webnovel

Tanggung Jawab

Bhie dan pak alan duduk di kursi dengan kedua mata mereka yang saling memandangi satu sama lain.

"Apa umma kamu mau minta saya menikahi kamu? " tanya pak alan pada bhie.

Bhie menggelengkan kepalanya dan terlihat keputus asaan di wajahnya.

"Saya tidak tahu pak " jawab bhie dengan suaranya yang pelan.

"Tapi saya akan bilang sama bapak, kalau saya adalah wanita yang tidak percaya dengan pernikahan " dia menyambung jawabannya.

Terlihat kerutan di dahi pak alan, "kenapa? "

"kamu takut seperti umma kamu atau... "

"Ada sesuatu antara kamu dan teman kamu yang aneh itu? "

"Seperti terjebak cinta "

"Sesama jenis " tebak bhie.

Bhie mengerucutkan bibirnya dan lalu bergidig.

"Lebih baik mempunyai perasaan seperti itu " lalu bhie berkata, "tapi ketakutan paling terbesar adalah apakah dia bisa menerima keadaan yang seperti ini "

"Tetangga disini saja tidak suka dan menyumpahi saya, apalagi keluarga calon suami saya nanti "

"Itulah alasan saya lebih baik tidak menikah "

"Lebih baik mencintai diri sendiri daripada harus tersakiti dan menyakiti perasaan orang lain "

"Prinsip yang bagus " pak alan mengomentarinya dengan senyuman hambar karena dia sudah merasa penat dan waktu semakin berjalan.

"Tapi bapak jangan bilang yang saya katakan tadi sama umma! " ucap bhie.

Dia pun sudah sangat lelah dan mengantuk sekali karena ternyata waktu sudah menunjukkan pukul empat subuh.

Umma belum muncul dari dalam kamarnya setelah beberapa waktu yang lalu dia mengambil ponsel dan juga kunci mobil milik pak alan.

Laki-laki itu melihat bhie duduk di sofa yang sama menyandarkan tubuhnya dan terlihat tidur dengan lelap.

Dia menarik nafasnya lebih dalam, lalu membuka jas yang dipakainya untuk menutupi tubuh bhie yang memakai rok mini.

"Aku lelah sekali... " ucapnya dalam hati dan lalu diapun menyandarkan tubuhnya karena kedua matanya sudah begitu sulit untuk membuka.

Bhie dan pak alan tertidur di sofa begitu saja karena mereka sudah sangat terlalu lama menunggu sosok umma yang tidak keluar dari kamarnya.

" Pak... " bhie bersuara dengan sangat pelan dan dia takut sekali membangunkan dosennya itu karena melihat tidurnya yang begitu lelap.

Jari-jari nya hanya mempunyai keberanian memegang kemeja laki-laki itu dan ditariknya pelan.

"Pak bangun... " bhie kembali bicara.

Laki- laki itu terperanjat dan membuka kedua matanya terkejut melihat bhie yang ada di depannya.

"Sudah pagi? " tanyanya pada bhie.

Bhie menjawabnya dengan anggukkan kepalanya dan wajahnya terlihat aneh.

"Bagaimana dengan kunci mobil yang umma kamu bawa? " dia lagi-lagi bertanya pada bhie seraya merapikan kemejanya.

Seketika dia terjatuh dari tempat duduknya ketika baru menyadari ada dua orang yang duduk di sofa lain tersenyum melihat ke arahnya.

"Mau apa umma telpon pak rektor? " bhie komat- kamit membantu dosennya yang terjatuh karena terkejut melihat wanita dan laki-laki paruh baya duduk di hadapannya.

Pak alan membulatkan kedua matanya ke arah bhie dan berguman.

"Mereka itu orang tua saya! "

Bhie seketika terperangah kedua matanya sulit untuk berkedip dan mulutnya menganga sampai dia merasakan kerongkongannya kekeringan karena rasa terkejutnya.

"Jangan terkejut seperti itu " ucap pak alan berguman ke arah bhie.

'Dia menyuruhku tidak terkejut pada hal yang menyangkut masa depanku! ' celetuk bhie dalam hatinya.

'Nasib kuliahku ternyata hanya sampai disini ' bhie menangis dalam hatinya.

'Aku sudah berubah jadi si bodoh bhie yang malang '

Bhie terus menerus meremas kedua tangannya dan kali ini dia tidak berani untuk melihat kedua orang yang agung itu, dia terus tertunduk menutupi wajahnya yang ketakutan.

"Kalian benar-benar pulang bersama semalam? " laki-laki paruh baya yang selalu mengenakan kemeja batik dengan kacamata dan rambutnya yang memutih bertanya pada bhie dan pak alan dengan suaranya yang terdengar sangat wibawa untuk bhie.

Dulu dia sangat menginginkan suara itu terdengar di rumahnya sebagai sosok ayahnya.

"Tapi itu... " jawaban pak alan dipotong oleh laki-laki itu.

"Iya atau tidak? " selanya.

Pak alan menarik nafasnya tidak akan mungkin baginya menjelaskan kebenaran ketika jawabannya harus sesuatu yang pasti dan tidak dengan banyak kata.

"Iya " jawabnya.

"Kamu tinggal iya atau tidak saja kenapa harus piki-pikir dulu " ucap ayahnya.

"Iya, kamu itu bukan anak baru gede lagi alan " kali ini ibunya ikut mengomentari apa yang sudah dia katakan untuk menjawab pertanyaan ayahnya itu.

"Iya, maaf " pak allan meminta maaf pada orang tuanya karena jawabannya yang plin plan tadi.

"Tapi kami tidak melakukan apa-apa pak rektor " bhie merasa harus bicara sekarang dan menjelaskan bahwa dosennya itu tidak bersalah dan hanya mencoba menolongnya.

"Kenapa? " lalu kedua orang tua pak alan kompak bertanya pada bhie dengan wajah mereka yang begitu kecewa.

Bhie menaikkan kedua alisnya mendengar pertanyaan keduanya yang kompak.

"Maksudnya? " suara bhie memelan.

"Ya maksudnya kenapa tidak terjadi apa-apa " ibu pak alan menjawabnya.

"Iya betul " ayah dari pak alan ikut bicara.

Bhie semakin kebingungan, "karena memang kami cuma bertemu saja di jalan dan pak alan khawatir karena sudah larut malam "

"Dan mengantar saya pulang "

Mereka berdua menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan yang bhie katakan.

"Jadi pak alan tidak perlu bertanggung jawab " bhie kembali bicara, "karena memang tidak terjadi hal yang aneh dan saya juga tahu tidak sepadan dengan beliau yang sangat hebat "

"Saya hanya seorang mahasiswi "

"Siapa bilang dia tidak boleh bertanggung jawab " ucap ayah pak alan.

"Dia tetap harus bertanggung jawab karena membawa anak perempuan ketika larut malam dan membuat semua tetangga membicarakan hal yang buruk tentang kamu "

"Dia harus bertanggung jawab dengan masa depan kamu dan juga nama baik mu "

Bhie menyipitkan kedua matanya dan melirik ke arah ummanya yang duduk di kursi yang tepat berada di sebelah kanannya.

'Umma curhat apa sama mereka? ' tanya bhie dalam hatinya.

"Dia harus bertanggung jawab " ucap ibunya.

"Ini adalah momen tepat dan kejadian yang sangat di tunggu-tunggu oleh kami " sambungnya, "menunggu seseorang menghubungi kami dan meminta pertanggung jawaban anak laki-laki kami satu-satunya "

"Ayah dan ibu senang sekali aku dapat masalah " ucap pak alan.

"Memang " mereka berdua menjawab dengan kompak.

"Terlebih jika masalah wanita " ucap ayahnya, "itu artinya kami bisa cepat-cepat bikin pesta megah buat pernikahan "

"Kakak-kakak kamu sudah menikah " dia bicara lagi, "dan adik perempuan kamu juga sudah menikah "

"Kenapa mereka senang sekali kalau bapak dapat masalah? " bhie bertanya pada pak alan dengan suaranya yang pelan.

"Mereka itu memang aneh " jawab pak alan, "jangan dengarkan, atau nanti kita yang di buat pusing oleh mereka "

Bhie percaya dengan perkataan pak alan dan menganggukkan kepalanya menurut saja dengan semua yang dikatakan oleh dosennya itu.

"Cocok, pak " guman ibunya melihat bhie dan pak alan yang bicara berdua tanpa mereka bisa dengar apa yang mereka bicarakan.

"Dia pintar memilih murid yang pandai " jawabnya.

"Jadi.. " ucapannya itu membuat bhie dan pak alan diam untuk mendengarkan apa yang akan di katakan oleh laki-laki paruh baya itu sekarang.

"Kalian harus menikah!!! "