webnovel

My Twins Lovers

Ice Preechaya Waismay, si gadis pengarang cerita profesional, seorang secret admirer yang ga pernah dianggap oleh Sea Grissham Aidyn, pria berkharisma yang berprestasi di sekolahnya. Sampai suatu saat Ice menerima beasiswa ke Korea dan ia bertemu dengan Aldrich Liflous Moonglade, pria dengan wajah yang sama persis dengan Sea. Dan saat saat di Korea inilah sosok secret admirer yang dulu menghilang. Ice menjalankan hari harinya bersama Aldrich. Tapi, cerita belum berakhir sampai disini. Karena, Sea dan Aldrich, satupun tak ada yang tahu jika mereka memiliki saudara kembar, eh.. kembar? Yakin kembar? Muka sama bukan berarti kembar, kan? Penasaran? Baca dulu dong, kalian yang suka romance dengan baper bapernya wajib baca. Eh, tapi kalo kalian gamau baca, its okay

Leenymk · 若者
レビュー数が足りません
30 Chs

11. Terlambat Sekolah

Ice kemudian berjalan masuk ke asrama dengan murung, ia hanya menatap kebawah sambil menhitung langkah kakinya saat berjalan.

Brakk

Ice menabrak seseorang, kemudian ia melihat keatas.

Ice spontan mundur dan,

"SEAAA.... ehh, A-Aldrich.." Ice tersenyum.

Aldrich masih menatap datar Ice.

"Lo tinggal di asrama ini, berarti lo juga murid dari sekolah baru gue kannnn??" Ice tersenyum gembira.

"Sekolah Wasuthara"

"Na.. itu dah.." Ice masih tersenyum.

"Kenapa?"

"Gu-gue baru kemarin disini.. gue belum tau sekolahnya.. l-lo kapan mau ke sekolah?"

"Karang"

"Lo kok telat banget sih?"

"Lo mau ngapain?" Tanya Aldrich tanpa mempedulikan pertanyaan Ice sebelumnya

"E-emm.. gue ikut ya.." kata Ice tersenyum memohon.

"Gak" kata Aldrich dingin.

"Hm?" Ice tak menyangka bahwa Aldrich akan menolaknya. Aldrich berjalan melaluinya begitu saja, spontan Ice mengikuti langkah Aldrich sambil berlari kecil.

"I-iya, kalo gitu gue naik motor gue sendiri aja, tapi gue ngikutin motor lo, jangan aja lo ngebut, gue ga terlalu pro naik motor.." kata Ice.

Aldrich menghentikan langkahnya.

"Gabisa.."

"Lah, kenapaaa.."

"Kalau lo mau, lo jalan sama gue, gausah naik motor, soalnya motor gue rusak, lagi di bengkel.."

"Hm?"

"Ya-yauda, gue jalan.." kata Ice.

Mereka berdua pun berjalan bersama.

Ice berusaha menyamai langkah kakinya dengan Aldrich sebab Aldrich berjalan sangat cepat.

"Sea... ehh, Ald.." Ice tersenyum.

"Lo kok telat?" Tanya Ice.

"Bukan urusan lo"

"Lo tuh sama aja kayak Sea, sama sama nyebelin" kata Ice.

Aldrich kemudian menoleh ke Ice.

"Lo suka sama Sea ya?"

Ice terdiam, ia tak ingin menjawab.

"Dan Sea nya lo itu udah punya pacar, dan lo sedih.." Aldrich sedikit terkekeh. Ice menoleh ke Aldrich.

"Bukan urusan lo" balas Ice.

"Alay banget bener, lo pikir kisah hidup lo tu drama ya? Doi ga bales cinta lo, trus dia nembak cewek lain dan lo sedih" Aldrich terkekeh lagi.

"Jahat banget lo" Ice sedikit mendorong bahu Aldrich dengan tangannya. "Ck, ciri orang ga bisa nerima kenyataan" kata Aldrich.

"Diem lo"

"Kenapa ga m

"Udah ni sampe sekolah" Ice melihat keliling, sekolah barunya sangat luas, satu hari penuh belum tentu bisa ia kelilingi seluruh area sekolah ini.

"Woy, ngapain? Cepet masuk, udah telat!" Ice tersadar. Ia hanya bisa berlari membuntuti Aldrich dari belakang.

Dan sampailah di lapangan sekolah, ada penjaga yang menjaga murid terlambat disana.

"Tunggu," kata Aldrich bersamaan dengan langkah kakinya yang terhenti, tangannya terangkat tepat didepan Ice.

"Apa?" Tanya Ice yang ikut berhenti berjalan.

"Itu ada satpam yang jaga murid terlambat, kalau lo ketangkep, lo pasti dihukum"

"Lah, berarti nasib gue ya pasti dihukum?"

"Gue sering terlambat, dan biasanya gue nunggu sampe ga ada yang liat dan gue masuk ke barisan."

"Ribet banget.." kata Ice.

"Kalau lo gamau, yaudah, siap siap dihukum" Aldrich tersenyum miring.

"Yaudah, gue ikut cara lo"

Mereka berdua bersembunyi dibelakang tembok yang dekat dengan lapangan, darisana mereka bisa melihat situasi dilapangan.

Aldrich menaikkan tangannya guna agar ia berpegangan tangan dengan Ice saat berlari, Ice pun memegang tangan Aldrich dan saling tersenyum.

"Gue hitung satu sampe tiga, hitungan ketiga kita langsung lari, oke?" Kata Aldrich.

Ice mengangguk.

"Satu"

"Dua"

"Tiga, lari" mereka berdua berlari sekencang kencangnya agar bisa masuk ke barisan tanpa dilihat satpam yang menjaga. Tapi,

"KALIAN BERDUA, BERHENTIII!!!!" Langkah kaki Ice dan Aldrich seketika berhenti. Mereka berdua perlahan menoleh ke sumber suara.

"Kalian terlambat ya?

"E-eemm, engga pak" jawab Ice spontan. Sekolah ini memang membudidayakan menggunakan bahasa Indonesia. Tapi mereka juga menggunakan bahasa Korea, intinya semua yang berada disekolah ini bisa berbahasa Indonesia.

"Terus kalian darimana?"

"E-em.. ki-kita dari toilet pak" kata Ice tanpa berpikir, situasi ini, otaknya tak dapat berjalan dengan baik.

"Kalian? Ke toilet berdua, cewek cowok?"

"Emm..." Ice sudah tak dapat berkata apapun lagi, ia sudah di skakmat oleh satpam.

"E-emm.. pak, sebenarnya saya....." Aldrich menghentikan perkataannya, ia seperti tak yakin.

"Kenapa?"

"Sebenarnya saya.."

"Bencong pak.." kata Aldrich.

"Hah?" Satpam itu kaget.

"Saya sudah dari dulu ingin jadi cewek, tapi orang tua saya ga ngasik pak.."Aldrich berusahan mengecilkan suaranya agar seperti perempuan, sedangkan Ice disampingnya yang sibuk menahan tawa.

Ia tak menyangka bahwa Aldrich akan rela mengorbankan harga dirinya demi tidak dihukum.

"Oke, kalau begitu kalian boleh masuk barisan" kata Satpam. Mereka berdua pun masuk ke barisan.

Saat inilah tawa Ice pecah, "Lo tuh aneh banget sumpah, hahaha, kok bisa ya otak lo ke bencong, haha"

"Otak kita udah sama sama buntu, yauda gituin aja, haha" Aldrich juga terkekeh.

"Eh, tunggu" kata Aldrich.

"Apa?"

"Dari pertama gue ketemu lo sampe karang, gue belum tau nama lo, siapa nama lo?" Tanya Aldrich.

"Gue Ice" kata Ice.

"Salken, Aldrich Liflous Moonglade" kata Aldrich menaikkan tangannya ingin bersalaman.

"Ice Preechaya Waismay" Ice tersenyum kemudian membalas salaman Aldrich. Aldrich pun juga tersenyum.

"Ice.." Ice menoleh ke sumber suara, ternyata yang memanggilmya adalah Adela.

"Kak" Ice tersenyum.

"Ayo ikut kakak" kata Adela.

Ice menoleh ke arah Aldrich sebentar, Aldrich juga melihat ke arah Ice, entah apa yang mereka berdua pikirkan, tapi akhirnya Ice berjalan mengikuti Adela.

"Aldrich.. kamu juga.." kata Adela.

Aldrich pun mengikuti Adela bersama dengan Ice.

"Oke, Aldrich, jadi saya mau kamu jadi buddy nya Ice selama Ice disini setahun"

"Hah? Tapi--"

"Ga ada tapi. Saya lihat kamu paling cocok sama Ice, dari segi kamu blasteran indo korea jadi kamu pasti ngerti kalo ngomong sama dia." Ice mulai melebarkan matanya, apa benar Aldrich memang blasteran? Tapi kalau iya, terus Sea? Blasteran juga?

"Dan kedua, kamu mungkin adalah orang pertama yang dikenal sama Ice, ya kan Ice?" Adela menoleh ke Ice.

Ice tersenyum polos "I-iya.."

Aldrich menoleh spontan ke Ice dengan tatapan kesalnya.

"Yauda kak, saya jadi buddynya Ice." Kata Aldrich datar.

"Oke, jadi saya tempatkan kalian sekelas ya, bangkunya juga sebangku, nanti saya bilang ke wali kelas kamu"

Mereka berdua berjalan bersama keluar dari ruang kepala sekolah.

Ice masih sibuk memikirkan masalah wajah Aldrich dan Sea yang sangat sama.

"Lagi mikirin apa?" Tanya Aldrich menoleh ke Ice.

Ice juga menoleh ke Aldrich dengan wajah yang tak dapat diartikan.

"Lo beneran anak blasteran?" Tanya Ice langsung ke dalam topik.

"Iya, mama gue korea"

Ice lanjut berpikir, entah kenapa ia harus berpikir tentang ini, tapi ia merasa ada yang tak beres jika ia tak menyelesaikan masalah ini.

"Adohh, apaan sihh??" Kata Ice tiba tiba.

"Apaa?" Aldrich ikut penasaran.

"Lo ga bingung apa? Lo gak penasaran kenapa di bumi ini bisa ada orang yang mukanya sama kayak lo" kata Ice.

"Penasaran lah, cuma gue ga nunjukin rasa penasaran gue kayak lo, lo tau? Kemarin malem gue ga bisa tidur cuma buat mikirin hal yang gak masuk akal gini."

"Orang tua lo ga pernah nyeritain kalo lo punya adik atau kakak?" Tanya Ice.

"Ga, makanya gue ga ngerti, libur nanti gue mau pulang ke rumah, gue mau nanya tentang ini."

"Gue ikut" kata Ice spontan dengan senyuman.

"Gak, rumah gue ga nerima tamu"

"Lah, gue kan bukan tamu, gue temen lo" Ice tersenyum lagi.

"Sejak kapan gue nganggep lo temen? Gue cuma nganggep lo sebagai orang yang gue kenal aja."

"Ck.. males dah gue, kalo lo ga ada gue lo juga ga bakal tau ada orang dengan muka yang sama dengan lo"