webnovel

Chapter 2

Malam hari, di ruang UKS seorang pemuda berambut hitam panjang terjaga dari tidurnya.

Kelihatanya dia terlalu lama tidur di sana.

"Ya ampun... niat bolos malah jadi kemalaman" ucap pemuda itu sambil menggaruk bagian belakang kepalanya. Ia turunkan kedua kakinya ke bawah ranjang.

Saat kakinya menyentuh lantai ia merasakan ada cairan disana.

Cairan itu ia yakini bukanlah air karena terbilang cukup kental.

Di rabanya dinding ruangan itu untuk mencari saklar lampu agar ia bisa melihatnya dengan cukup jelas.

Dan saat ia temukan, di tekanya saklar itu... wajahnya memucat melihat cairan yang di pijaknya.

Warnah merah pekat menggenang di seluruh ruangan...

"Ini... darah..." ucap Denis, nama dari pemuda itu.

Ia berjalan mundur, menuju pintu keluar tanpa melihat apa yang ada di belakangnya.

Seorang gadis berdiri disana.

Saat Denis menyadari ke beradaan gadis itu...

"Gyaaa!" teriakkan melengkin terdengar dari mulutnya. Ia berlari secepat mungkin meninggalkan ruangan tempatnya tertidur semenjak siang tadi. Berlari menuju asrama, kenapa ia lari? Jelas saja karena...

"Tahun ini pun akan menyenangkan" ucap gadis yang tadi berdiri dibelakang Denis.

Mungkin kalau dilihat dari belakang di terlihat seperti gadis biasa, namun saat berbalik dia bagaikan sebuah mimpi buruk.

Kulit wajahnya mengelupas dengan bola mata kanan keluar dan hampir putus. Hidungnya tak ada dan menampakkan bagian tengkoraknya.

Sebuah pisau dapur besar menancap di jantungnya yang terus mengeluarkan darah yang tak henti-hentinya mengalir.

- The Wizard Workshop -

"Hoeh? Denis bertemu hantu?" ulang Michael saat ia selesai mendengarkan cerita dari Anna yang terkenal dengan jaringan informasinya yang akurat. Itu semua hasil dari klub yang dibuat oleh para fansnya.

"Um! Sampai sekarang dia tidak mau keluar dari asrama" ucap Anna menambahkan.

"Hum, hantu seorang gadis berambut panjang warna putih... eh, mungkin tidak kalau itu yang diceritakan kak Sere?" tanya Puput yang duduk di sofa sambil memainkan boneka beruang milik Daniel. Bukan milik Puput karena Daniel sangat menyukai boneka itu.

"Cerita? Kok aku nggak tahu?"

"Gini Ann, kemarin aku, Puput, Michael dan Daniel berkumpul di gedung perpustakaan lama sambil bercerita seram" ucap Jis. Anna yang memang tidak suka cerita hantu tentu saja bersikap tenang. Padahal kalau ada suatu acara yang diadakan workshopnya dan dia tidak diajak dia pasti marah-marah. Tapi kalau cerita hantu sih dia pasti tenang-tenang saja.

"Lalu... Mamah cerita apa?" tanya Anna. Gadis pirang ini memang memanggil seniornya yang paling tua dengan panggilan Mamah.

"Hum, kak Sere cerita soal hantu siswi yang menjadi korban pembunuhan angkatan pertama" ucap Michael berusaha mengingat ingat yang di ucapkan Sere 2 hari yang lalu.

"Begitu ya..." ucap Anna sambil mencubit dagunya. Dia tidak suka cerita hantu, tapi kalau sesuatu yang berbau mistery dia suka.

"Ohayou..." ucap Angel yang baru saja memasuki ruangan. Di tangan kananya terapat sebuah kartu resep yang cukup baru.

"Angel... kau beli recipe baru? Tidak biasanya" ejek Puput dan Anna. Tidak ada rasa segan sama sekali pada Angel yang merupakan seniornya.

"Habisnya kan ini recipe untuk 'Holy Crost Paper' sudah lama ku tunggu sih" ucap Angel sambil bersemu malu. Ia pandangi kartu yang ada di tanganya sambil tersenyum lebar, mirip dengan senyuman rubah.

"Huf... kertas toh" ucap para junior itu, sweatdrop.

"Denis... keluar dong... jalan-jalan ke 'wind corridor' yuk" rujuk Anna dan Jis. Denis saat itu tengah membuka buka buku berjudul 'Do you believe in ghost?'.

"Tidak mau! Aku tidak mau keluar!" ucap Denis sambil memajukan bibirnya. Hal yang cukup jarang dilakukan oleh Denis. Jarang? Tunggu, lebih cocok untuk pertama kalinya ia lakukan.

"Ya sudah, kita berdua saja yuk Ann" ajak Jis yang memang tidak ada niat untuk mengajak Denis. Dia memang ingin pergi jalan-jalan dengan Anna sambil membayangkan yang tidak-tidak.

"Aku ikut!"

"Hah?"

"Ada bahan yang ku cari di sana" Denis menutup buku yang di bacanya. Kelihatanya dia berencana membuat sesuatu.

Anna nyengir lebar karena Denis mau menerima ajakannya, sedangkan Jis yang gantian memasang wajah cemberut kali ini, rencananya untuk menyatakan 'cinta' pada Anna harus dibatalkan lagi sampai ada waktu yang tepat. Dan waktu itu sulit didapatkan mengingat hobi Anna yang seperti jalangkung, datang tak disangka hilang tak disangka.

- Wind Corridor -

"Heah... gali! Gali! Gali!" teriak Teguh penuh semangat sambil terus menggali ladang yang ada di sana. Berharap mendmukan harta karun kalau ia terus menggali.

Markum yang tak jauh dari sana hanya bisa menonton sambil terus memunguti 'Dirt' yang dibuang oleh Teguh.

'Mumpung nggak perlu nyangkul lagi' pikir Markum santai. Ranselnya penuh dengan berbagai macam benda yang sejak tadi dilempar oleh Teguh ke segala arah tak tentu arah.

"Guh, kamu nyari apa sih?" tanya Markum.

"Aku? Aku nyari 'dragon tangoue', mang napa?" ucap Teguh yang langsung mendapat sebuah lemparan batu dari Markum yang sukses membuat kepalanya benjol.

"Carinya di dra- JIS!" teriak Markum yang langsung berhambur pergi. Berlari menuju seorang pemuda berambut raven yang notabene adalah adiknya sendiri.

Dengan tolakan kaki yang bagus Markum melompat setinggi 3 meter, Jis yang menyadari ada 'burung elang' yang bersiap menerkamnya langsung menghindar dan berhasil membuat 'elang' itu membentur bebatuan yang merupakan pijakan utama di area itu.

"Wah, pendaratan yang hebat Kak Markum" ucap Anna sambil bertepuk tangan melihat Markum yang mendarat menggunakan wajahnya duluan. Jis sih fine-fine aja, dia bahkan tidak akan perduli kalau misalnya kakaknya itu jatuh ke jurang.

"Kak Teguh, apa disini ada 'Burdock straigh'" tanya Denis tidak memperdulikan kejadian yang baru saja terjadi di hadapanya.

Teguh mengangguk dan meminjamkan cangkul miliknya pada Denis.

"Jadi kau bertemu hantu Kaskiou ya Den" ucap Markum yang tengah memeluk Jis dari belakang. Tentu saja Jis meronta ingin lepas dari pelukan kakaknya itu.

"Hantu Kaskiou?" ulang Anna dan Denis bersamaan.

"Iya... itu sebutan untuk hantu yang kau temui semalam" Jawab Teguh

"Hueh, kenapa hantu saja diberi nama?" Tanya Anna

"Entah, sudah lama sih" Jawab Teguh

'DUAK!'

Suara keras itu langsung membuat ke 3 remaja. Eh, salah! Maksudnya 2 remaja dan 1 mahkluk mutan menoleh ke arah dua bersaudara itu. mereka melihat pemandangan yang jarang terjadi, Markum meringis kesakitan sambil memegangi perutnya sementara Jis memandangnya dengan pandangan kosong.

'Jis ngamuk' (all)

"Ah! Gimana kalau detailnya kalian tanya pada Mamah Sere?" ucap Teguh sambil mengganti topik pembicaraan.

"Hum, tidak usah! Aku nggak mau berurusan dengan hantu itu. Sampai nanti" Denis langsung pergi sambil membawa puluhan 'burdock straight' miliknya yang sejak tadi ia kumpulkan.

"Cih! Sebenernya kenapa sih mereka benci dengan Sere?" ucap Jis kesal. Markum dan Teguh hanya terdiam mendengar pertanyaan Jis.

Yup! Serenada selalu menjadi juara di angkatanya. Nilai akademisnya selalu sempurna tanpa celah. Wajahnya manis. Dia juga baik dan ramah.

Tapi entah kenapa gadis yang benar-benar sempurna itu dijauhi oleh siswa yang lain.

Hanya anggota workshopnya yang menjadi temanya. Tidak ada yang tahu mengapa, tapi semua menjauhi gadis itu. Gurupun jarang yang bersikap ramah dengannya.

Sere berjalan di koridor kelas, kepalanya tertunduk memandangi sebuah buku dengan cover warna hitam legam.

"Sere..."

"Em?" Sere berbalik. Dilihatnya Sinta dan Dio berjalan ke arahnya dengan pandangan sinis.

Sinta adalah siswi senior dan kakak tertua Daniel.

Dio siswa sophomore (tulisanya gini kan?) dan kakak kedua Daniel.

"Ada apa?" tanya Sere dingin. Pandangan matanya kembali tertuju pada buku yang tengah di bacanya.

"Wah, hantu Kaskiou tahun ini pun berulah ya..." ucap Dio dengan maksud mengejek. Pandangan para siswa freshman tertuju pada tiga orang itu. Tapi Sere hanya tenang-tenang saja diperlakukan seperti itu.

"Eh! Kalau di ajak bicara lihat lawan bicara!" bentak Sinta sambil mendorong bahu kiri Sere hingga terjatuh kebelakang.

"Kamu tuh! Cepat pergi dari sekolah ini! Dasar gadis pembawa sial" Bentak Dio.

"Aku bingung, kenapa kepala sekolah memperbolehkan gadis abnormal sepertimu ada disini" Kata Sinta.

Hinaan demi hinaan terus meluncur dari dua mulut milik kakak beradik itu. Tapi Sere hanya diam. Tak ada perlawanan yang ia berikan. Dia hanya diam, terduduk di lantai batu marmer itu bagaikan tubuh tanpa tuan.

Hingga akhirnya keduanya sama-sama lelah dan memutuskan untuk meninggalkan Sere sendiri.

"Mah?"

"Eh? Ah? Eh? Teguh toh" ucap Sere gelagapan seperti orang baru bangun tidur.

"Aku kasian pada mereka berdua. Kamu tuh di gituin malah tidur" ucap Teguh sambil menggelengkan kepalanya. Menerawang jauh ke arah dimana Dio dan Sinta menghilang setelah berbelok.

.

.

"Jadi... malam ini workshop ini mengadakan jurit malam" ucap seorang guru berambut orange dengan warna mata merang. Dia laki-laki, hanya saja rambut orangenya yang lembut dipanjangkan dan di ikat kuncir kuda dengan sebuah pita warna hitam dengan renda-renda warna pink.

Ia mengenakan kemeja hitam dan celana hitam panjang yang terbahan kain. Di bagian dalam lengan ia menyulam namanya sendiri menggunangkan benang berwarna merah darah 'AMEL'.

"Eh!? Apa? Jurit malam? Nggak mau!" protes Anna dan Puput pada guru nyentrik satu itu.

"Tidak boleh protes! Yang jelas ini khusus untuk freshman! Yang lain buat jalur lintasanya" ucap Amel sambil tersenyum.

Angel sih tenang-tenang saja, tapi Markum dan Teguh mulai cengengesan memikirkan rute yang akan mereka buat.

"Guru, kita memang libur. Tapi kan masih ada jam malam" ucap Anna berdalih.

Amel hanya menunjukan senyuman iblisnya dan mengatakan, "Sudah! Kalian dapat izin khusus malam ini".

Dan guru nyentrik yang merupakan guru pembina di THE WIZARD workshop itupun pergi.

"Nah, karena itu... kalian silahkan putuskan. Bagi menjadi 3 kelompok ya, kami mau rapat" ucap Markum seraya melakukan kiss bye jauh ke arah adiknya yang tengah membuang muka sejauh-jauhnya.

Dan pintu tertutup.

"Eh, jadi siapa dengan siapa?" ucap Pandu memecah keheningan.

"Yang jelas aku mau bersama Daniel..." ucap Puput manja sambil memeluk lengan Daniel. Daniel hanya mengelus pelan kepala Puput tanpa mengucapkan apapun.

"Ya udah, ada yang ma-"

"Aku mau sama Anna!" ucap Jis lantang. Membuat semua pasang mata tertuju padanya. Sampai saat ini memang belum ada yang tahu mengenai perasaannya pada Anna.

"Hweh! Kok aku? Pandu saja lah" ucap Anna. Tapi Jis tetap saja bersikukuh, dan akhirnya kelompok terbagi begitu saja tanpa perlu cekcok. Ada cekcok dikit sih.

"Rio..." sapa Angel sekembalinya ia dari rapat dengan yang lain.

"Angel" ucap Rio sambil menunjukkan senyum berbinar. Saat ia melihat Angel koridor terlihat bagaikan padang bunga mawar aneka warna, tapi anehnya bunga-bunga itu semuanya bunga kertas.

"Rio... aku minta tolong ya" rujuk Angel sambil menarik lengan kemeja panjang berwarna putih yang dikenakan Rio.

"Kau ingin minta bantuan apa?"

"Jurit malam"

"Hah?" Rio terdiam mendengar hal itu. Dia sama sekali tidak mengerti dengan apa yang dibicarakan oleh Angel.

Angel yang mengetahui hal itu langsung menjelaskan apa yang dimaksudnya agar pemuda bertampang preman itu mengerti.

"Heh, jadi The Wizard duluan..." ucap Rio sambil menghela nafas. Angel mengangguk kecil sambil tersenyum.

"Mau bantu kan?"

"Demi ka-"

"Akh! Dewa..." ucapan Rio terpotong oleh kalimat yang sulit di mengerti. Rio menoleh geram melihat siapa yang berani-beraninya menghancurkan suasana antara dirinya dan Angel. Dunia indah milik berdua (dalam bayangan Rio sendiri).

"Deden..." panggil Angel seraya melambaikan tangan. Deden yang merasa di panggil menoleh dan langsung tersenyum dan melambaikan tangan balik. Tentunya setelah itu dia langsung membuang muka dan pergi. Jelas saja pergi kalau melihat Rio yang 1 workshop denganya itu mendelik dengan hawa ingin membunuh.

.

.

.

Matahari terbenam di tempat persembunyianya. Berganti dengan bulan yang muncul separuh tanpa bintang yang menemani.

"Daniel... aku takut..." Puput mencengkram kuat lengan kanan Daniel. Daniel hanya diam dan membiarkan, walaupun lenganya terasa sakit di cengkeram oleh Puput.

Kelompok mereka memang mendapat giliran pertama untuk jurit malam dengan rute pertama adalah ruang musik yang jarang bahkan sekali dua kali dikunjungi tiap tahun.

Mereka membuka pintu yang terlihat terawat itu perlahan, tapi kalau di lihat dalamnya bagaikan ruangan yang tak terawat.

"La-lalu kita harus apa?" tanya Puput bingung.

"Sebentar, menurut catatan ini mainkan piano. Lagu apa saja" Daniel membaca secarik kertas yang tadi diberikan oleh Teguh saat mereka ingin memulai jurit malam.

Dengan pandangan bingung Daniel melirik ke arah Puput yang melihat ke arahnya sambil merona.

"I-iya deh. Aku mainin" ucap Daniel tanpa di komando.

Ia langkahkan kakinya menuju piano tua ditengah ruang itu. Duduklah pemuda itu di atas kursi berdebu, di bukanya penutup piano itu... dan dalam hitungan detik jari-jarinya mulai menari diatas hitam putih... menghasilkan suara yang merdu...

"Uwaah... Ind-"

"Jelek!"

"Eh!?" Daniel dan Puput menoleh ke arah pemilik suara itu.

Pandangan kesal mereka berganti dengan ekspresi pucat.

Seorang gadis yang cukup dikenal oleh ke duanya berdiri disana.

Tapi tidak dengan penampilanya yang biasanya.

Tubuhnya bermandikan darah segar dengan puluhan pisau memusuk di punggungnya. Mata emasnya yang selalu terlihat lembut menjadi tidak berwarna. Hanya putih tanpa kornea, kaki kirinya ia seret sambil terus meninggalkan bekas darah di lantai...

"K-kyaaaa"

Next chapter