webnovel

Simpul

Bukit tersembunyi seperti namanya adalah sebuah pegunungan kecil dengan hamparan tanaman obat dan bunga, lembah beracun dan banyak binatang besar maupun kecil. Hanya ada dua musim, panas dan dingin. Air yang mengalir sangat jernih dan segar ada juga sebuah danau dengan keunikannya. Bukit ini terlindungi dengan sebuah formasi sehingga tersisih dari peradaban dunia luar. Wuli telah tinggal disini sejak bayi, dia ditemukan oleh kakek berambut abu - abu waktu itu dan membawanya kesini. sejak itulah Wuli mendapatkan namanya dan tinggal dengan kakek berambut abu - abu sebagai cucu kesayangan. Sifat cerianya adalah hal yang paling dirindukan kakek abu - abu. Meskipun sering membuat sakit kepala dengan polah tingkahnya yang tidak seperti gadis umumnya, kakek masih memanjakannya. Namun Wuli mendapatkan semua ilmunya dari kakek, entah itu pengetahuan medis dan racun maupun seni bela diri. Bahkan untuk seseorang yang tinggal jauh dari peradaban kakek mampu mengajari Wuli banyak hal akademik sampai keterampilan dalam musik.

" Kakek, darimana sebenarnya semua buku disini? dan bagaimana kau bisa begitu tak bermoral bisa segala hal?" suatu waktu Wuli menanyakan pertanyaan ini kepada kakeknya. Namun jawaban yang diberikan kakeknya hanya ringan - ringan saja " Tentu saja belajar" setelah itu kakek bahkan terlalu malas untuk melanjutkan.

" Kakek! Seperti apa orang - orang diluar sana?" Wuli bertanya penasaran.

" Banyak macam"

" Seperti apa?"

" Apa yang kau pikirkan?" sebut kakek menatap cucunya sekilas.

" Mungkin aku bisa bergaul dengan mereka?" setelah mendengar ini, wajah kakek berubah suram.

" Kau mau meninggalkan kakek?" tanya kakek dengan keluhan. Dan setiap kali Wuli melihat wajah ini dia akan merasa bersalah.

"Kau adalah kakek terbaikku, bagaimana aku rela meninggalkanmu?" nadanya mulai menjilat sehingga kakek mulai lebih baik, namun segera dihancurkan dengan kata - kata Wuli berikutnya.

" Tentu saja kakek harus pergi denganku"

Ada kesedihan samar dimatanya seketika itu, lalu berubah menjadi keluhan seketika sebelum Wuli menyadarinya.

" Kau tahu nak, aku tidak akan meninggalkan tempat ini"

" Tapi kenapa? Apakah kau memiliki banyak musuh diluar sana? hah?" Nada Wuli mulai mendesak.

Tatapan kakek menjadi suram mendengar tebakan cucunya ini, ' gadis bau kencur ini, apa maksudnya' batin kakek. Karena kakeknya terdiam cukup lama Wuli mulai ragu apakah kakeknya benar - benar memiliki banyak musuh.

" Kakek....! Kakek!" Wuli memanggil lagi.

" Kau pikir kakekmu ini orang yang mudah diganggu ? heh? Kakek malas mendengarkanmu. Apa kau sudah menyelesaikan latihanmu?"

Opss begitu mendengar ini Wuli mulai sadar bahwa dia sudah menyelinap dari latihannya. Padahal itu hanya pengalih perhatian dari deretan pertanyaan Wuli untuk kakeknya.

Melihat punggung gadis kecil itu, kakek menghela nafas, apakah baik atau buruk dengan mengurungnya disini tanpa peradaban? Kemudian tatapannya beralih ke arah dimana terakhir kali Wuli terpesona beberapa waktu lalu. Ada kerumitan dalam pandangan mata kakek dan sebuah pemikiran terlintas di benaknya. Apakah sudah waktunya? pikirnya dalam hati.

Seperti biasa, Wuli melatih seni bela dirinya di bukit belakang pondok. Di sekelilingnya ada beberapa binatang, serigala putih duduk menekuk tungkainya sambil melihat pemandangan di depan,ada juga harimau gagah yang akan mengaum sewaktu-waktu. Beberapa binatang kecil seperti kelinci burung serangga entah darimana bahkan terlihat harmonis di beberapa tempat seakan menemani gadis itu.

" Luruskan tinjumu! apa kau belum makan heh??!!" raungan dari kakek abu-abu menggema di telinga Wuli. Meski tidak senang namun Wuli sangat serius kemudian membetulkan posisinya.

" Apa maksud kakek? aku makan tidak lebih banyak dari seseorang, bagaimana aku mendapat sisa kekuatan" 'seseorang' yang Wuli maksud kakek tahu siapa itu, namun dia hanya menyipit kemudian senyum tipis menghias di wajahnya.

" Oh" " Begitu?! Aku ingat seharian kemaren ada yang bilang untuk membuat makan malam, namun pada akhirnya dia hanya jadi orang yang melahap hampir semua jatah makan malam?" sindir kakek yang segera mendapat hembusan angin menuju di depannya.

" E..E..E..Kakek yang baik, apakah begitu? Cucumu ini masih muda dan butuh banyak kalori, akan lebih baik untuk menyimpan makanan di perutku demi pertumbuhan. Benar'kan ? Dan juga aku sudah memijat kakek setelah itu, hingga kedua tanganku kebas" dengan pandangan mata memelas dan manja Wuli mengelus lengan kakeknya.

Tuhan tahu betapa kakeknya selalu berperut hitam, selalu membalas. Yang membuat Wuli kesal.

" Anggap kamu beruntung karena aku tidak tega menghukum dirimu" melirik sekilas tampang imut itu membuat kakek tidak tega menggodanya, hanya dia tidak tahu bahwa Wuli memang melakukan ini dengan sengaja.

" Setelah ini kau pergilah cari ramuan sampai sore dan kemudian cepat pulang untuk makan malam, kakek ada sesuatu untuk dikatakan denganmu" pinta kakek abu-abu kepada Wuli.

" Ya kakek!" jawab Wuli, itu adalah kegiatan rutin Wuli setelah latihan seni bela diri.

Beberapa saat kemudian setelah selesai dengan latihan, Wuli pergi ke bukit belakang untuk mencari ramuan dengan keranjang bambu.

Seorang pria tua berdiri di dalam sebuah kamar gua menghadap sebuah lukisan, Lukisan itu adalah gambar seorang pria gagah dengan tatapan yang tajam dan terlihat mulia, siapapun yang memandang akan tahu dia seorang ksatria atau bangsawan.

" Sudah bertahun-tahun, kau memintaku dengan hal itu. Sekarang sepertinya aku sudah tidak bisa mempertahankannya" setelah menghela nafas, kakek abu-abu mundur dari kamar gua dengan perasaan rumit, ada simpul dihatinya yang tidak bisa diuraikan.

Setelah kepergian kakek abu-abu, tidak ada yang menyadari ada seberkas cahaya yang bersinar di kedua mata lukisan itu.