webnovel

Bab 4. Makan Malam di Rumahmu

Tok, tok, tok.

Pintu rumah kontrakan Dilla ada yang mengetuk. Dilla yakin, kalau itu adalah Kaisar. Ia segera membukakan pintu rumahnya. Kaisar sudah berdiri di depan pintu. Dilla benar-benar kaget melihat Kai kini ada di rumah kecilnya.

"Selamat malam, Pak. Pak Kai, benar-benar datang ke gubuk saya. Silahkan masuk," ucap Dilla.

"Maaf, mengganggu waktumu," ucap Kaisar.

"Ah, i-iya. Tidak apa-apa, Pak."

Dila menutup pintu rumahnya. Ia tak mengerti, kenapa seorang Kaisar Gavindra, mau datang dan masuk kedalam rumah kecilnya. Padahal, seseorang seperti Kaisar pasti mempunyai banyak teman, pastilah banyak orang yang ingin berteman dengan orang kaya sepertinya.

Ada apa ini sebenarnya? Kenapa dia mau-maunya datang ke gubuk kecilku ini? Tak mungkin jika masalah pekerjaan. Jika itu tentang pekerjaan, dia pasti memintaku datang ke kantor, bukan malah dia yang datang ke rumahku. Batin Dila.

Dila segera membawakan air minum dan sedikit cemilan untuk Kaisar. Dila tak mengerti, kenapa Kaisar harus selalu saja mengganggunya. Dila bahkan belum makan malam, bagaimana ia mau makan malam, kalau sekarang dirumahnya ada Kaisar.

"Silahkan diminum, Pak. Saya hanya punya ini," ucap Dila.

"Terima kasih." jawab Kaisar.

Kaisar menatap seluruh bagian rumah Dila. Kaisar benar-benar tak mengerti, kenapa Dila mau-maunya tinggal di rumah sekecil ini, padahal gajinya terbilang lumayan, dan untuk menyewa apartemen pun sepertinya Dila sanggup.

"Sejak kapan tinggal disini?" tanya Kaisar.

"Sejak tiga tahun yang lalu, sejak saya mulai bekerja di perusahaan Bapak. Mohon maaf sebelumnya, ada hal penting apa, sampai-sampai Bapak ke rumah saya? Kenapa Bapak tak meminta saya untuk datang ke rumah Pak Kai?" tanya Dila, karena memang Dila selalu datang ke rumah Kaisar, kapan pun Kaisar minta.

"Kamu tinggal sendiri di rumah ini?" Kaisar tak mempedulikan ucapan Dila.

"Iya, Pak. Keluarga saya tak ada yang disini. Pak, apakah ada pekerjaan saya yang salah? Hingga Bapak menyusul saya ke sini?" tanya Dila sedikit takut.

"Apa kamu punya nasi?" tanya Kaisar aneh.

Astaga, ini orang kenapa sih! Menyebalkan sekali, aku tanya gak pernah dianggap. Tapi, dia seenaknya saja terus-menerus bertanya padaku tanpa henti. Gerutu Dila dalam hati.

"Ada, Pak. Saya sudah masak nasi tadi. Bapak mau makan?" tanya Dila.

"Lauk pauknya, ada?" tanyanya lagi.

"Ada, kan tadi siang Pak Kai belikan saya 3 potong ayam betutu," ucap Dila.

"Itu makanan bekas," jawabnya enteng.

"Bekas? Bekas gimana maksud Tuan? Itu belum saya buka sama sekali," jawab Dila.

"Bekas tadi siang. Tidak fresh!" Ucap Kaisar.

"Apa Bapak ingin memesan makanan? Biar saya pesankan, kalau Bapak mau. Tapi, saya rasa ayam betutu ini masih bagus dan layak di makan kok, Pak." jawab Dila meyakinkan Kaisar.

"Ya sudah, hangatkan ayamnya sekarang! Aku mau makan disini." perintah Kaisar.

Cepatlah Dila! Tahukah kamu, saat pertemuan keluargaku dengan keluarga Ailyn, aku tak makan apa-apa. Kini, perutku terus demo berunjuk rasa, memintaku agar segera mengisinya dengan makanan! Ayam betutu siang tadi? Ah, tidak apa-apa lah, mungkin saja gizinya masih ada dan tak membuatku sakit perut. Batin Kaisar.

Hah? Ada angin apa dia ingin makan disini? Aku tak salah mendengarnya kan? Ada apa dengan Bos ku ini? Aneh sekali dia malam ini. Batin Dila.

"Baik, Pak,"

Dila segera menuju dapurnya dan menyiapkan makan malam untuk dirinya dan Kaisar. Rasa ingin tahu dari dalam diri Dila begitu menggebu-gebu. Tak mungkin seorang Kaisar mau datang ke rumahnya dan makan bersamanya di rumah se-kecil ini.

"Mari makan, Pak." Ajak Dila, begitu ia selesai menghangatkan nasinya.

"Ya, terima kasih." Kaisar mengambil piring dan nasi dengan sangat cepat.

Dila melongo. Ia tak percaya dengan tingkah Bos nya itu. Seperti tak bertemu dengan nasi selama seminggu. Kaisar benar-benar terlihat kelaparan. Baru kali ini, Dila melihat Bos nya tak berwibawa seperti biasanya. Namun, percuma saja bertanya pada sosok seorang Kaisar, yang tak akan pernah mendengarkan ucapan bawahannya.

Dila pun mengambil satu potong ayam betutu, ia segera makan dengan lahap karena sedari tadi pun Dila memang sudah lapar. Acara makannya tertunda karena Kaisar mengganggunya. Beberapa menit kemudian, makan pun selesai. Perut Kaisar sudah tak berdemo lagi. Ia sudah tenang dan bahkan kekenyangan.

"Thanks, Dil. Aku kenyang sekarang." Ucap Kaisar memegangi perutnya.

"Ayam ini juga dari Bapak, kan? Tak usah berterima kasih pada saya," jawab Dila sambil melebarkan senyumnya.

"Oh iya ya, mungkin aku sudah tahu, bahwa hal ini akan terjadi padaku, makanya aku meminta ayam betutu itu untuk dibungkus." ucap Kaisar.

"Ah, iya Pak. Tentu saja Anda sangat hebat dalam menduga semuanya." ucap Dila tak mau berbicara lagi.

"Maafkan aku mengganggumu malam-malam seperti ini," ucap Kaisar lembut.

Tumben sekali anda seperti ini, Pak Kaisar yang terhormat. Batin Dila.

"Tidak apa-apa, Pak. Memangnya, ada masalah apa? Kenapa Bapak harus memaksakan datang kesini dan malah makan di rumah kecil saya?" tanya Dila lagi.

Kaisar terdiam. Ia tak menjawab ucapan Dila lagi, dan itu benar-benar membuat Dila kesal. Sudah beberapa kali Dila bertanya, tapi tak kunjung mendapat jawaban dari Kaisar. Hingga akhirnya Dila memutuskan untuk tak peduli dan tak ingin bertanya kenapa lagi.

Tiba-tiba Kaisar menjawab, "Aku sedang kesal, keluargaku membuatku marah," ucapnya.

"Oh, maafkan saya yang ikut campur. Saya tak tahu, Pak." Dila tak ingin ikut campur.

"Aku dijodohkan," ucap Kaisar lagi.

Dila menatap Kaisar, "Memangnya apa yang salah dengan perjodohan?" tanya Dila.

Aku, dulu sangat berharap akan perjodohan. Aku mengabaikan Ali demi membantu keluargaku melunasi semua utang-utang pada keluarga Aldric yang meminta aku sebagai penebus utang dan menjodohkan aku dengan anak laki-laki mereka. Aku berharap Aldric br*ngsek itu akan menikahi ku, aku ikhlas dia menikahi aku walaupun dia tak mencintaiku. Aku ikhlas menikah dengannya, asalkan utang keluargaku bisa segera lunas. Karena aku yakin cinta akan datang dengan sendirinya, jika aku menjalaninya. Tapi, apa nyatanya? Aku hanya dianggap pelac*r. Dimatanya aku ini adalah wanita yang bisa ia permainkan. Berulang kali bajing*n itu menggerayangi tubuhku bersama teman-temannya. Sakit sekali hatiku jika mengingat semua itu. Batin Dila.

"Bagaimana bisa aku menikah dengan orang yang tidak aku cintai?" tanya Kaisar lagi.

"Tapi, Bapak bisa mencobanya, cinta akan datang dengan sendirinya." ucap Dila.

Dila terdiam. Ia ingat akan dirinya sendiri, lebih baik menikah dengan orang yang tidak ia cintai, daripada hanya dijadikan budak s*ks saja, itu benar-benar menyedihkan. Menikah, sesuatu yang kini sangat mustahil bagi diri Dila. Ia tak akan pernah membuka hati lagi untuk laki-laki manapun. Sudah terlanjur perih mengingat perlakuan-perlakuan bejad laki-laki yang dulu pernah menyetubuhinya.

"Aku tak sudi. Menikah itu harus karena cinta, kalau aku menikah tanpa cinta, untuk apa?" tanya Kaisar penuh emosi

"Cinta itu akan mengalir seperti air, Pak. Jalani saja, dan bahagiakan wanita itu, tentu saja dia juga akan mencintai Bapak." ucap Dila.

"Mustahil cinta akan datang setelah menikah!" Elak Kaisar.

"Daripada tak menikahinya, kasihan dia," Tiba-tiba saja, air matanya jatuh tak tertahan.

"Aku tak peduli, masa bodoh dengan orang yang tak aku cintai. Prinsip ku, aku akan menikah dengan orang yang aku cintai, titik." balas Kaisar.

"Pak Kaisar egois kalau begitu," ucap Dila.

Kaisar menatap Dila, "Apa maksudmu?"

"Maaf, Pak. Saya terbawa suasana." Dila menunduk.

"Kaisar melihat air mata yang jatuh dari wajah cantik Dila. Kaisar tak mengerti, " Dila, kau kenapa? Kenapa kau menangis?"

Dila menyeka air matanya, "Ah, maaf Pak, saya cengeng, saya terbawa suasana tentang perjodohan Bapak."

"Apa kau juga akan dijodohkan?" tanya Kaisar.

"Tidak, Pak."

"Kenapa harus sedih kalau begitu? Dasar wanita yang aneh!" Balas Kaisar.

"Lupakan saja, Pak. Kalau begitu, kenapa Bapak tidak menikah dengan orang yang Bapak cintai saja?" Dila memberi saran.

"Hah? Apa? Ke-kenapa kamu bertanya seperti itu!" Kaisar jadi gugup.

"Bukankah Bapak tak menginginkan perjodohan itu, iyakan? Bapak pasti memiliki seseorang yang Bapak cintai. Kenapa tak Pak Kai kenalkan saja pada keluarga Bapak?" saran Dila.

Wanita yang kucintai? Siapa? Aku selalu fokus pada pekerjaanku, hingga aku lupa diri, bahwa aku juga harus mencintai seseorang. Aku tak tahu siapa yang aku cintai, yang aku cintai adalah pekerjaanku. Tak ada wanita yang dekat denganku, selain kamu, sekretaris ku! Batin Kaisar menatap Dila.

"Pak, kenapa melamun?" Dila mengagetkan lamunan Kaisar, karena Kaisar tak menjawab pertanyaannya.

"Hah? Apa? Ah, i-iya. Maaf, aku tak fokus." Kaisar gelagapan.