(Kota Air Venesia—Italia, 1998)
Di Dapur Restoran Bintang 5.
Seorang pemuda (23 tahun) berambut pirang tengah tekun memandangi sobekan majalah yang barusan dipungutnya dari dalam tong sampah.
"Konon, kharisma dari seorang legenda Giacomo Casanova terletak pada cincin yang melekat pada jari kelingkingnya." Ia mengangguk, iris birunya bergerak cepat demi membaca artikel tersebut.
"Dan konon, cincin itu mempunyai kekuatan magis yang mampu memikat hati setiap wanita. Para ahli belum bisa menjelaskan dari sisi ilmiahnya. Mereka para ahli hanya mampu menduga-duga, bahwa mungkin cincin itu punya semacam kekuatan supernatural-magis yang bisa menghipnotis. Atau mungkin, cincin itu mampu mengeluarkan semacam kekuatan metafisika yang bisa menjerat mata perempuan ketika memandangnya. Entahlah. Tapi yang jelas, sampai dengan saat ini, Cincin Pemikat itu masih menjadi misteri, baik mengenai kekuatan magisnya maupun dimanakah barang itu sekarang berada. Yang pasti, dengan cincinnya tersebut, sang legenda Biacomo Casanova bisa meniduri hingga sampai 123 wanita sepanjang masa hidupnya."
"Wala, sungguh luar biasa!" Casanova terkagum sendiri. Hingga setelahnya ia dikejutkan oleh bunyi yang keras di sampingnya!
BRAK!!
"Hei, Casanova, kamu itu kerja yang benar! Kenapa malah duduk-duduk saja?" Chef Juna datang sambil melotot menggelengkan kepala. "Itu! Tamu di meja nomor 27 komplain karena kamu sudah salah mengantar pesanannya! Bagaimana kamu ini, Casanova? Jika sudah enggan bekerja di sini kau boleh angkat kaki dari restoranku sekarang juga!"
Pemuda itu lekas berdiri tegap.
"Ti-tidak, Chef! Maaf, aku..."
"Sudah! Ganti makanan di meja nomor 27 sekarang!"
"Ba-baik, Chef. Siap laksanakan!"
Segera Casanova menyaku sobekan majalah itu dan bergegas menuju meja nomor 27.
The Lafayette Restaurant.
Sebuah restoran mewah bintang lima yang dibangun di atas keindahan pantai Venesia. Tak hanya menyajikan hidangan terbaik saja, namun juga pemandangan laut yang indah seperti di surga, beserta angin sepoi yang dibawa debur ombak bisa dinikmati oleh setiap pengunjung di sini.
Para pria berkarisma mengenakan setelan jas mewah, sedangkan gaun indah melekat pada tubuh para tamu wanitanya. Iringan lagu 'The Godfather' yang seksi mengalun lembut dari gesekan senar biola. Sebagaimana lembut bunyi sentuhan garpu dan pisau yang mengetuk-ngetuk piring, di sela tawa-canda dari para tamu kelas atas yang tengah menikmati sajian terbaik pada malam hari ini.
Mister Adam dan istrinya, Nona Bianca, adalah tamu spesial di meja nomor 27. Mereka berdua pasangan serasi dan cukup mempunyai pengaruh di Kota Venesia ini. Terutama Mister Adam, dia masih mewarisi darah biru keturunan kerajaan. Sedangkan Nona Bianca merupakan wanita terhormat, putri seorang pejabat ternama di Venesia.
Sesampai Casanova di meja tersebut dia langsung membungkukkan badan. "Maaf, Tuan, apakah pesanannya salah? Kami akan segera menggantinya," ucapnya dengan sopan.
Namun lelaki bertubuh gempal itu langsung berdiri dan melempar piringnya ke arah Casanova!
"Bodoh! Restoran bintang lima bisa salah mengantarkan pesanan? Hah! Lelucon macam apa ini?" suaranya lantang dan menarik perhatian orang-orang.
"M-maaf, Tuan, tapi kami akan segera mengganti..."
"Diam! Dimana pemilik restoran? Aku ingin bicara dengannya!"
"T-tidak perlu, Tuan. Kami akan mengganti makanan Anda segera."
Plak!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Casanova. Pemuda itu tampak kesakitan namun tak berani menatap wajah tamunya.
"Kau ini benar-benar telah merusak acara makan malamku! Aku sangat alergi dengan udang, dan kau menyajikan udang di meja makanku? Dasar bajingan!"
Casanova semakin menunduk, dan kali ini ia tak berani menjawab apa pun.
"Sudah, Sayang, ayo kita pergi saja dan cari restoran lain!" ucap Nona Bianca memundurkan kursinya, kemudian berdiri dan menarik tangan si lelaki bertubuh gempal tadi.
Segera Casanova memunguti makanan yang tercecer di lantai. Bajunya kotor tersiram kuah udang, dan sial! Casanova mengutuki dirinya sendiri, betapa bodoh sudah membuat kesalahan malam ini!
Belum selesai membersihkan lantai tiba-tiba Chef Juna datang.
"Hentikan! Letakkan piring itu dan mulai malam ini kau dipecat!"
"Eh? Tapi Chef—"
"Tutup mulutmu! Baru 2 hari kau bekerja di sini dan selalu saja membuat masalah. Kau telah mencoreng nama baik restoranku!" Chef Juna mendekati muka Casanova, lalu berkata dengan aksen Italia-nya. "Bastradto, Casanova! Tamuku barusan adalah Mister Adam dan Nona Bianca. Mereka merupakan konglongmerat kaya-raya serta calon walikota di Kota Venesia. Dan malam ini kau telah membuatnya murka! Maka pendek kata, Casanova, enyahkan wajahmu dari hadapanku! Jika sampai kulihat batang hidungmu lagi, maka demi Tuhan akan kupatahkan tulang-tulangmu!"
Berakhir sudah malam ini.
Casanova pergi dari restoran, setelah menatap wajah Chef Juna dengan tatapan memelas. Ia memikirkan nasibnya yang malang sebab akan menjadi pengangguran kembali!
Di bibir pantai, Casanova berjalan lesu seraya menendang-nendang kaleng bekas minuman bersoda. Dia mengacak rambut pirangnya selagi berteriak.
"Aaa!! Malang benar nasibku!! Bagaimana mungkin aku bisa menyambung hidup sementara pekerjaan satu-satunya telah hilang? Bodoh! Bodoh!" Ia mengambil batu, dan mulai melempar-lempar ke jauh air laut sana.
Plung!
Plung!
Sembari itu ia terus mengutuki dirinya sendiri, serta berpikir keras bagaimana cara agar bisa bertahan hidup di Kota Venesia yang terkenal dengan kehidupan keras ini.
Sejak kecil ia hidup sebatang kara. Menyambung hidup dengan cara menjadi pekerja serabutan. Mulanya menjadi pendayung gondola untuk para wisatawan yang berkunjung ke Kota Air Venesia. Juga pernah menjadi loper koran; juga pernah membuka jasa lukis wajah yang diupah $5 per lukisan. Dan terakhir seharusnya dia bersyukur sebab bisa bekerja di restoran mewah dengan gaji lumayan besar. Namun karena kesalahan fatal, malam ini ia kehilangan pekerjaan!
Casanova tinggal di sebuah kamar kecil di lingkungan kumuh padat penduduk. Disewa dengan harga $100 per bulan, kepunyaan Ibu Merry.
"Apa yang harus kukatakan nanti pada Ibu Merry? Padahal malam ini aku sudah berjanji untuk membayar uang sewa kamarku. Ah, Si Janda Gemuk itu pasti akan marah besar. Dan yang lebih parah lagi dia akan melempar barang-barangku, serta mengusirku dari rumahnya!"
Casanova duduk di tepi pantai. Membiarkan kakinya disapu air ombak, serta mata memandangi ratusan bintang-bintang berserakan nun jauh di ketinggian.
Meski tak pernah berkunjung ke gereja, serta tidak percaya jika Tuhan itu ada, namun malam ini Casanova untuk yang pertama kali berdoa. Ia memohon kepada apa pun yang berkuasa di atas langit sana, agar bisa mengubah nasibnya yang sedang sangat terpuruk.
"Tuhan, jika Engkau memang ada, maka tolong ubah nasibku sekarang juga! Bukankah roda nasib seseorang akan terus berputar? Bukankah kata orang Engkau sangat kaya raya? Maka cobalah lemparkan sedikit uang-Mu, $100 saja, untuk diriku membayar uang sewa kamar. Malam ini aku sedang membutuhkannya!" Casanova menengadah ke angkasa, berdoa dalam ragu!
Namun, tiba-tiba doanya terjawab...
Tuk!
Sebuah kotak kecil yang terbawa arus ombak mendarat di kakinya.