webnovel

Jejak Kaki Merah

Aku kesulitan menuju kursi darurat. Saat kapal berusaha menghindari serangan, seluruh peralatan di penginapan berdansa dan hampir mengenai tubuhku.

"Dimana kamu, Ai? Cepat duduk!"

"Aku ada sedikit masalah"

Aku terhempas ke dinding. Badanku terasa sangat sakit. Kapal terus berguncang. aku kembali terhempas ke dinding.

"Masuk ke toilet, Ai!" perintah Kapten Zai.

"Untuk apa aku masuk ke toilet? Aku tidak sedang ingin buang air!!!" Teriakku.

"Masuk saja! Cari tombol darurat!"

Aku langsung melayang dengan badan menahan sakit menuju toilet samping dapur. Aku tutup pintu toilet dengan keras dan menekan tombol darurat.

Aku menunggu sambil duduk di lantai kaca yang kering. Tidak terjadi apa-apa. Aku hanya terdiam, tidak ada yang bisa kulakukan. Waktu terus berlalu. Hampir satu jam sepertinya aku berada di toilet. Aku coba membuka pintu. Semua sudah tenang.

Aku melayang menuju ruang tengah. Tidak ada Kapten Zai. Pintu depan terbuka, sepertinya sudah lama. Aku keluar dari penginapan. Tidak ada orang disana, tetapi terdapat beberapa jejak kaki merah.

Aku mengikutinya. Mengapa dia tidak terbang saja pikirku. Jejak kaki itu mengarah ke penginapan yang lebih dalam. Aku menuruni jalanan yang terdapat jejak kaki menuju sebuah terowongan jauh di bawah jalan itu.

"Siapa orang yang mau berjalan kalau bisa terbang?" pikirku.

Tiba-tiba ku teringat akan serbuk terbang yang diberikan Kapten Zai. Aku menghentikan perjalanan dan kembali ke penginapan. Jam berapa ini? Serbuk terbang hanya bertahan 48 jam. Pikiran itu menghantuiku yang berupaya sampai ke penginapan secepatnya.

Jauh sekali aku meninggalkan penginapan. Aku mengikuti jejak merah itu sampai ke penginapan, tempat jejak kutemukan. Aku mengenali tempat ini! Beberapa bunga warna-warni yang beragam berbaris disekeliling jalanan. Terdapat kolam putih dengan air terjun yang melingkar disana. Aku mengenali lingkungan sekitar penginapanku.

Beruntung ada jejak kaki merah yang mengarah ke penginapanku. Aku langsung tahu penginapanku dan masuk untuk mencari serbuk terbang. Waktu menunjukkan 47.45! Hanya lima belas menit lagi waktunya.

Aku terus mencari serbuk itu. Dimana terakhir kusimpan? Aku cari di laci, meja melayang, dapur, hampir semua sudut ruang kucari. Apa mungkin pecah karena guncangan tadi. Waktu terus menyempit. Belum kutemukan titik terang.

Masalahnya bila aku berjalan, aku harus mencari tongkat berjalanku lagi. Lima menit tersisa. Aku berharap cemas menemukan serbuk itu. Aku kembali mencari di sekelilingku hingga ke sudut sempit.

Oh, iya... aku ingat kalau aku menyimpannya di pendingin. Aku menuju dapur dan membuka pendingin. Dingin sekali poles serbuk itu. Hanya beberapa menit tersisa, aku bingung bagaimana cara menggunakannya? Apakah ditelan, atau apa?

Aku mencoba menelannya. Ya ampun pahit sekali! Aku kira aku sudah dapat mendapat kekuatan untuk terbang lagi. Waktu menunjukkan pukut 48 tepat. Sepertinya sudah tengah malam. Tiba-tiba tubuhku terasa berat.

Aku yang sedang melayang mulai turun sedikit demi sedikit dan jatuh ke lantai. Serbuknya tidak bekerja. Gawat! Aku harus menghubungi seseorang. Namun tidak ada seorangpun disini. Tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dari atas, seperti butiran kecil. Aduh! Kepalaku terkena benda seperti toples. Itu toples serbuk terbang!

Dan yang jatuh dari atas pasti serbuknya yang tumpah dari toples yang menyisakan sedikit serbuk di dalamnya. Aku kembali terbang! Aku pun bergegas mengikuti jejak kaki merah itu kembali sembari membawa serbuk itu.

Aku melesat dengan kecepatan penuh. Aku mulai terbiasa menggunakan serbuk terbang dan dengan waktu singkat aku berada di hadapan terowongan besar yang gelap.

Jejak itu mengarah jauh ke dalam. Aku memberanikan diri masuk ke dalam tanpa alat penerang. Aku mendengar bunyi seperti sebuah alat semacam radar di dalam.

Bunyinya terdengar samar dan semakin menghilang. Aku tidak sendiri di terowongan ini. Mungkin pemilik jejak kaki ada disini.