webnovel

Queen Seohyun

Shin Yoo Ri jatuh hati pada pandangan pertama kepada seorang pemuda yang dijumpainya saat berteduh dari hujan. Yoo Ri tidak tahu jika pemuda yang disukainya itu adalah sang pewaris tahta, Putra Mahkota Yi Jin. Sejak pertemuan pertamanya dengan Yi Jin, Yoo Ri terus mencari keberadaan pemuda itu namun tidak pernah ia jumpai lagi. Pada akhirnya, Yoo Ri berhasil bertemu kembali dengan Yi Jin saat ia datang ke istana. Pada saat itu juga ia mengetahui jika pemuda yang ia sukai adalah sang pewaris tahta. Sejak saat itu Yoo Ri bertekad untuk menjadi pendamping bagi Yi Jin. Bagaimana kisah selanjutnya dari Shin Yoo Ri? Akankah ia berhasil meraih tekadnya untuk menjadi pendamping bagi sang pewaris tahta?

nhiefeliana · 歴史
レビュー数が足りません
24 Chs

Chapter 22

Jaehyang berjalan masuk ke kediamannya dengan pandangan kosong. Bahkan sapaan seorang pelayannya yang sedang membersihkan halaman rumahpun sama sekali tidak ia pedulikan. Pemuda itu berjalan menuju bangunan utama kediamannya, setelah itu ia mengempaskan dirinya di lantai teras bangunan utama tersebut.

Pelayan yang tadi dilewat begitu saja oleh Jaehyang menghampiri Sang Pangeran, masih dengan sapu yang digenggamnya. Pelayan itu memperhatikan dengan seksama wajah tuannya itu.

"Apa terjadi sesuatu di istana, mama?"

Jaehyang masih belum bicara, ia terdiam dengan pandangan yang tetap kosong. Detik selanjutnya, pemuda itu justru tertawa entah karena apa, dan tentu saja itu membuat pelayan pria itu kebingungan.

"Untuk apa aku takut? lagipula hal itu tidak akan pernah terjadi. Kenapa? karena tidak ada satu orangpun yang ada dipihakmu, hyungnim."

Itu adalah kalimat balasan dari Yi Jin saat Jaehyang mengusik adiknya itu di istana. Sungguh, Jaehyang merasa sangat sakit hati, dan sekaligus tidak menyangka jika adiknya akan mengatakan hal seperti itu.

"Ajusshi," panggil Jaehyang akhirnya sembari melihat ke arah pelayan prianya itu. "Jika kau seorang bangsawan, apa kau akan berada dipihakku?"

"Ya?"

Pelayan pria itu terlihat kebingungan karena tidak mengerti apa maksud dari pertanyaan Jaehyang. Tapi satu hal yang pasti, dia tahu jika Jaehyang baru mengalami kejadian tidak menyenangkan di istana, entah itu karena ibunya---Ratu Kim---atau mungkin karena Sang Putra Mahkota. Sungguh ia merasa kasihan dengan pangeran di hadapannya ini, dirinya sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari ibunya sendiri, entah karena apa. Bahkan sebuah rumor buruk mengenai Ratu Kim dan Pangeran Jaehyang sempat beredar dulu, hanya kali ini rumor buruk itu sudah menghilang.

Jaehyang menghela napasnya kasar. "Lupakan," ia beranjak dari duduknya, "tolong kau siapkan makan siang, aku akan menunggu di dalam kamar," sambungnya seraya berjalan meninggalkan bangunan utama.

~"~

Langit oranye sudah menghiasi Joseon, tanda jika hari sudah sore. Putaran terakhir dari pemilihan putri mahkota sedang berlangsung, tiga gadis yang berhasil lolos pada putaran terakhir ini adalah Shin Yoo Ri, Kim Chae Yoon dan Eun Joo Mi. Ketiganya sedang berada di kediaman Ibu Suri Min yang menjadi juri terakhir dalam pemilihan ini.

Sementara ketiga gadis itu tengah berjuang untuk menjadi putri mahkota, Yi Jin saat ini sedang membaca sebuah buku yang cukup tebal di dalam kamarnya. Pemuda berjubah biru itu sedang berharap-harap cemas dengan hasil akhir pemilihan putri mahkota.

"Anda bertanya seperti itu, apa karena Anda takut aku mengambil apa yang sudah menjadi milik Anda selama ini, jeoha?"

Pertanyaan dari Jaehyang tadi kembali terngiang di telinganya, dan itu membuat suasana hati Yi Jin seketika menjadi buruk. Ia menutup bukunya itu dengan keras lalu menghela napasnya pendek. Sungguh, dirinya sangat kesal saat mendengar pertanyaan tersebut. Atensinya ia alihkan ke arah jendela kamar yang sengaja ia buka, ia memandang langit Joseon yang sudah berubah menjadi oranye.

"Seja jeoha, hamba Kasim Kang."

Mendengar suara kasimnya di luar, Yi Jin segera beranjak dari singgahsananya dan berjalan menuju pintu---untuk membukakan sendiri pintu kayu berwarna hijau itu.

"Bagaimana? apa Chae Yoon yang dipilih halma mama?" tanya Yi Jin sesaat setelah ia membuka pintu kamarnya, karena ia tahu kasimnya pasti akan memberikan informasi mengenai hasil akhir pemilihan putri mahkota ini.

~"~

Shin Yoo Ri, Kim Chae Yoon dan juga Eun Joo Mi, berdiri dengan kepala yang sedikit tertunduk, karena saat ini di hadapan ketiga gadis yang lolos itu berdiri Ibu Suri Min serta Ratu Kim. Mereka sedang menanti pengumuman akhir mengenai siapa di antara mereka yang akan menduduki tahta seorang putri mahkota.

Ibu Suri Min tersenyum tipis memperhatikan ketiga gadis itu. Tanpa mengatakan sepatah katapun, tangan wanita itu mengambil gulungan yang ada di atas nampan Nyonya Choi. Ia membuka gulungan tersebut.

"Setelah melewati tiga babak pemilihan putri mahkota, maka aku mengumumkan gadis yang terpilih menjadi putri mahkota adalah..."

Ibu Suri Min sengaja menjeda ucapannya untuk membuat ketiga gadis di hadapannya semakin penasaran. Senyuman tipis kembali tersungging di wajahnya yang sudah mulai berkeriput itu.

"Aku ucapkan selamat kepada putri dari Shin Min Gyu, Shin Yoo Ri."

Raut wajah gembira sama sekali tidak dapat ditahan oleh Yoo Ri, gadis itu tersenyum senang karena berhasil menjadi putri mahkota, sesuai dengan keinginannya. Kedua matanya kini mulai berkaca-kaca karena terlalu bahagia. Ini seperti mimpi, sebuah mimpi indah yang sama sekali tidak ingin ia akhiri.

Sementara ekspresi kebahagiaan muncul pada wajah Yoo Ri, ekspresi tidak suka justru muncul di wajah cantik namun terkesan dingin Kim Chae Yoon. Gadis itu bahkan---tanpa diketahui oleh orang-orang di sana---meremas bagian chimanya, tanda jika ia sama sekali tidak menerima keputusan itu.

~"~

"Chae Yoon-a, mau sampai kapan kau akan bersikap seperti ini? tidak perlu berlarut-larut dalam kesedihan."

"Buka pintunya sayang, aebi ingin berbicara denganmu."

Kim Chae Yoon sama sekali tidak merespon kedua orangtuanya yang sedang membujuk dirinya agar mau keluar dari kamarnya. Ia sedang kesal---tapi tidak bersedih seperti yang dipikirkan ibunya. Ia kesal karena tidak terpilih sebagai seorang putri mahkota, padahal sebelum pemilihan berlangsung Ratu Kim sudah berjanji akan membuatnya menduduki tahta putri mahkota. Dan bahkan Putra Mahkota Yi Jin sempat mengatakan jika Ibu Suri Min juga akan membuat ia menduduki tahta itu. Tapi pada kenyataannya? dua wanita istana itu seperti mengingkari janjinya, sungguh sangat menyebalkan.

"Kim Chae Yoon! aebi sudah tidak tahan lagi, aebi akan mendobrak pintu kamarmu!" ancam Tuan Kim di luar sana.

Chae Yoon tetap tidak menggubris ancaman ayahnya itu, ia justru membaringkan tubuhnya ke atas alas tidurnya dan menyelimuti seluruh tubuhnya dengan selimut. Selain Ratu Kim juga gadis payah yang sudah membuatnya kesal, ayahnya juga termasuk orang yang sudah membuatnya kesal.

Brak!

Chae Yoon sempat terkejut di balik selimutnya saat pintu kamarnya itu ternyata benar-benar didobrak oleh ayahnya. Akan tetapi ia tetap berada di dalam selimutnya walaupun ia mendengar langkah kaki yang mendekatinya, ia yakin langkah kaki itu adalah milik Sang Ayah.

"Untuk apa kau bersedih terus?" tanya Tuan Kim.

"Aku tidak sedih!" jawab Chae Yoon pada akhirnya. "Aku hanya kesal, sangat kesal! Abeoji waktu itu mengatakan jika jungjeon mama akan membuatku menduduki tahta putri mahkota, tapi nyatanya tidak!"

"Tapi jungjeon mama sudah membantumu melewati pemilihan dengan mudah, bukan?" ujar Tuan Kim.

"Memang, tapi tetap saja aku kesal!"

Tuan Kim menghela napasnya karena, sepertinya baru kali ini ia melihat anak gadisnya begitu kesal seperti saat ini. Chae Yoon padahal ia kenal sebagai gadis dingin yang jika marah sama sekali tidak menunjukkan amarahnya itu, tapi ini? Gadisnya memang sangat kesal.

"Chae Yoon-a, kau mau mendengar sesuatu yang akan membuatmu senang?" tanya Tuan Kim berusaha membujuk anaknya agar tidak merajuk seperti ini lagi.

"Aku tidak mau mendengarnya," jawab Chae Yoon.

"Kau yakin?"

"Iya."

"Baiklah. Jangan menyesal dengan keputusanmu ya. Ini adalah sesuatu hal yang pasti akan terjadi."

Chae Yoon yang masih berada di dalam selimutnya itu terdiam, menimbang apakah ia akan mengubah keputusannya itu atau tetap diam tanpa mau tahu apa yang akan dikatakan ayahnya nanti. Gadis itu menghela napasnya pelan, ia membuka selimutnya, mendudukan tubuhnya.

"Aku berubah pikiran, apa sesuatu yang bisa membuatku senang?"