Di pinggiran ibukota, sebuah mobil merah menyala yang terlihat mencolok melaju di jalanan ramai. Itu Fiat 1200 Cabriolet, mobil kesayangan Kresna sejak tahun 1959 yang sekarang sudah tidak diproduksi lagi dan masuk ke dalam kategori mobil antik.
'Tertulis-lah kisah tentang bunga mawar'
'Ditengah belukar yang penuh dengan duri'
'Semerbak harumnya yang tiada tara'
'Siapapun ingin memetik bunga itu'
Dewi mengerutkan kening saat mendengar lagu Mawar Berduri yang diputar. "Tidak bisakah kamu menggantinya?" tanyanya sambil memilah-milah musik yang disimpan di bagasi.
Di sana hanya ada album dari artis-artis tahun 70-an seperti Koes Plus, Ebiet G. Ade, Iwan Fals, hingga Broery Pesulima yang mungkin sudah tidak begitu disukai masyarakat jaman sekarang.
Yah, itu semua memang musik favorit Kresna dan Dewi yang tidak begitu bisa menerima musik musik baru.
"Kenapa?" tanya Kresna sambil melirik Dewi yang masih memilih-milih musik dengan serius.
Dewi cemberut. "Untuk apa kamu memutar musik menyedihkan di pagi hari? Pilihlah yang lebih bersemangat!"
Tiga menit kemudian...
'Why... do you love me...'
'So sweet and tenderly...'
'I do everything'
'To make you happy'
Kresna memutar kedua bola matanya saat mendengar musik yang diputar. Dia melirik Dewi dengan senyuman geli yang menghiasi wajahnya. "Hei, bukankah kamu mengatakan untuk memutar musik yang bersemangat?"
"Oh, aku berubah pikiran," ucap Dewi sambil tersenyum tanpa rasa bersalah.
"..." Kresna mengusap wajahnya dengan putus asa. Oke, terserah.
"Kenapa di sini begitu ramai?" Dewi bertanya dengan kebingungan sambil menatap taman kota yang ramai dan dipenuhi dengan dekorasi serba merah muda. Tempat ini biasanya sepi tapi entah mengapa hari ini dikunjungi banyak orang. "Apakah ini hari libur? Tidak mungkin, ini baru hari Jumat."
Kresna yang sedang fokus mengemudi menoleh lalu dengan ragu-ragu berkata, "Ini hari valentine."
"Oh, pantas." Dewi mengangguk mengerti.
Tiba-tiba dia tersenyum. "Hei, ayo pergi ke tempat yang bagus," ajaknya.
Kresna yang melihat senyumannya tidak bisa dan tidak ingin menolak. Dia mengangguk dengan pelan.
Sepuluh menit kemudian, mereka duduk di kedai es krim yang ada di seberang taman kota.
Dewi memakan es krim cokelat sambil tersenyum bahagia. "Untung saja aku segera mengingat tempat ini atau aku mungkin akan melewatkannya."
Kresna mengalihkan tatapan ke sekelilingnya dan hanya melihat pasangan muda kemana pun matanya jatuh. Dia melirik papan yang diletakkan di depan kasir.
SPESIAL HARI KASIH SAYANG
DISKON 10% UNTUK JOMBLO
DISKON 50% UNTUK PASANGAN
"Toko ini selalu memberikan diskon di hari-hari spesial seperti ini. Lihat, kita bahkan bisa menghemat 50% uang kita!"
Kresna mendesah. "Kita pasangan?"
"Ya, kita sepasang sahabat, bukan?"
"..."
Kresna menatap gadis yang tersenyum kepadanya.
"Apakah kamu mendengar itu?"
"Uh, apa?"
"Suara hatiku yang hancur." Kresna berkata dengan serius.
Dewi menatap lekat-lekat ke dada pria itu. "Tidak," jawabnya yang juga terlihat serius.
"..."
"Apakah itu sakit?" Dewi menjadi panik.
"Cukup, kamu bodoh, makan saja es krimmu." Kresna menutup matanya putus asa, tidak tahan melihat kebodohan gadis di depannya.
Dewi masih terlihat panik tapi memutuskan untuk melanjutkan memakan es krim setelah melihat bahwa Kresna baik-baik saja.
Um, dia baik-baik saja, kecuali hatinya.
Kresna membuka matanya dan melihat gadis yang masih tenggelam dalam manisnya cokelat.
"Kenapa kamu menyukai makanan manis?" Kresna bertanya.
"Ini membuatku bahagia. Bahkan jika aku tidak bahagia, itu akan membuatku terlihat bahagia."
Kresna menatap gadis yang menyunggingkan senyum cemerlang.
"Kamu tidak takut sakit gigi? Bagaimana kalau gigimu keropos karena memakan itu?"
Dewi cemberut. "Hei, aku bukan anak kecil."
"Oh, ya, kamu nenek tua."
"Hei!"
"Kalau begitu, coba katakan padaku, berapa usiamu?" ucap Kresna dengan tatapan memprovokasi.
Dewi terdiam. Dia sepertinya hidup terlalu lama hingga lupa menghitung berapa usianya. Berapa? Seratus? Seribu? Mungkin lebih dari itu...
"Lihat, kamu bahkan lupa." Kresna langsung mengetahui apa yang dia pikirkan.
Dewi memanyunkan bibirnya. "Bercerminlah! Setidaknya aku tidak setua kamu."
Kresna mengangkat alisnya. "Oh, begitukah? Apa kamu tahu berapa usiaku?"
"Tidak tapi kamu pernah mengatakan bahwa kamu hidup bahkan sebelum manusia tinggal di sini. Jadi, kamu pasti lebih tua daripada aku."
Kresna mengangguk setuju, membuat gadis itu tersenyum penuh kemenangan.
Kresna melihat itu dan menggelengkan kepala. Itu benar untuk tidak menilai seseorang dari usianya. Setelah sekian ribu tahun, gadis ini masih bertingkah kekanak-kanakan, tidak pernah tumbuh dewasa.
"Cukup?" tanyanya saat melihat Dewi sudah menyelesaikan es krimnya dan bertanya.
"Yah, sebenarnya, tidak," jawab Dewi. "Tapi aku akan muak kalau memakannya terlalu berlebihan."
"..." Kresna menatap meja di depannya dengan tatapan kosong. Berlebihan? Kamu sudah memakan tiga porsi es krim.
Dia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berjalan menghampiri kasir. "Dua es krim cokelat dan satu es krim pelangi."
"Semuanya enam puluh enam ribu," ucap wanita yang menjaga kasir. "Totalnya tiga puluh tiga ribu setelah mendapat diskon."
Kresna mendengar itu lalu membuka dompetnya.
"Hei, dimana kamu membeli kontak lensa itu? Itu terlihat bagus," ucap wanita itu sambil menatap mata merah Kresna.
Kresna menyentuh matanya. "Ini bukan kontak lensa. Mataku menjadi seperti ini sejak aku masuk ke neraka."
Wanita itu tertawa sambil menerima uang Kresna. "Kamu tampan dan memiliki humor yang bagus. Jadi, aku akan memberi bonus khusus untukmu."
Kresna menerima uang kembalian dan permen lolipop yang diberikan wanita itu.
"Terlihat manis," komentar Kresna datar.
"Sama-sama. Sampai jumpa!" Wanita itu melambaikan tangannya saat Kresna berbalik pergi.
Dia menghela napas. "Pria tampan memang menyenangkan mata," gumamnya kemudian kembali bekerja melayani pelanggan di kedai yang semakin ramai itu.
Kresna menghampiri Dewi yang asyik bermain dengan kucing liar lalu menyerahkan permen lolipop pink yang baru saja dia dapatkan. "Untukmu."
Dewi melihat permen lolipop dan matanya bersinar. "Terima kasih!"
Kresna hanya mengangguk samar. Tidak ada yang menyadari bahwa dalam hatinya ada kembang api yang meledak-meledak, termasuk dirinya sendiri.