webnovel

Chapter 3

"Ann aku menyukaimu"

Anna terdiam seribu bahasa. Ia masih tak mempercayai penuturan Jis barusan.

Wajah Gadis berambut pirang itu bersemu, dengan agak ragu ia buka mulut untuk mengucapkan suatu hal. Tapi terpotong oleh suatu hal...

"Kyaaaa!" jeritan melengkin itu terdengar dari ruang musik yang tidak jauh dari tempat ke duanya.

"Puput... Daniel...?" ucap Anna. Ia berlari meninggalkan Jis menuju ruang musik yang berjarak 50 meter dari tempatnya. Jis mengikutinya, dalam hati ia mengumpat kenapa teriakan itu terdengar saat Anna ingin menjawab pernyataan cintanya.

"Anna! Jis!" ucap Michael dan Angel yang juga berlari dari arah berlawanan.

"Kak Angel, Mike. Mana yang lain?" tanya Anna. Tepat di depan ruang musik ia berhenti.

"Mereka ada di gedung sekolah tua, mungkin tak tahu" jawab Angel singkat.

Tanpa bicara lagi Jis membuka pintu ruang musik, di dapatinya Daniel yang tengah memeluk Puput. Berusaha menenangkan gadis yang tengah gemetaran itu.

"Daniel, ada apa?" tanya Anna khawatir melihat wajah Puput yang pucat pasi.

"Kenapa? Apa kau tidak lihat? Itu" ucap Daniel heran. Tangannya menunjuk ke arah Sere yang bermandikan darah di tengah ruangan.

Jis dan Anna saling berpandangan bingung.

"Itu? Piano kan?" ucap Anna bingung.

"Bukan! Ada Kak Sere disana! Bermandikan darah dengan pisau dipunggungnya" teriak Puput dengan suara lantang.

"Put, di sana tak ada apapun" ucap Anna dan Jis bersamaan.

"Kalian... tidak melihatnya? Bagaimana bisa?" keheningan melanda ruangan itu.

Tak ada suara yang yang terdengar, hanya pandangan bingung satu dengan yang lain. Sementara Sere yang ada disana menghilang dari pandangan, tak menyisakan apapun.

Kehenigan terus menjalar, tak ada seorangpun yang berniat mengucapkan apapun maupun beranjak dari sana.

"Ei, kalian disini rupanya" sebuah suara lembut memecah keheningan itu. Angel menoleh dan melambaikan tangan.

"Ah, Mamah" ucap Angel.

Daniel dan Puput langsung bingung melihat Sere yang berdiri di depan pintu masuk.

Tidak ada noda darah maupun bekas luka. Wajahnya segar seperti tak terjadi apapun.

"Kenapa kalian berkumpul? Jurit malamnya bagaimana?" senyum lembut terlihat di wajahnya dengan mata emas yang teduh

"Kami bersumpah! Semalam tuh aku dan Daniel melihat Sere disana" ucap Puput pada freshman yang 1 workshop denganya itu.

"Iya, kau melihatnya datang setelah kami" ucap Jis datar.

"Tadi aku coba mengecek. Disana nggak ada noda darah kok" ucap Pandu dan Sam.

"Eh? Masa tidak ada?" ucap Puput tidak percaya.

"Membicarakan penampakan ya?" tanya Rio yang tiba-tiba muncul dibelakang Jis.

"Ekh, kak Rio"

"Itu ulah Sere! Pasti hantu Kaskiou yang membantunya"

"Hantu kaskiou?"

"Hmp, aku tidak bisa bilang. Itu data kelas 2" ucap Rio sambil menutup kemulutnya.

Pemuda itupun pergi meninggalkan para adik kelasnya dengan pandangan bingung.

"Hantu Kaskiou berulah lagi!"

"Pasti ada hubunganya dengan Sere"

"Ikh! Dasar gadis hantu"

"Aku bingung kok dia bisa dapat nilai sempurna tanpa cacat"

"Pasti dia minta bantuan teman hantunya"

"Stt! Jangan keras-keras, kalau sampai kedengaran kan gawat!"

Ucapan itu selalu terdengar semenjak pagi diseluruh penjuru sekolah.

Awalnya hanya bisik-bisik saat mendengar cerita Denis kemarin.

Tapi karena penampakan yang Puput dan Daniel lihat semalam, ucapan-ucapan semacam itu semakin terdengar jelas. Bahkan tanpa ragu mereka mengucapkan hal itu tepat di depan Sere. Sementara Sere hanya diam tanpa mau mengucapkan apapun.

"Mah, sudah semakin santer ni" ucap Teguh sambil mengunyah permen karet rasa plankton (?) dimulutnya.

"Lho, malah baguskan?" jawab Markum. Pandanganya masih tertuju pada buku yang tengah di bacanya.

Siang itu mereka bertiga tengah duduk di dekat danau yang letaknya tak jauh dari gedung sekolah.

Sere hanya diam mendengar ucapan para juniornya itu. Seulas senyum terlukis di wajah manisnya itu.

Ia berdiri dari tempat duduknya dan berjalan menuju danau. Bejalan tanpa henti hingga akhirnya ia mencapai tempat dimana tubuhnya terendam dalam air danau yang menghangat itu sebatas pinggang.

Ia berbalik ke arah Teguh dan Markum yang melihatnya bingung.

"Aku sudah tidak perlu bersabar. Rencana akan dimulai" ucapnya dingin. Teguh dan Markum tersenyum dan mengangguk ke arah gadis itu.

"Yeah!"

.

.

.

"Apa kalian mengerti dengan pernyataan kak Rio tadi?" tanya Puput saat tak ada para seniornya di workshop.

"Sedikit ragu, habisnya dia nggak mau menjelaskan" ucap Sam pelan.

"Gimana kalau kita coba cek mengenai hantu Kaskiou?" ucap Michael.

"Maksudmu Mike? Menanyakan pada senior? Kan belum pasti" Jawab Jis.

"Bukan! Kita cek di perpustakaan terdalam" Jelas Michael.

"Ruangan itu kan dilarang dimasuki freshman" Kata Pandu yang ikut menimpali.

"Aku tahu jalan rahasia ke sana" Kata Daniel.

"Jadi sepakat ya?" Kata Michael.

"Sepakat apanya!?" Tanya Semua kecuali Michael.

"Nanti malam kita cari tahu siapa itu hantu Kaskiou!" Kata Michael.

"Mau menolak juga percuma" gumam Anna pelan di sertai anggukan Sam.

Malam itu Jis. Michael, Sam dan Pandu berjalan menuju gedung perpustakaan yang tertutup untuk kelas 1.

Sementara Daniel dan para gadis mendapat tugas untuk membuat alibi.

Jis berjalan di depan sambil sesekali membaca denah yang diberikan oleh Daniel tadi pagi.

Langkah ke empatnya berhenti di depan sebuah pintu dengan sebuah benda semacam alat pengaman.

"Benar-benar tertutup nih. Sampai dipasang beginian" ucap Jis.

"Hweh, ada yang bisa memecahkan kode seperti ini?" tanya Michael sambil melirik ke arah Pandu dan Sam.

"Entahlah... aku sih mana bisa" ucap Pandu sambil menunjukkan tanda V menggunakan ke dua jarinya.

Sam mengangkat tangannya sambil berjalan perlahan. Tanpa ragu ia masukan keyword yang ada.

Beberapa detik kemudian pintu itu terbuka, dengan tenang Sam memasuki ruangan itu.

"Eh? Kau dapat darimana keyword nya?" tanya Pandu yang berjalan di belakang Sam.

"Entahlah" jawab Sam singkat. Meninggalkan ketiga temannya yang saling bertukar pandang antara bingung dan takjub.

Setelah beberapa saat berjalan di dalam perpustakaan yang terbilang cukup luas itu mereka berhenti di depan sebuah kursi goyang tua yang menghadap ke arah jendela yang terbuka penuh. Membiarkan semilir angin malam yang cukup dingin berhembus masuk.

"Eh, memangnya dibutuhkan kursi goyang hanya untuk membaca?" tanya Pandu bingung.

"Entahlah. Tapi dilihat dari keadaan kursi itu terbilang cukup tua" jawab Jis. Michael hanya mengangguk setuju mendengar penuturan sahabatnya.

"Sam? Kenapa diam saja?" tanya Pandu.

Sam hanya diam, tak mengucapkan hal apapun.

Pandu menepuk pundak kanan Sam. Sesaat setelah tangan Pandu mendarat disana...

"Kalian sedang apa!?" teriak seseorang dari belakang. Sebuah cahaya terang menyorot ke arah ke empatnya.

Dengan sedikit ragu mereka berbalik ke belakang dan mendapati seorang guru yang cukup di kenalnya berdiri disana.

"Mba Amel" ucap Michael tersenyum yang langsung mendapat lemparan telak dari Amel yang tersinggung dengan panggilan siswa didiknya itu.

.

.

"Jadi mau kalian ke perpustakaan itu untuk apa?" tanya Amel sesaat setelah ia duduk di bangku yang terdapat di ruang kerjanya.

"Um... kami ingin tahu mengenai hantu Kaskiou" ucap Jis datar, wajahnya juga datar.

"Hmph!? Kalau kalian tahu kalian mau apa?" tanya Amel sambil menampakan senyum liciknya.

"Kami... kami ingin mencari tahu hubungan antara Kak Sere dengan hantu Kaskiou" ucap Michael ragu.

"Oh, soal rumor itu. Apa benar?" tanya Amel tanpa ada perubahan pada ekspresi wajahnya yang menunjukkan sebuah senyuman setan.

"Ya! Kami tidak ingin senior kami di curigai" ucap Pandu.

"Bu guru! Bu guru kan pengawas workshop kami. Lakukan sesuatu" pinta Michael sambil memberikan pandangan melas seolah berkata tolong-ijinkan-kami-mencari-di-sana.

"Hmph? Itu bukan rumor tahu! Itu memang kenyataan. Sere itu memang hantu" ucap Amel datar yang langsung menuai bentakan dari ke dua muridnya, minus Jis dan Sam.

Amel hanya tertawa jahat dan menyuruh mereka kembali ke asrama kalau tidak ingin mendapat hukuman darinya. Apalagi hukuman dari Amel memang terkenal sebagai hukuman terkejam setelah hukuman dari guru bernama Zuna di ikuti Chandra di urutan ketiga.

Tanpa banyak bicara mereka menurut dan meninggalkan ruangan itu dengan perasaan kesal akan ucapan guru berambut orange satu itu.

"Guru itu menyebalkan!" keluh Michael ke esokan paginya di koridor.

Pandu juga tidak mau kalah dan menambahi caci maki untuk gurunya itu. Bahkan jauh lebih pedas.

Sementara Jis hanya diam saja, kompak dengan Sam. Hanya saja keheningan Sam bukan karena tidak mau repot melainkan keheningan karena ia tengah memikirkan suatu hal.

Suatu hal yang membuatnya terdiam saat berada di perpustakaan tadi malam.

Tepat di depan sebuah kursi goyang tua yang tadi dilihatnya. Ia terus terdiam dalam pikiranya hingga sebuah teriakkan menyadarkannya ke dalam dunia nyata.

Sebuah teriakan dari seorang gadis yang amat di kenalnya.

"Teriakkan Nisa kan?" ucap Pandu.

Dengan sigap ke empatnya berlari ke arah sumber suara itu.

Entah kebetulan atau apa suara itu berasal dari tempat yang tak jauh dari mereka berada.

Ruang kerja Amel.

Saat mereka mendobrak paksa pintu yang terkunci itu mereka hanya terdiam.

Sekujur tubuh terasa membeku dan darah berhenti mengalir. Di dalam ruangan itu, terdapat seorang gadis bermata violet meringkuk ketakutan dengan wajah pucat pasi. Percikan darah ada disetiap tubuh gadis gadis itu. Suatu hal yang jarang terlihat.

Tapi bukan itu yang membuat ke empatnya membeku dan membuat darah serasa berhenti mengalir.

Seorang wanita berusia 26 tahun terduduk di kursinya dengan senyuman iblis yang menjadi khasnya terpaku di wajahnya di sertai darah keluar dari sela-sela mulutnya. Kedua matanya terbelalak dengan pupil yang mengecil.

Rambut orange panjang yang biasanya dia ikat tergerai. Menjulur ke bawah dengan rapi dan terlihat begitu halus.

Jas hitam panjang yang ia kenakan melekat dengan rapi di badanya.

Ke dua tangannya terjulur kaku ke bawah lantai dengan darah segar terus menetes ke lantai yang berwarna merah darah.

Sebuah pedang menembus jantungnya dan kursi tempatnya duduk.

"BU GURU AMEL!?" teriak ke empatnya bersamaan.

Bersamaan dengan teriakan itu seluruh siswa maupun guru mendatangi ruangan yang terbuka lebar itu.

Semua kecuali Sere yang berada di dekat danau, bermain dengan seekor anak kucing hitam bermata emas yang senada dengan mata emasnya yang tertutup dengan rambut hitamnya.

"Miaw"

"Ya, akhir musim panas nanti semua kengerian berakhir dengan tawa darinya... tawa dari Kaskiou" ucap Sere disertai seulas senyum disana. Sinta dan Dio berdiri di belakangnya dengan pandangan sinis tanpa mau menyapa gadis itu.