.

Dila tak mengerti dengan ucapan Bos nya. Untuk siapa ia bicara? Dila masih mencoba menerka-nerka maksud Bos nya.

"Maaf, Pak. Makan siang bersama siapa?" Dila tak mengerti.

"Sama kamu lah! Kamu keberatan?" nada Kaisar sedikit meninggi.

"Tentu tidak, Pak. Dengan senang hati, saya akan makan siang bersama Bapak." Jawab Dila memaksakan untuk sopan santun.

Kaisar berlalu. Ia tak menjawab lagi perkataan Dila. Entahlah, sikap dingin Kaisar benar-benar tak bisa dimengerti oleh Dila. Dirinya harus tetap mencoba memahami sifat Bos nya yang kadang dingin dan kadang juga hangat.

Apa Pak Kai itu dispenser ya? Persis banget deh ada hangatnya ada dinginnya. Ckckck, Bos ku memang aneh. Batin Dila.

Istirahat jam makan siang pun tiba, Dila dan Kaisar berangkat bersama untuk makan siang. Dila memang biasa menemani Kaisar, tapi beda hal nya dengan sekarang ini. Seakan-akan Kaisar sedang meraih hati Dila agar tak marah lagi padanya karena insiden tadi pagi.

"Kita mau ke mana, Pak?" tanya Dila.

"Makan siang di restoran favoritku," jawab Kai.

"Terima kasih telah mengajak saya, Pak." Dila tersenyum ramah.

"Ini karena rasa bersalahku padamu,"

"Bersalah?" Dila mengingat-ingat.

"Ya, aku tadi membentak mu. Maafkan aku, pikiranku sedang kacau." ucap Kaisar.

"Aku mengerti, Pak. Orang sepertimu pasti memikul beban yang berat. Aku bisa memahami perubahan sifat Bapak yang berbeda." jawab Dila.

"Terima kasih, telah mengerti." Kaisar tersenyum pada Dila.

"Iya, Pak."

Kaisar mengajak Dila menuju restoran ayam betutu. Kai sangat menyukai makanan khas Bali tersebut. Dila menyetujuinya, karena Dila pun penasaran bagaimana rasanya ayam betutu di restoran mewah favorit Kaisar.

Dila dan Kaisar telah duduk di meja restoran. Suasananya sangat indah, restoran yang menyajikan nuansa alam, membuat suasana sangat nyaman dan segar. Kai menyukai restoran ini. Begitu pun juga Dila, ia baru pertama kali menginjakkan kaki di restoran mewah ini.

"Terima kasih," ucap Dila pada sang pelayan yang telah menyajikan makanan untuk mereka berdua.

Pelayan pun membungkukkan badannya seraya tersenyum, lalu meninggalkan Kaisar dan Dila.

"Silahkan, nikmati makan siang mu, Dila." ucap Kaisar.

"Terima kasih banyak, Pak." Dila tersenyum.

Entah kenapa hari ini Kaisar baik sekali padanya. Kaisar sangat ramah dan juga hangat. Dila merasa tersanjung karena perlakuan Kaisar yang tiba-tiba begini padanya. Berbeda dengan tadi pagi, saat Kaisar membentak Dila tanpa aba-aba. Kini, saatnya Dila dan Kaisar menikmati makanan yang dihidangkan oleh restoran ini.

"Bagaimana rasanya?" tanya Kaisar.

"Enak, Pak. Berbeda sekali rasanya dengan ayam betutu yang biasa aku beli di warung nasi." Jawab Dila.

"Yang membuatnya adalah chef terkenal. Bumbu rahasianya benar-benar enak, tak ada yang bisa menandingi rasa ayam betutu ini. Ini yang ter-enak dan yang paling enak. Aku telah mencoba dan mencari yang lain, namun inilah yang paling enak menurutku." Ujar Kaisar senang.

"Pak Kaisar benar. Rasanya sangat enak sekali, aku sangat menyukai wanginya dan bumbunya yang sangat meresap." jawab Dila.

"Kalau kamu suka, bungkus saja untuk makan malam di rumahmu," ucap Kaisar.

"Eh, tidak apa-apa, Pak. Terima kasih, jangan repot-repot." jawab Dila.

"Sudah, biar nanti aku pesankan untukmu, kalau kamu memang suka. Tak usah memikirkan harganya, aku yang bayar!" jawab Kaisar.

"Ah? Iya, baiklah. Terima kasih, Pak." Dila tersipu.

Akhirnya Kaisar membelikan lagi Dila ayam betutu untuk dibungkus. Mereka telah selesai, kemudian Kaisar mengemudikan mobilnya dan kembali ke kantor, karena istirahat jam makan siang akan berakhir sebentar lagi.

"Terima kasih, Pak." Ucap Dila ketika mereka di dalam mobil.

"Bosan aku mendengarnya." Jawab Kaisar.

"Ah? Oh, iya, maafkan saya,"

"Sudah, cukup. Tak perlu berterima kasih lagi. Dari tadi ucapan mu hanya itu-itu saja." Balas Kaisar.

Ya terus apalagi? Saya memang harus berterima kasih, kan? Gerutu Dila dalam hati.

"Jadwalku kosong kan hari ini? Aku akan pulang pukul empat sore, aku ada urusan pribadi." Ucap Kaisar.

"Iya, hari ini jadwal Bapak kosong. Baik, tentu saja Pak." jawab Dila ramah.

Urusan pribadi? Ah, iya. Orang kaya seperti Pak Kaisar tak mungkin kalau tidak memiliki kekasih, dia pasti akan berkencan dengan kekasihnya. Selamat berkencan, Pak Kai. Batin Dila.

...

Dila kembali bergulat dengan pekerjaannya. Ia harus segera menyelesaikan laporan, dan menyerahkannya pada Kaisar. Karena kaisar sebentar lagi akan pulang. Kalau Kaisar akan pulang pukul empat, Dila bisa pulang juga, karena tugas Dila selesai begitu Kaisar pulang.

Akhirnya, hari ini aku bisa pulang sore. Enaknya ngapain ya? Ah, iya. Aku mampir ke bazaar aja sebentar, aku mau belikan beberapa accesoriess untuk Clais. Akhir pekan nanti, semoga saja aku bisa pulang. Senangnya, aku akan bertemu putri cantikku. Gumam Dila senang.

Waktu telah menunjukkan pukul empat. Kaisar telah pulang, dan Dila juga bersiap-siap untuk pulang. Ia membereskan meja Kaisar dahulu sebelum pulang. Setelah di rasa selesai, Dila segera membawa tasnya dan segera pulang. Tiba-tiba, Gina staff di perusahaan Kaisar, yang juga merupakan teman Dila, menyapa Dila.

"Dil, kamu pulang jam segini? Tumben amat, Pak Bos udah pulang apa?" tanya Elva.

"Udah, dong. Aku juga bisa pulang kalau Pak Kai sudah pulang." jawab Dila.

"Enak banget kamu, kita semua disini harus lembur, huft." jawab Elva.

"Yaelah, Va. Kayak lu gak tahu aja gimana kerjanya si Dila, kalaupun tengah malam Pak Kai meneleponnya untuk ke perusahaan, dia pasti datang. Apa lu mau, kayak Dila? Gue sih ogah, makanya sekarang biarin aja Dila nikmati waktunya pulang masih siangan begini." timpal Gina, senior di perusahaan.

"Iya juga sih, si Dila udah kayak robot Pak Kaisar aja! Sabar ya, Dil. Sekarang kamu bisa santai. Ya udah, hati-hati di jalan ya," ucap Elva.

"Makasih, Gin, Elva. Aku duluan ya," Dila melambaikan tangannya pada kedua rekan kerjanya.

Tanpa Dila sadar, Bagus, rekan Gina di ruangan tersebut, melihat Dila dengan tatapan suka. Bagas memperhatikan gerak-gerik Dila, sepertinya Bagus menyukai Dila.

Dila memang gadis yang anggun, dan cantik. Batin Bagus.

*****

Kediaman Kaisar.

Kaisar telah berada di rumahnya. Ternyata, pihak Dinata Grup telah datang dan berada di ruang makan keluarga. Kaisar mendekati mereka, dan menyapa dengan malas.

"Aku pulang," ucap Kaisar ketus.

"Sayang, sudah pulang. Mari bergabung bersama kami disini, ayo kenalkan ini putri cantik dari keluarga Dinata, namanya Ailyn." ucap Mama Ayu.

"Selamat sore semuanya." jawab Kaisar.

"Nak Kaisar, kamu memang tampan dan berwibawa, sangat cocok untuk putriku yang anggun." ucap Pak Hadi, Ayah Ailyn.

"Bergabunglah bersama kami," ucap Mama Ailyn.

Ailyn menatap Kaisar dengan seksama. Ailyn terpesona pada Kaisar. Awalnya, Ailyn menolak keras perjodohan ini, karena Ailyn pun telah memiliki kekasih. Namun, setelah melihat Kaisar, Ailyn tertarik.

"Selamat sore, Kaisar." sapa Ailyn.

Kaisar tak menjawab ucapan Ailyn. Kaisar terlalu malas. Semua keluarga besarnya mulai makan bersama. Dan mereka berbincang bersama-sama. Mulai dari membicarakan urusan pekerjaan, dan hubungan kerja sama antar perusahaan. Kaisar tak nafsu makan, ia hanya memakan sedikit steak. Ia benar-benar tak mau meneruskan perjodohan ini.

Ailyn? Dia kah yang akan menjadi jodohku? Aku tak sedikitpun menyukainya. Kenapa orang tuaku begitu egois? Kenapa tak biarkan aku fokus pada perusahaan? Kenapa harus ada wanita di hidupku? Mereka akan sangat merepotkan. Apalagi tipe wanita seperti Ailyn ini. Hah, aku terlalu malas duduk bersamanya.

Ya, Kaisar dan Ailyn sedang duduk bersama. Namun, tak ada satupun kata yang keluar dari mulut Ailyn ataupun Kaisar. Mereka fokus pada handphone masing-masing. Kedua orang tua mereka sedang membicarakan hal serius. Entah apa yang mereka bicarakan, karena Kaisar dan Ailyn memutuskan untuk duduk di ruang keluarga.

Hingga akhirnya malam tiba, keluarga Ailyn dan Ailyn pamit pulang. Kaisar lega, akhirnya selesai juga pertemuan memuakkan tersebut. Namun, Mama dan Papa Kaisar memanggil Kaisar lagi. Sepertinya, ada hal serius yang akan mereka bicarakan pada Kaisar.

"Kai, duduklah. Papa ingin bicara padamu." ucap Papa Abhi.

"Ya, apalagi?" jawab Kaisar malas.

Mama Kaisar menatap anak sulungnya dengan tatapan khawatir. Sepertinya, ia takut Kaisar marah.

"Papa sudah bicara dengan keluarga Dinata. Kita sudah memutuskan bahwa kamu dan Ailyn harus segera menikah. Pernikahan kalian akan digelar tiga bulan lagi. Untuk itu, kamu harus fokus, dan dekat dengan Ailyn. Agar pada saatnya nanti, kamu mulai mencintai dia." ucap Papa Abhi tegas.

"Aku tak setuju! Semua ini omong kosong! Aku tak mengerti jalan pikiran kalian, kenapa kalian dengan mudah memutuskan sesuatu tanpa memberitahuku dulu, HAH? Apa di mata kalian, aku tak punya perasaan? Kalian benar-benar egois!" Kaisar marah.

"Kai, ini yang terbaik untuk kamu dan perusahaan. Kami sudah memikirkan ini matang-matang. Terima lah perjodohan ini, Kay." Tambah Mama Ayu.

"Aku telah memberikan yang terbaik untuk perusahaan. Aku telah membuat perusahaan menjadi lebih maju dari segi apapun. Tapi kenapa? Apa yang ku dapatkan? Kalian malah mengurung kebebasanku dengan menjodohkan aku? Kalian membuat aku muak. Maaf, aku tak bisa menerimanya. Aku pergi dulu, Ma! Selamat malam."

Kaisar pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan meninggalkan rumahnya. Ia kesal, tak tahu harus kemana. Ia menjalankan mobilnya dengan cepat. Ia harus menenangkan dirinya. Ia pun teringat Dila, sang sekretarisnya yang selalu ada untuknya. Rasanya, Dila bisa membuat emosinya membaik. Kaisar menyalakan head unit mobil nya, dan menghubungkan handphone miliknya dengan head unit tersebut. Ia segera menelepon Dila, panggilan pun tersambung.

[Halo, Pak Kai. Ada apa?]

[Kamu di mana?]

[Di rumah, Pak. Ada hal penting kah?]

[Tidak, tidak ada apa-apa. Tunggu saja di rumahmu. Aku akan ke rumahmu sekarang.]

[Hah? Untuk apa? Serius Pak?]

[Ya, aku sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi aku tiba.]

[Tapi, P-Pak ....]

Tut.. Tut.. Tut..

Kaisar tak mau mendengar alasan Dila. Ia mematikan teleponnya, dan segera menuju rumah kontrakan Dila.

Ya Tuhan ... ada apa dengan gunung es itu? Kenapa tiba-tiba dia berubah menjadi seperti ini? Kenapa akhir-akhir ini ada saja ulahnya yang membuatku keheranan? Untuk apa dia ke rumahku? Kenapa mendadak sekali? Gumam Dila tak mengerti.