webnovel

BAB 4: KAU DAN AKU, ALPHA

Mile pun menghempas napas panjang. Dia tak kalah kesal. Pria Alpha itu balas menjambak kerah Apo, lalu menyatukan hidung mereka untuk mendominasi. "Hei, dengar. Aku tahu kau baru kehilangan. Tapi jangan buat orang lain menanggung masalahmu," katanya. "Hadapi, lakukan. Jika tidak kuat sekarang, maka besok setelah kau waras." Pria Alpha itu kembali merebut kontak mobilnya. "Sekarang anggap aku percaya kau tidak mabuk. Dan katakan saja arahnya, biar kuantarkan ke sana."

Apo pun diam kali ini. Dia menghempas dada Mile, tapi mau masuk ke dalam. Agaknya, daripada menurut, pria Alpha itu jadi menerima karena alasan yang logis. Dia pun menyebutkan nama jalan, Mile pasang GPS, dan benar-benar mengantarnya pulang.

Apo masih tidak mengatakan apa-apa ketika dia keluar mobil. Dia seperti penumpang taksi miskin uang, yang pura-pura tidak tahu agar melarikan diri dari pembayaran.

"Hei, Apo," kata Mile sebelum si empu rumah membuka kenop. Pria Alpha itu mengikutinya, lalu terdorong hasrat aneh untuk merangkul Apo dari belakang. "Dengar, aku minta maaf soal di kantor tadi. Di bar, juga omonganku yang kurang pantas."

Anehnya, Apo tidak menghempas tangan Mile kali ini. "Ya, kau juga tidak sepenuhnya salah. Toh yang kita lakukan tadi memang meringankan isi kepala. Aku yang harusnya berterima kasih."

"Kau benar-benar akan mengundurkan diri?"

"Ya, besok. Sekalian konfirmasi kenapa seharian aku keluar di jam kerja."

"Kau tidak harus melakukan hal-hal yang sejauh itu," kata Mile. "Cari pekerjaan bagus sangat susah sekarang."

Apo tampak merenung. "Lebih susah lagi mencari pengganti kakakmu," katanya. "I like the way he smile, treat someone with no reason, dan hangat ke semua orang ... aku ... kenapa terlahir sebagai Alpha? Coba kalau jadi Omega. Aku takkan segan pura-pura hamil untuk mengikatnya di sisiku."

Mile agak tak menyangka Apo berkata begitu. Dia yakin, kalau melepaskan pria Alpha ini sekarang, takkan ada lagi interaksi diantara mereka besok. Karena itu, Mile pun nekad meraba tangan Apo di kenop. "Aku juga seorang Alpha," katanya. "Bagaimana kalau main denganku semalam? Kau tak perlu menganggap ini serius kalau tidak suka."

Suara Apo mengalun pelan. "You'd better to go home, now," katanya. "Seperti katamu, ini masalahku sendiri. Takkan kulibatkan orang lain untuk menyelesaikannya. Maaf."

"Memang kau baik-baik saja kalau kutinggal?"

"Baik-baik saja atau tidak, ini bukan tanggung jawabmu," kata Apo sambil melepaskan diri. Dia masuk, berbalik, dan menatap Mile lurus di celah pintu. "Ngomong-ngomong, selamat jalan untuk kepulanganmu ke Sydney."

Begitu pintu ditutup, Mile seperti terbangun dari mimpinya. Dia mundur selangkah dari sana, memandangi kesunyian di sekitar dan termenung.

Mile tidak sempat bertanya apakah Apo tinggal sendiri, tapi kalau sudah melihat situasi rumahnya, tak perlu ditebak lagi.

CKLEK!

Brakh!

Namun, tiba-tiba pintu terbuka lagi. Ada Apo yang tampak uring-uringan di sana, dia seperti ingin menangis, tapi sayangnya tak bisa.

"Hei, kau kenapa-"

"Diam!"

Tanpa izin, Apo pun menjambak kerah Mile. Pria Alpha itu menyeretnya masuk ke dalam, lalu membanting pintunya kembali.

"HEI!!"

BRAKHHH!

Tubuh Mile terlempar ke sofa. Keningnya berkerut-kerut, panik, tapi ternyata Apo menunggangi perutnya sambil melepas baju. Caranya menjambak dasi dan melempar juga tergesa-gesa. Pria itu seperti terdesak berbagai emosi, dan hanya ingin bercinta saja malam ini.

"Aku terima ajakanmu yang yang tadi," kata Apo setelah mencium bibir Mile beberapa kali. Dia memandang kedua mata tajam itu lurus, tapi bola matanya sendiri berair. "Ditusuk, menusuk-terserahmu. Aku hanya ingin lepas dari kegilaan ini."

"Tunggu sebentar, apa?"

"Asal kau tidak merasa ini pemerkosaan saja," kata Apo. Pria Alpha itu juga tak melawan setelah Mile membalik posisi mereka. Kemudian balas mencium.

"Kau serius?" tanya Mile memastikan. Bagaimana pun, saat feromon Alpha dan Alpha bercampur, pasti akan menusuk sekali di udara. Keduanya berbaur menjadi satu, tapi juga bertarung untuk membuat segan lawannya.

Apo memandangnya lurus. "Yeah, seperti yang kau bilang. Ini permainan dan tidak perlu memikirkannya besok pagi," katanya. "Lagipula, kau akan segera pulang ke Aussie."

Meski benar, entah kenapa Mile tidak tahan mendengarnya langsung dari bibir ini. Padahal, kalau disuruh jujur, dia tak pernah mengharapkan akan tertarik kepada seorang Alpha-

"Baiklah, terserah," kata Mile. Dia lantas melanjutkan ciuman mereka, sementara Apo memeluk dengan mata terpejam. Dia menjilat bibir saat ada jari masuk ke dalam restleting celananya. Namun, bukannya menggebu-gebu seperti biasa dia membayangkan para Alpha, kini Apo lebih kepada berserah diri.

Dadanya terlalu sakit membayangkan pesta pernikahan Mew dengan Gulf . Dia terpaku pada gambaran itu, hingga masa bodoh mau diapakan lagi. Apo bahkan mencakar sofa ketika puting-puting merahnya dihisap.

"Ahhhh ...."

Itu sungguh pertama kali Apo didominasi, walau sudah sering mengkhayalkannya selama ini. Namun, tidak buruk. Apo tak menyangka mulut hangat bisa membuat hasratnya naik hanya karena memainkannya di tempat itu.

"Sebentar, tunggu aku," kata Mile yang kali ini melepasi bajunya sendiri. Dia masih menghirupi aroma tajam dari dada Apo, dan kini berpindah ke bagian leher. Hidungnya naik dan turun. Dari rahang atas ke rahang bawah, Mile meninggalkan gigitan di sana hingga menimbulkan bercak.

"Hei, ini tidak buruk samasekali," pikir Mile ketika Apo mengeratkan pelukannya seperti ingin meremuk. Mereka saling sentuh seperti bertarung, tetapi Apo hanya diam ketika Mile menjajah bokongnya pertama kali.

Mereka saling bertatapan lurus. Diantara garmen-garmen yang berserakan, keringat yang mulai merembes, dan napas yang terus memberat-Mile membelai kerutan di bawah dengan mata ragunya.

"Sadar aku akan memperjakaimu malam ini?"

Apo menyisir rambutnya ke belakang dengan jemari. "Ya, asal jangan kasar-kasar saja," katanya. "Aku ini belum pernah dimasuki siapapun." Pria itu kemudian berebah nyaman untuk membiarkan Mile melonggarkan lubangnya. Kira-kira apa yang akan dia rasakan? Apo tidak banyak membayangkan hingga ada jari-jari masuk. Dia hanya menerima sensasinya, entah sesak, sakit, atau nikmat yang ditimbulkan.

"Nnnnnhhh ...."

Mile melumuri jari-jarinya dengan saliva setiap kali merasa susah memasuki tempat rapat Apo. Otot-ototnya terasa kuat. Beda jauh dengan milik para Omega yang pernah dia tiduri. Apo kering. Tidak becek atau licin, apalagi mudah membuka.

Apo sampah menggigiti bibir bawahnya sendiri karena sakit yang ditimbulkan, tapi dia menolak ciuman.

Apo ingin ingat sensasinya. Hal yang berbeda daripada dildo mainan, karena bisa membuat geletarnya naik tinggi hingga ke ubun. Sentuhan kecil saja di kulitnya, Mile bisa membuatnya tersengat gairah dan merindingkan sekujur tubuh.

Ha ... rupanya begini rasanya bercinta dengan seorang Alpha.

Kedua mata Apo pun terbuka dan menutup seiring napasnya yang terus memberat.

"Ini tidak akan cepat," kata Mile yang menambahkan jari ketiganya. Sambil terus menikmati perubahan reaksi Apo, jemarinya tak berhenti karena rasanya itu menarik. Apalagi dinding-dinding lubang Apo terus mengejan. Tempat itu meremas jarinya bagaikan ingin mencekik, lalu menelannya masuk ke dalam tapi tidak Mile kabulkan.

"Hhh ...."

Mile pun mengeluarkan penisnya yang sudah menggembung. Dia juga tidak sabar masuk, tapi Apo juga agak sulit diajak kompromi. Pria Alpha itu senpat berjengit, lalu mendorong dadanya karena terkejut.

"Hei, kenapa tiba-tiba?" tanya Mile yang sedang tanggung. Pria Alpha itu mengocok penisnya sendiri karena sudah kepalang hasrat.

"Tunggu, tunggu, tunggu. Kenapa tidak bilang ukuranmu itu monster?! Bokongku bisa robek kalau ditusuk benda sebesar itu!" protes Apo jengkel.

Brugghhhhh!!

Mile pun merebut bibirnya sekali lagi. Kini paksa, tak apalah. Lagipula mereka sama-sama birahi. Jika bukan pemaksaan, pasti nikmat yang diraih.

"Nnnnhhh .... ahh ...."

Lupa diri, Apo pun ikut meremas penis keduanya yang terkumpul jadi satu. Ada yang mengocok ke bawah, ada yang mengocok ke atas. Mereka berebut mengambil bagian, bahkan tak berhenti meski sama-sama berbuih.

Sebenarnya ukuran Apo normalnya Alpha. Mile saja yang di luar ekspektasi. Apo sampai mencakar bahunya dengan perut yang mengejan, baru bisa menerima penis Mile di dalam.

"Ah!"

"Tidak sakit. Jangan sakit."

"Fuck! Sakit!"

Mile menghajar leher Apo dengan endusannya yang dalam. "Tidak, jangan percaya yang nyata. Padaku saja."

Ilusi yang agak konyol. Tapi memang lebih baik begitu asal Apo tidak merasakan bokongnya berpotensi jebol. Apalagi setelah Mile mulai mengguncang tubuhnya dengan semangat. Rasanya, tiap tusukan terasa gila.

Plakkhh! Plakh! Plakhh! Plakhh!!

"Ahhhh ...."

Apo sampai mengalungkan kakinya ke pinggang Mile, daripada takut jatuh terjengkang dari sofa karena guncangannya.