webnovel

Bab 11 - Mimpi Aneh.

Wajah yang tak seharusnya muncul di dalam mimpiku.

Kenapa harus kamu?

***

Sebuah hamparan yang sangat luas dan dipenuhi pepohonan rindang terlihat di sekitar Arrio berdiri sekarang. Suasananya sangat sejuk dan indah. Mirip dengan hutan yang menjadi tempat Arrio berubah pertama kalinya dalam bentuk yang lain.

Anginnya. Suara daun yang saling bergerak dan bersentuhan di ranting pohonnya. Bahkan telapak kaki Arrio rasanya benar – benar menapak di atas tanah lembab yang terkena tetesan embun dari dedaunan. Debunya juga menempel di pori – pori kaki Arrio, yang rasanya sulit lepas meski pemuda itu ingin membersihkannya saat ini.

Berbeda dari biasanya, Arrio melihat cahaya yang menembus pohon – pohon besar itu jauh lebih terang dari yang selalu dia rasakan selama tinggal di kota London.

Apa karena dia sedang rindu pada London dan keluarganya di sana. Hingga jiwanya merasakan semua ini. Apakah ini semua mimpi? Atau kenyataan yang tak pernah di duga sebelumnya? Kenapa jika ini mimpi, semuanya terasa sangat nyata?

"Arrio…"

Sebuah suara terdengar dan membuat Arrio refleks berbalik untuk melihat siapa pemilik suara tersebut.

Wajah Arra tiba – tiba terlihat. Tepat di hadapan Arrio hingga mengejutkan pria tersebut. Gadis itu benar – benar berdiri di depan Arrio dan tersenyum lepas dengan suara yang bahkan terdengar lembut di telinga sang pemuda.

"Arrio…" panggil gadis itu sekali lagi.

Mata sang pria membelalak. Bersamaan dengan sentuhan tangan Arra yang tepat mengenai pipi kirinya perlahan. Nafas Arrio jadi tercekat, air matanya berlinang. Menetes membasahi pipi. Hingga sebuah bayangan lain muncul ketika kedua pasang mata mereka saling bertemu untuk ke sekian kali.

Ada dirinya dan Arra di sana. Berpegangan tangan dengan sangat erat dan saling mencintai. Pria itu juga melihat sebuah pertarungan yang melibatkan dirinya dalam bentuk yang lain, dengan Arra yang juga ada di sana, menatapnya penuh cinta. Semua yang ada dalam pandangannya hanya Arra. Tidak ada perempuan lain.

Kembali ke mimpi anehnya, Arrio melihat Arra memiringkan kepala ke sebelah kanan dan tersenyum simpul di hadapannya. Senyum manis yang membuat jantung Arrio berdetak ratusan kali lebih cepat sekarang. Sebuah senyuman yang membuat hati Arrio melonjak tak karuan.

"Semua duniaku… berpusat padamu. Hanya padamu…" ucapan itu bukan keluar dari bibir Arra. Melainkan dari bibir Arrio sendiri.

"Hanya aku?" tanya Arra dengan suara merdu yang menggema.

"Aku akan memberikan semuanya untukmu. Menjadi apa pun yang kau inginkan. Dan melindungimu dengan cara apa pun. Aku akan melakukan segalanya, demi dirimu…" suara Arrio semakin jelas terdengar.

Lucunya, Arrio yang paham bahwa itu suaranya, justru ikut terkejut dengan apa yang dia lontarkan dari bibirnya sendiri saat ini. Sementara Arra, gadis itu sudah tertawa kecil dan mengangguk – anggukkan kepala di hadapan Arrio.

"Aku juga akan melakukan apa pun, untukmu… Arrio…" jawab gadis itu.

Cupp!

Sebuah kecupan di bibir Arrio yang diberikan Arra, sanggup menyentak pria tersebut. Sentuhan bibir tipis Arra yang lembut juga lembab, terasa sangat nyata hingga bulu kuduk Arrio meremang dan membuat sang pria menutup kelopak matanya seketika. Membiarkan kecupan itu terus menempel di bibirnya, sampai waktu yang rasanya sangat singkat.

Arra kembali menarik kepalanya dan menatap Arrio.

Kedua kelopak mata mereka yang bertemu, sekali lagi.

Dan mimpi aneh itu berakhir. Bersamaan dengan Arrio yang membuka mata dengan keringat mengucur deras di sekujur tubuhnya.

**

"Hahh… hahh…" nafas Arrio tersengal.

Dia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan dan menundukkan kepala.

Setelah dirasa sudah cukup tenang, Arrio pun mengambil ponsel dari dalam tas nya yang menggantung. Dia harus segera menghubungi Howard dan bertanya, apakah ini ada hubungannya dengan perubahan yang dia alami beberapa waktu dalam belakangan terakhir.

Tapi sudah berusaha berulang kali mencoba, Arrio masih belum bisa menghubungi Howard. Sampai dia akhirnya memutuskan untuk mengirim sebuah pesan kepada pria itu dan berharap agar Howard bisa segera membalas pesan yang dia kirimkan.

Pemuda itu kemudian lagi-lagi menatap ke arah jam dinding. Yang masih menunjukkan pukul 03.00 dini hari. Di mana berarti, dia baru tertidur sekitar satu jam saja. Namun meski demikian, Arrio sama sekali tidak merasa mengantuk lagi. Matanya sudah benar-benar segar dan terbuka sempurna. Seolah semua rasa lelah dan kantuknya hilang, setelah dia mengalami mimpi aneh tersebut.

Dalam benaknya yang paling dalam, Arrio terus bertanya – tanya, kenapa bisa seorang gadis yang baru saja dia temui hari ini, justru muncul di dalam mimpinya dengan cara yang sedemikian rupa. Apa maksud mimpi itu sebenarnya? Dan kenapa bayang-bayang Arra terus menghantui dirinya. Apa dia harus tetap menemui gadis itu besok? Atau justru mengurungkan niatnya ini?

Tangan Arrio kemudian naik untuk menyentuh bibirnya sendiri, yang sebelumya dikecup oleh Arra di dalam mimpinya barusan. Bibir tipis dan lembut itu masih sangat jelas bisa dirasakan oleh pria tersebut sampai detik ini. Bahkan wajah Arra dan sentuhan tangannya di pipi Arrio juga masih bisa terasa nyata. Yang barusan di alami Arrio, sepertinya bukan sekedar mimpi. Tapi kalau memang itu bukan hanya mimpi biasa, pasti ada maksud dari mimpi yang dia alami. Dan Arrio juga harus mencari tahu, apa maksud dari semua yang terjadi pada dirinya.

Sebuah pesan masuk ke dalam ponsel pria itu.

Pesan dari seseorang yang sudah dinanti oleh Arrio sejak beberapa saat lalu. Itu adalah pesan dari Howard. Tapi anehnya, isi pesan itu bukanlah pertanyaan atau jawaban dari pertanyaan yang Arrio kirimkan melalui pesan sebelumnya. Tapi sebuah jawaban, dari pertanyaan yang pemuda itu masih simpan di dalam hatinya saat ini.

'Imprint.'

Satu kata yang membuat Arrio bingung hingga berusaha kembali menghubungi Howard. Sayangnya, dia tak bisa menghubungi pria itu, karena nomor Howard mendadak tidak aktif dan sulit dihubungi, hanya hitungan detik, setelah Howard mengirimkan pesannya kepada Arrio.

Tak ingin hanya diam dan menanti jawaban dari Howard. Arrio memutuskan akan mencari tahu sendiri, apa itu Imprint dan kenapa hal itu bisa terjadi padanya.

**

---Keesokan Harinya---

Pukul lima pagi hari, Harbert sudah memulai aktifitasnya dengan menyiapkan sarapan dan beberapa camilan di atas meja, untuk dirinya dan juga Arrio. Bersamaan dengan itu, Arrio sendiri masih tertidur lelap setelah semalaman begadang untuk mencari tahu apa itu Imprint melalui selancarnya di dunia maya.

Telepon Harbert berdering dan suara Arra yang menyapa pria itu saat di angkat.

"Hai Arra, tumben kau meneleponku pagi – pagi sekali. Ada apa?" tanya Harbert.

"Apa Paman yang sudah memberitahu pria itu soal lowongan kerja di Kafe milikku?" tanya gadis itu kemudian.

Harbert mengulas sebuah senyuman tipis. "Jadi dia sudah menghubungimu?"

"Aku akan menunggunya datang pukul 6 pagi ini. Aku harap dia tidak datang terlambar, karena aku sangat tidak suka dengan orang yang tidak menghargai waktu." Gadis itu menegaskan kepada Harbert.

"Berbaik hatilah sedikit padanya, Anakku…" ucap Harbert kemudian. "Dia itu baru saja datang ke kota ini dan butuh pekerjaan. Kalau kau bersikap seperti ini padanya, aku yakin kau akan menyesal karena telah menolak seorang bartender professional seperti dia," kata pria itu lagi.

Arra terdiam sejenak dan kembali bicara, "dari mana kau tahu soal itu?" tanya Arra. "Dari mana kau tahu, kalau dia professional?" kata gadis itu kembali bertanya.

"Aku melihat sertifikat yang dia miliki tadi malam. Itu sebabnya aku meminta dia melamar pekerjaan di tempatmu semalam. Aku rasa… dia pasti akan membawa banyak pelanggan baru, dengan kemampuannya itu," ujar Harbert.

"Kalau kau bicara begitu, maka aku akan mencoba mempercayaimu…" tukas Arra akhirnya. Telepon pun diputus setelah Harbert berjanji akan membangunkan Arrio agar dia tak terlambat pagi ini.

**

Matahari masih baru saja bangun dari peraduan. Cahaya jingganya pun bersinar sesaat, menandakan dia akan segera naik ke atas langit untuk menerangi setengah permukaan buminya. Dan di saat yang sama, seperti ada sebuah alarm yang berbunyi dengan sangat keras di dalam kepala Arrio, pemuda itu langsung bangun dalam posisi duduk dan mengarahkan pandangannya ke jendela yang tertutup tirai tebal.

Meski demikian, dia masih bisa melihat sebuah cahaya yang mengintip malu – malu ke dalam kamarnya berwarna putih dan terasa cukup hangat di hawa sejuk dingin pagi ini.

Pemuda itu menghela nafas dan mengusap wajahnya kasar sebelum langsung meloncat dari ranjang dan berjalan ke kamar mandi. Sepertinya dia akan sangat terlambat untuk menemui Arra hari ini. Dan entah bagaimana dia harus menghadapi gadis itu, setelah mimpi anehnya malam tadi.

Demi menyadarkan dirinya sendiri sepenuhnya, Arrio memilih mengguyur kepalanya dengan air dingin walau semalam dia sudah melakukannya juga.

***

Tanpa sempat menyarap dan berpamitan dengan benar kepada Harbert. Arrio langsung berlari dengan terburu – buru menuju Kafe milik Arra. Tapi dia berhenti sejenak di depan penginapan dan menoleh ke kanan dan ke kiri. Sepertinya dia agak bingung harus menuju ke arah mana sekarang. Dan sebagai jawaban, Harbert berteriak dari dalam ruang tamu.

"Kanan… Kafe Chiarra…!" teriak pria itu.

Arrio mengangguk sekali lagi dan langsung membelokkan langkahnya ke kanan. Berlari menuju kafe yang di tunjuk oleh Harbert barusan. Sambil berlari, Arrio mengumpati dirinya sendiri yang tertidur sampai menjelang siang seperti sekarang. Tapi dia juga memperhatikan keadaan sekitar, yang mana banyak sekali anak sekolah yang mulai bersiap untuk berangkat ke sekolahnya sekarang, dan menyarap di kedai – kedai pinggir jalan bersama orang tua mereka.

Ada pula beberapa pekerja kantor lain yang ikut menyarap di kedai sederhana itu.

Hampir saja terlewat, langkah kaki Arrio akhirnya sampai di depan kafe milik Arra yang masih tertutup pintunya dan terkunci. Lampu yang malam tadi menyala juga masih belum padam, menandakan belum ada satu pun orang yang sampai ke tempat itu. Bahkan Arra sendiri juga.

"Sialan! Kenapa dia malah belum datang?" keluh Arrio dengan nada kesal yang terdengar sangat jelas.

"Apa kau sedang mengumpat padaku?" tanya Arra yang tiba – tiba sudah berdiri di belakang Arrio dan mengejutkan pria itu.

"K-kau… sejak kapan di--" balas Arrio yang berbalik dengan mata membelalak dan menunjuk wajah Arra dengan telunjuknya.

"Bawakan belanjaanku. Ini berat sekali, tanganku sampai sakit saat membawanya," kata gadis itu sambil meletakkan plastik – plastik besar yang sebelumnya dia bawa.

Lalu dengan tanpa sungkan, Arra segera membuat Arrio menyingkir dari depan pintu agar dia bisa membuka pintunya dengan kunci yang sudah dibawa. Sementara Arrio sendiri masih terdiam sendiri dan berdiri tanpa melakukan apa pun sampai Arra benar – benar masuk ke dalam kafenya dan membuka pintu depan lebar – lebar.

"Apa kau mau berdiri terus di sana?" teriaknya pada Arrio.

Arrio terkesiap. Dia segera berbalik masuk, tapi kemudian kembali lagi untuk mengambil barang belanjaan Arra yang belum sempat dia bawa. Lalu kembali masuk ke dalam kafe dan mengikuti langkah Arra yang sudah lebih dulu menghilang entah ke mana.

**

Di dalam ruangan, Arra sudah terlihat bersiap di depan sebuah meja bar. Sementara Arrio meletakkan barang belanjaan gadis itu di dalam dapur.

"Jadi kau mau melamar pekerjaan sebagai bartender di sini?" tanya Arra sambil bersedekap dan memasang wajah serius.

Arrio mengangguk. Jujur saja, melihat bagaimana sikap Arra saat ini, justru membuat Arrio merasa ingin tertawa. Karena ekspresi wajah gadis itu yang tak cocok sama sekali untuk dibuat pura – pura serius seperti sekarang.

Wajah Arra lebih cenderung imut dan mirip bayi jika diperhatikan dari dekat.

"Kenapa senyum – senyum? Ada yang lucu memangnya?" gertak gadis itu dengan suara merdu khas dirinya yang sekali lagi sangat tidak cocok untuk berteriak, apalagi membentak orang lain.

Arrio hanya bisa mengubah ekspresi wajahnya dengan cepat dan menggelengkan kepala. Dia melirihkan kata 'maaf' yang sepertinya diketahui oleh gadis itu. Karena dia juga segera diam setelahnya.

"Aku tidak suka minum, minuman berlakohol. Aku juga tidak tahu campuran yang tepat dari semua minuman yang ada di dalam menu. Aku juga sangat tidak suka dengan orang yang terlalu mabuk di sini. Karena ini bukan klub malam, ini hanya kafe saja." Arra menjelaskan.

"Jadi apa minuman yang kau sukai? Soda?" tanya Arrio memberanikan diri.

Gadis itu tersenyum tipis. "Bukan. Aku suka air mineral," jawabnya polos.

Arrio terkejut dan mengernyitkan pandangan.

"Kenapa kau menatapku begitu? Apa ada yang aneh dengan hal itu?" tanya Arra kembali.

"Bukan aneh, hanya tak biasanya saja." Arrio memberi jawaban.

"Yah… kalau kau mau menjadi bartender di sini, aku tak keberatan. Yang pasti, jangan buat pelangganku gampang mabuk dengan minuman yang kau racik. Mereka harus tetap bisa sadar dan berjalan pulang dengan selamat, setidaknya sampai dia keluar dari batas pintu depan. Setelahnya, mereka bukan lagi urusanku. Apa kau mengerti maksud ucapanku?" kecepatan bicara Arra memang luar biasa. Sampai Arrio sempat pening mendengarnya.

Dan pria itu memilih untuk menganggukkan kepala tanda mengerti.

"Benar, kau sudah mengerti?" tanya Arra meyakinkan diri.

Dan Arrio sekali lagi hanya menganggukkan kepalanya.

"Bagus! Kalau begitu, kau bisa mulai hari ini," ucap Arra sambil memekik senang.

"Jadi apa yang harus aku lakukan di hari pertamaku?" tanya Arrio kemudian.

Sambil menunjukkan ekspresi berpikir, Arra menjawab, "sarapan di sini bersamaku."

***