webnovel

The Teacher

"Ah …"

"I love you, Miss Ren …"

Desahan itu terdengar dari sebuah gudang sekolah. Dua orang yang sedang asik memadu kasih.

"Ssttt … just keep going, Kal … ah …"

"Perhatian!"

Suara itu membuat keduanya terkejut. Mereka seketika menghentikan aktifitasnya. Wanita itu langsung menarik tubuhnya dari dekapan sang kekasih. Spontan ia langsung menurunkan roknya yang semula terangkat ke atas.

"Ada apa?" tanya pemuda di hadapannya.

Pemuda itu menarik celananya ke atas, mengancingkan kembali seragamnya yang terbuka. Namanya Kaleandra Putra. Seorang ketua kelas. Kale ahli dalam bidang IT, pun, ahli dalam mengait hati gurunya. Ada cinta terlarang antara dia dan Miss Reni. Guru matematika di kelasnya.

"Diberitahukan kepada semua siswa-siswi SMA Westtown untuk segera berkumpul di ruang aula. Sekarang!"

"Apa Miss tahu soal ini?" Kale kembali bertanya dengan pakaian yang kini sudah lengkap terpasang.

"Tidak. Aku tidak tahu. Sebaiknya kau pergi sekarang." Pinta Miss Reni dengan wajah yang berubah cemas.

"Apa semuanya baik-baik saja?"

"Aku tidak tahu, Kal. Cepatlah pergi sebelum ada yang melihat kita."

Kale mengangguk. "Aku akan keluar lebih dulu."

"Ya. Aku akan keluar sepuluh menit setelah kau."

"Hm. Sampai bertemu nanti, Miss Ren." Kale mencium pipi kanan gurunya sebelum membuka pintu. Pemuda itu hilang dari pandangan Miss Reni.

Wanita itu mengatur nafasnya yang semula menggebu. Merapikan pakaian dan rambunya yang berantakan. Setelah sepuluh menit menunggu ia pun akhirnya menarik pintu dan keluar dari gudang tempatnya bercinta.

***

Semua siswa SMA Westtown kini telah berkumpul di aula sekolah. Mereka berbaris rapi layaknya upacara bendera di setiap senin pagi. Beberapa guru pun telah berjajar di atas panggung. Kepala sekolah mengambil tempat di podium utama.

Pak Aditama. Kepala sekolah SMA Westtown yang sudah lebih dari tiga tahun menjabat.

"Selamat pagi, semuanya!" sambutan pertama. "Selamat datang kembali di SMA WestTown, semoga liburan kalian tidak membuat lupa tentang peraturan sekolah." Gurau Pak Adi. Tidak menarik. Kepala sekolah itu kembali berucap, "Sebelumnya, terima kasih karena telah bersedia hadir di ruang aula ini."

Pria tambun itu kembali melanjutkan. "Saya tidak ingin berbasa-basi. Alasan dikumpulkannya kalian di ruangan ini karena sebuah kabar baru. Penyambutan karena telah kembali ke sekolah, sekaligus perkenalan seorang guru baru yang akhirnya akan mengajar di SMA WestTown."

Penjelasan Pak Adi membuat beberapa siswa saling bertanya tentang kehadiran guru baru itu. Namun tidak sedikit pula siswa yang acuh tidak peduli.

"Pak Evan, kemarilah." Pinta Pak Adi.

Pak Evan datang menghampiri atasannya. Pria duapuluh delapan tahun itu berdiri di samping Pak Adi. Tubuhnya tegap berkarismatik. Wajahnya sudah pasti tampan.

"Silahkan, perkenalkan diri Anda kepada para siswa." Ucap Pak Adi.

Guru baru itu mengangguk. Kakinya berjalan beberapa langkah ke depan. Beberapa siswi perempuan terlihat menanti-nanti perkenalan itu.

"Oh My God, he is so handsome." Ucap Cindy melihat guru barunya dengan mata berbinar.

"Perkenalkan, nama saya Evan Sanjaya. Kalian bisa memanggil Saya Mr. Evan. Saya akan mengajar ilmu biologi. Mohon kerja samanya. Saya akan berusaha untuk menjadi guru yang baik. Terima kasih." Perkenalan singkat itu berakhir dengan sebuah senyuman ramah.

Pak Adi kembali mengambil alih. "Terima kasih atas perkenalannya, Pak Evan. Anda boleh kembali ke tempat." Ia mempersilahkan Pak Evan pergi dari panggung.

"Baiklah," kepala sekolah yang melanjutkan. "Kita akhiri saja pertemuan pagi ini. Kalian boleh kembali ke kelas masing-masing. Terima kasih atas waktu dan perhatiannya. Semoga hari kalian menyenangkan." Tutupnya.

Seketika semua siswa langsung membubarkan diri. Ada yang saling bercerita, menyimpulkan tentang status Mr. Evan, berharap guru itu mengajar di kelasnya, atau bahkan hanya diam dan memilih untuk tidak ingin peduli. Dilan salah satu dari mereka yang tidak peduli.

Pemuda itu sedang berjalan di koridor menuju kelas. Tidak sengaja bahunya bertabrakan dengan seorang siswi. Buku-buku yang dibawa siswi itu terjatuh ke lantai. Siswi itu Danis. Tetangganya. Mereka berada di kelas yang sama. Danis langsung melepas headsetnya dari telinga. Berjongkok dan memungut buku-bukunya.

"Maaf …" ucap Dilan dan ikut berjongkon membantu mengambil buku-buku Danis.

Tidak sengaja. Secarik kertas yang berisi angka serta kunci jawaban dilihat oleh Dilan. Ia mengambil kertas itu dan melihatnya cukup lama. Danis yang melihat hal itu buru-buru merampas kertas miliknya dari tangan Dilan.

"Terima kasih." Ucap gadis itu seraya berdiri.

Tidak peduli dengan Dilan yang masih menatapnya, ia pergi begitu saja. Meninggalkan temannya dalam kebingungan.

***

Martin membuka lokernya. Sebuah amplop coklat tergeletak di sana. Matanya menyipit mengambil amplop itu. Perlahan ia membukanya. Beberapa helai foto berada di dalamnya. Martin mengeluarkan beberapa helai foto itu. Matanya langsung melotot tajam.

Marah. Cemas. Takut. Ketiga perasaan itu hadir dalam waktu yang bersamaan.

"Sial!"

Martin menutup lokernya dengan keras. Berjalan pergi untuk mendatangi seseorang.

***

Bel tanpa berakhirnya pelajaran baru saja berbunyi. Semua aktifitas sekolah seketika terhenti. Semua siswa langsung bergegas membereskan peralatan mereka dari meja. Termasuk Dilan. Pemuda itu memasukan buku dan peralatan tulisnya ke dalam tas. Entah mengapa pandangannya tiba-tiba mengarah pada Danis yang duduk beberapa meja di depannya.

Apa karena menyontek Danis menjadi peringkat satu? Tidak mungkin. Gadis itu pandai berdebat. Dilan langsung menyudahi perasangkanya.

"Baiklah, terima kasih untuk hari ini. Sampai bertemu di pertemuan selanjutnya." Ucap Miss Reni menutup kelasnya.

Kale tersenyum senang kepada Miss Reni. Ia berada di kelas yang sama bersama Dilan, Danis, Natan, Belin dan Shera.

Beberapa siswa akhirnya meninggalkan kelas setelah Miss Reni keluar lebih dulu. Beberapa saat kemudian kegaduhan terjadi.

"Dilan!" suara lantang itu berasal dari ambang pintu.

Martin berdiri di sana. Wajahnya merah padam. Matanya tertuju pada satu pemuda. Dilan. Ia melangkah lebar menuju Dilan yang masih terduduk di kursinya.

Tanpa aba-aba. Martin langsung mencengkram kerah seragam Dilan, membuat pemuda itu terangkat dari kursinya. Sebelah tangannya terayun dan menghantamkan satu tinjuan tepat ke sisi bibir Dilan.

Tinjuan itu berhasil membuat Dilan tersungkur ke lantai. Darah ikut mengalir dari bibirnya. Tindakan Martin membuat Dilan sangat terkejut, bukan hanya Dilan, tapi semua temannya yang masih berada di kelas. Tidak ada perlawanan. Kejadian itu teramat cepat dan tiba-tiba.

"Apa-Apaan kau?!" Dilan akhirnya bersuara.

"Kau yang mengambil foto-foto ini, kan? Jawab Dilan!" bentak Martin.

"Foto apa?! Apa maksudmu?!"

"Ini!" Martin melempar amplop itu ke wajah Dilan. Sehelai fotonya keluar tanpa diminta.

Mata Dilan terbelalak melihatnya. Foto itu berisi gambar Martin yang sedang menghisap barang haram. Tidak ingin ketahuan. Dilan langsung memasukkan foto itu kembali ke dalam amplopnya.

"Sialan!" Martin kembali tersulut amarah. Tubuhnya kembali bergerak ingin menghajar Dilan. Namun, gerakannya kalah cepat dengan Kale yang lebih dulu mencegahnya.

"Cukup, Martin!" bentak ketua kelas. "Jangan mencari masalah di kelasku!" lanjut Kale mendorong tubuh Martin ke belakang.

Kedua pemuda itu saling beradu pandangan. Martin membuang pandangannya pada Dilan yang masih tersungkur di lantai.

"Urusan kita belum selesai." Ucap Martin dengan menekan kalimatnya.

Pemuda itu berbalik dan pergi meninggalkan kelas. Kini semua mata tertuju pada Dilan. Kale berjalan ke arah teman kelasnya. Mengulurkan tangan dan membantu Dilan berdiri.

"Ingin menjelaskan sesuatu?" tanya Kale.

Bersambung …