webnovel

150 Day

Ketika pendidikan harus berakhir karena sebuah pernikahan, Madu berusaha keras membantah permintaan sang ayah yang ingin dirinya menikah dengan seorang pengusaha yang tidak Madu kenal namun sang ayah malah mengancam jika Madu menolak maka sang ayah akan membunuh sang ibu, mau tak mau Madu mengubur dalam-dalam mimpinya yang ingin menjadi seorang dokter dan terpaksa menerima permintaan ayahnya untuk menikah. Seorang pengusaha yang paling berpengaruh di area Eropa dan Amerika membangun beberapa anak cabang perusahaan di area Asia yang di mana salah satunya adalah di Indonesia, Atlas memilih Indonesia karena Atlas ingin di lihat oleh seorang wanita yang sangat ia cintai. Atlas berharap wanita itu akan sangat terkejut dan juga merasa bangga karena melihat dirinya sudah menjadi orang yang sukses. "Pria itu pernah mencampakkanmu dan anaknya juga sering membuatmu menderita maka biarkan aku membalas dendam pada kedua ayah dan anak itu untuk dirimu, Sayang." gumam Atlas menatap foto wanita yang sangat ia cintai. "Seratus lima puluh hari sama dengan lima bulan, aku akan membuat hidup mereka menderita hingga tepat di hari ulang tahunmu. Boom! Mereka akan mati." gumamnya lagi.

Sucici · Adolescente
Classificações insuficientes
4 Chs

Lupa, Hal Bisa

Ketika sinar matahari pagi menyinari kamar seorang gadis melalui jendela kaca, Camelia Madu Admanjaya memejamkan kedua matanya dengan erat kala sinar matahari itu mengganggu tidurnya.

Tok ... tok ... tok ....

"Madu, wake uuuuup!" seorang perempuan mencoba untuk membangunkan Madu dengan car berteriak serta menggedor-gedor keras pintu kamarnya.

"Woy! Kebo bangun lo." suara perempuan lain memukul keras pintu kamar Madu yang terkunci rapat.

Di dalam kamar Madu menutup telinganya dengan bantal lalu Madu juga menarik selimut untuk menutupi kepalanya, Madu merasa risih karena suara dua perempuan dari luar kamarnya terus-menerus menggedor pintu dan berteriak tak jelas demi untuk membangunkannya.

"Madu, bangun lo anak kebo." pekik mereka untuk kesekian kalinya.

Madu membuka selimutnya lalu Madu melempar bantalnya ke sembarang tempat, sorot mata Madu langsung melebar dan menajam kala merasa muak di teriaki terus-menerus.

"Mati lo berdua di tangan gue," dersis Madu menatap tajam ke arah pintu.

Madu membuka kunci pintu lalu kedua perempuan yang ada di luar kamar Madu langsung membuka pintu kamarnya.

Byurr ....

Baru juga berjalan satu langkah, wajah dan pakaian kedua perempuan itu harus basah karena ulah Madu yang menyiram mereka dengan air bak mandi.

"Maduuuu ....!" pekik keduanya begitu keras hingga kedua orang tua Madu yang ada di lantai satu sudah siap menutup telinga mereka dengan kapas kala sudah sangat paham pasti akan ada suara teriakan yang begitu memekakkan telinga mereka.

"Akibat lo berdua ganggu waktu tidur gue di hari yang seharusnya gue bisa istirahat dengan sempurna," dersis Madu membuat kedua sahabatnya mengerucutkan bibir mereka.

"Rese lo," pekik Anya geram dengan kelakuan Madu yang jika tidak suka di ganggu pasti akan memberi pelajaran pada si pengganggu itu.

"Pake banget, rese banget!" timpal Maya.

"Bodo," sahut Madu tidak perduli, sungguh Madu merasa kesal karena kedua sahabatnya mengganggu hari istirahatnya.

"Lihat dari raut muka datar lo, lo pasti lupa 'kan sama janji kita hari ini!?" ucap Anya membuat Madu mengerutkan dahinya.

"Gue enggak punya janji sama kalian," sahut Madu.

Hari minggu adalah hari rebahannya Madu karena bagi Madu, kasur itu ibarat sahabat yang selalu bisa membuat dirinya aman, nyaman dan tentram begitu juga guling itu ibaratkan seorang pacar yang selalu setia memeluk dirinya sepanjang hari minggu.

"Oh ya bukan sama kita tapi sama Alex, gue lupa." ralat Anya membuat Madu membelalakan matanya.

"Ohiya Alex, gue lupa Anj*ng!" pekik Madu langsung berlari menuju kamar mandi.

"Woy cumi, gue sama Anya gimana. Baju kita basah kuyup gara-gara lo." pekik Maya.

"Pake baju gue di walk-in closet, cari sendiri jangan manja lo pada." pekik Madu dari dalam kamar mandi.

Anya dan Maya langsung ke walk-in closet milik Madu lalu mereka mencari pakaian yang menurut mereka pas di pakai dan bagus di pandang.

Madu selesai mandi lalu Madu mencari pakaian yang sudah ia siapkan semalam, "Kira-kira ini bagus enggak?" tanya Madu meminta pendapat.

"Lo pake apa aja tetap kelihatan cantik kalik, Mel." ucap Maya dan Anya mengangguk setuju dengan ucapan Maya.

"Seorang Camelia Madu enggak perlu pake nanya penampilan segala, lo pake baju robek juga masih tetap oke." timpal Anya membuat Madu memutar bola mata jengah.

Madu pergi ke meja riasnya lalu Madu merias tipis wajahnya agar terlihat lebih segar dan tidak pucat.

"Gue udah siap, ayo pergi." ajak Madu membuat kedua sahabatnya saling melempar pandangan.

"Makeup lo tipis banget? Eh enggak deh, lo enggak pake bedak ya?" tanya Anya menyipitkan matanya.

"Gue udah pake pelembab," sahut Madu.

"Astaga Madu, seenggaknya pake bedak dikit dong terus pakein alis biar rapi terus pake eye shadow juga biar lebih elegan tambahin eyeliner 'kek terus pipi lo coba tambahin blush on biar bagusan dikit gitu," omel Anya membuat Madu memasang tampang jengah.

"Ribet lo pada," dersis Madu kemudian pergi keluar kamar.

"Dih di tinggalin, tunggu woy!" pekik Maya kemudian mereka berdua menyusul Madu keluar kamar.

"Pagi Mom-Dad," ucap Madu mencium pipi Raisa dan Gustaf secara bergantian.

"Mau ke mana kalian?" tanya Gustaf menatap kegita gadis remaja itu.

"Madu mau ketemuan sama cowok, Om." ucap Maya mendapatkan pukulan dari Madu di bagian lengannya.

"Hem, siapa?" tanya Raisa menatap Madu.

"Alexander Gara Meycrott," jawab Anya sengaja memperlengkap nama Alex.

"Anak dari Nyonya Mega Meycrott?" tanya Gustaf dan kedua sahabat Madu langsung menganggukkan kepala mereka.

"Benarkah? Kau dekat dengan anaknya Nyonya Mega Meycrott?" tanya Gustaf menatap ke arah Madu.

"Iya" sahut Madu heran akan keterkejutan sang ayah.

"Nyonya Mega Meycrott adalah sahabat baik daddymu, Madu." ucap Raisa mengerti dengan raut wajah bingung sang anak.

"Hem! Sahabat?" beo Madu dan sang ayah menganggukkan kepalanya.

"Apakah Alex sudah menyelesaikan studinya di Harvard University?" tanya Gustaf.

"Daddy tahu Alex kuliah di Harvard University?" tanya Madu.

"Kenapa tidak, di sana Alex mengambil jurusan Harvard Business School bukan? Bahkan Mega sering bercerita tentang Alex yang selalu mendapatkan nilai sempurna juga," ucap Gustaf membuat ketiga gadis remaja itu melebarkan mata tak percaya.

"Pria itu sangat bodoh, Dad." ucap Madu.

"Ya! Seperti yang di katakan Mega, Alex tidak pernah mau menunjukkan kepintarannya kepada siapa pun. Dia takut kepintarannya di manfaatkan orang lain." sahut Gustaf membuat Madu mengepal kuat tangannya.

"Whatever, dia juga sudah lulus dari Harvard University." ucap Madu malas.

"Alex pasti kembali ke Indonesia karena ingin membantu Mega mengambil alih perusahaan Crott Company." ucap Gustaf penuh keyakinan.

Di dalam mobil Madu tampak sedang melamun, terbukti ketika Anya dan Maya memanggil-manggil nama Madu tapi Madu hanya diam menggigit-gigit kuku jempolnya yang sedikit panjang.

"Madu, kita udah sampe." pekik Maya membuka pintu belakang.

"Lo enggak mau turun ya?" tanya Maya namun Madu hanya bergeming.

"Woy Madu," pekik Anya membuat Madu tersentak kaget dan lengsung menoleh ke arah sampingnya.

"Lo ngelamunin apaan sih?" tanya Anya dan Madu mengerjapkan matanya beberapa kali.

"Udah sampe ya?" tanya Madu mengalihkan pembicaraan.

"Dari tadi Bambang." pekik Anya dan Maya.

Ketiga gadis remaja itu langsung masuk ke dalam cafe lalu setelah itu mereka mencari keberadaan Alex.

"Madu," pekik seorang laki-laki dari arah depan mereka melambaikan tangannya ke udara.

"Itu Alex," tunjuk Anya lalu mereka bertiga berjalan mendekati meja Alex.

"Lo udah lama?" tanya Madu terdengar ketus lalu duduk tepat di depan Alex.

"Baru dua jam di sini," sahut Alex terdengar menyindir mereka yang datang terlalu lama.

"Sorry kita lama Lex, kita nunggu ni kebo bangun dulu tadi." ucap Anya menunjuk Madu dengan memanyunkan bibirnya.

Madu memutar bola mata jengah. Tanpa di beritahu juga, Alex sudah paham dengan Madu yang sering ngaret.

"Udah paham kok," sahut Alex tersenyum tipis menatap Madu.

"Lupakan? Hal bisa kok," tambah Alex membuat Madu mengalihkan pandangannya ke atas.

"Ini nih, tampang muka yang enggak ada rasa bersalahnya." tunjuk-tunjuk Maya mendapatkan tatapan tajam dari Madu.

"It's okay!" ucap Alex memaklumi kebiasaan Madu yang sering lupa dan ngaret.