Siang itu Lucia tampak bersemangat sekali pergi ke klubnya. Ia bahkan melewatkan pertandingan persahabatan tim basket Kojiro dengan SMAN 1, padahal biasanya ia bolos dari klub musik untuk menyaksikannya. Hal ini tentu saja membuat Nana heran.
"Hei…serius kamu nggak pengen nonton pertandingannya? Amy bawa makanan, lho…" kata Nana.
"Sorry, Na..! I have to go!" teriak Lucia sambil berlari pergi. Nana bertukar pandang dengan Dena.
"Aku tahu kenapa…" kata Mita tiba-tiba. "Soalnya ada murid baru di kelas tiga…jago musik dan orangnya keren banget…"
"Apa dia masuk klub musik juga?" tanya Amy.
"Jelas, dong…pokoknya seharian tadi Lucia ngomel karena sudah lama nggak latihan piano dan semacamnya…"
Mereka berempat tertawa.
Pertandingan persahabatan memang sering diadakan oleh manajemen Basket SMA Nusantara. Nana yang mengatur semuanya dan ia selalu senang menyaksikan pertandingan-pertandingan itu, menang atau pun kalah.
Kojiro sudah terkenal sebagai pemain Basket yang berbakat dan kapten yang hebat. Dalam kepemimpinannya mereka lebih sering mengalami kemenangan.
Hari ini ia membawa timnya bermain cemerlang dan menang atas tim Basket SMAN 1. Para pendukungnya bersorak-sorai gembira termasuk Nana. Ia sangat menyukai Basket dan semangatnya timbul kembali melihat kemenangan itu. Setelah pertandingan usai ia mengambil sebuah bola dan bermain sendiri.
"Hei, Na…aku ikut, ya..!" seru Kojiro sambil berusaha merebut bola dari tangan Nana yang lengah.
Ia berlari cepat sambil berusaha men-dribble bola dan memasukkannya dengan slam dunk yang indah sekali. Nana yang berusaha mengejarnya tiba-tiba berhenti dan memegangi dadanya yang terasa sesak.
"Kamu curang…hosh..hosh..aku nggak bilang kamu boleh ikut main…!" serunya. "Aku mau main sendiri..!"
Nana berjalan ke pinggir lapangan, membereskan tasnya lalu pergi keluar. Kojiro terkejut sekali melihatnya.
"Hei.. kok marah, sih?!" Kojiro menggeleng heran. "Dasar manja..! Tungguin aku ganti baju, ya..! kita pulang bareng!"
"Males! Kamu bau…!" jawab Nana. "Mandi dulu, deh…"
"Mandiin, dong!"
Nana hanya meleletkan lidah dan berlalu.
"Alaa…ngambek." Kojiro mengomel sambil membereskan tasnya. Setelah mandi dan berganti pakaian ia mencari Nana tetapi gadis itu telah menghilang. Rupanya tadi ia bersungguh-sungguh…
Kalau dipikir-pikir Nana sekarang agak berubah…
Kojiro merenung, apa kira-kira penyebabnya..? Ia juga berhenti membicarakan tentang keluarganya.
Apakah Nana akhirnya putus asa…?
Nana memang putus asa. Ia tidak mau lagi membebani Kojiro dengan masalah-masalahnya… Kojiro sudah cukup direpotkan olehnya. Ia pulang sendiri naik angkot lalu naik ke kamarnya di lantai 2, dengan memanjat pohon lalu masuk lewat jendela.
Ia langsung tertidur di ranjangnya. Ia bermimpi Diana, Mama, dan Papa telah pulang dan semua memeluknya dengan hangat.
Ah…senangnya.
Nana bangun dengan perasaan kembali riang.
"Nenek…! Makan-malam kita apa..?!" seru Nana sambil meluncur di pegangan tangga. "Aku lapar sekali…"
Tak ada jawaban. Yang terdengar hanya seruan-seruan tertahan dari bawahnya. Nana terbelalak saat melihat…
"Hati-hati…! Berbahaya meluncur di tangga begitu!" teriak seorang pria yang cepat-cepat melompat ke bawah tangga dan menangkap tubuh Nana yang meluncur deras. "Anak nakal! …Meluncur seperti itu lagi kau takkan hidup untuk makan malammu…"
Nana merasa dirinya terbuai mimpi. Rasanya ajaib sekali…
Tubuhnya yang meluncur tiba-tiba tertahan oleh tangan dan tubuh yang kuat. Hangat sekali rasanya berada di pelukan tangannya.
Nana tak ingin mimpi ini berakhir. Ia memejamkan mata, dan pria itu menggendongnya pelan-pelan lalu mendudukkannya di sofa.
"Nana…sudah sebesar ini.." Ia membelai rambut Nana dengan lembut. "Kemana saja kau, Sayang..? Papa hampir menelepon polisi karena jam segini kau belum juga pulang. Ternyata malah di atas sedari tadi…"
Nana terkejut sekali mendengar kata-kata pria itu. Dengan gemetaran ia membuka matanya dan melihat sekelilingnya.
"Pa… Papa?" ia melihat seorang lelaki dewasa yang tampan sekali dengan jas yang rapih dan senyum di wajahnya sungguh hangat. Papa lebih tampan dari Pak Peter. "Ka…kau Papaku?"
Juga ada seoramg wanita muda…ah, tidak muda tapi terlihat sangat cantik, dengan rambut ikal yang indah. Ia tersenyum lembut sekali.
Lalu…lalu…
Itu pasti Diana!
Gadis itu benar-benar seperti seorang putri.
Wajahnya sama dengan Nana, hanya saja rambut ikalnya tergerai bagus, matanya pun terlihat sendu, kulitnya lebih pucat dan sikapnya anggun sekali.
Nana tak yakin Diana adalah kembarannya. Rasanya mereka sungguh berbeda…
"Papa! Mama! Diana…! Kalian pulang!?" jerit Nana kegirangan sekali menghambur memeluk mereka senua. "Aku senang sekali kalian pulang!'
Papa dan Mama saling berpandangan.
"Anak manis…kami sudah pulang, dan sejak ini akan tinggal di Indonesia. Penyakit Diana sudah hampir sembuh, ia sudah mengalami operasi pencangkokan jantung yang berhasil dan kesehatannya membaik. Kita akan mulai tinggal bersama lagi…" ujar Papa dengan lembut. "Papa akan bekerja di rumah sakit di pusat kota dan tetap mengikuti riset jantung di Jakarta. Kita akan membeli sebuah rumah yang indah untuk kita diami bersama."
Diana tersenyum lemah.
"Aku sayang kamu, Nana…dari dulu aku bermimpi hendak melihatmu."
"Aku juga…aku juga begitu…"
Malam itu rasanya surga telah terbuka bagi Nana dan ia merasa sangat bahagia.
"Tunggu sampai Koji mendengar ini… Dia pasti nggak akan percaya mendengar Kalian benar-benar sudah pulang…" ujar Nana.
Papa memandanginya dengan keheranan. "Kenapa tidak percaya?"
"Dia tidak percaya, habisnya sudah lebih dari 15 tahun, sih… Pokoknya besok akan kuberitahu…!"
"Astaga…sudah selama itukah?" tanya Papa. Ia menatap Nana lekat-lekat. "…Lima belas tahun… lebih."
Mama dan Papa berencana memasukkan Diana ke SMA Nusantara. Mereka pun hendak membeli sebuah rumah besar di daerah yang ternyata sama dengan rumah Kurosawa.
Nana menyimpan rahasia itu pada Kojiro dan berniat memberi kejutan padanya. Tak sabar ia menanti hari-hari saat mereka pindah ke rumah baru dan Diana masuk ke SMA Nusantara.
***