webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Jangan terlalu khawatir, Cakya tahu apa yang harus dia lakukan

Sinta mengetuk pelan pintu ruang kerja Candra, setelah dipersilakan masuk. Sinta dengan hati-hati melangkah perlahan menghampiri meja kerja Candra.

Candra berdiri dengan kedua jemari tangannya didalam saku celananya, tatapannya jauh menembus pemandangan diluar kaca jendela kantornya.

"Dek... Ada proposal yang harus kamu lihat", Sinta bicara dengan nada paling pelan.

"Letakkan diatas meja saja mbak. Nanti Candra lihat", Candra menjawab asal. Tatapannya tetap kosong menatap keluar kaca jendela kantornya.

"Kamu... Baik-baik saja dek...?", Sinta kembali memastikan keadaan Candra.

Candra hanya mengangguk lemah.

"Kamu... Mau mbak pesanin makan siang dek...?", Sinta kembali menawarkan.

"G'ak usah mbak, Candra g'ak lapar. Terima kasih", Candra menjawab pelan.

"Kalau... Kamu butuh apa-apa panggil mbak", Sinta kembali mengingatkan Candra sebelum dia meninggalkan ruangan Candra.

"Terima kasih mbak", Candra menjawab lirih.

Sinta tidak berani menyita waktu Candra lebih lama lagi. Sinta yang paling paham watak Candra. Kalau dia diam, berarti Candra masih bisa mengatasi masalah yang dia hadapi sendiri. Candra sudah ditempa untuk menjadi lebih kuat oleh keadaan, dipaksa dewasa sebelum waktunya tiba.

Sinta kembali duduk dimeja kerjanya, kemudian meraih HPnya dan menekan salah satu nomor yang ada.

"Assalamu'alaikum... Ada apa mbak...?", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Wa'alaikumsalam... Kamu lagi dimana dek...?", Sinta bertanya pelan.

"Ini... Masih di acara kawinan mbak, ada apa...?", perempuan di ujung lain telfon kembali bertanya.

"Mbak bisa minta tolong...?", Sinta malah balik bertanya.

"Apa mbak...?", perempuan diujung lain telfon kembali bertanya bingung.

"Kamu... Bisa kesini, bawa makan siang buat mbak dan Candra. Kalau bisa... Bawa malaikat kecil sekalian", Sinta mengajukan permintaan.

"Iya mbak", ucapan setuju langsung terdengar dari ujung lain telfon.

"Terima kasih dek. Assalamu'alaikum", Sinta mengakhiri hubungan telfon.

"Wa'alaikumsalam", perempuan diujung lain telfon menjawab lembut.

***

Beberapa saat hening, Gama dikejutkan dengan panggilan dari pemilik warung nasi, pesanan Gama telah jadi. Gama segera membayar, dan mengambil pesanannya.

"Memangnya masalah apa bang...?", Erfly bertanya lembut.

"Abang g'ak tahu pasti dek. Tapi... Kelihatannya ini ada hubungannya dengan Candra", Gama berusaha menebak-nebak, setelah melihat sekretaris almarhum pak Wiratama tadi siang dengan sengaja menemui Cakya di kampus. Bahkan dia sampai rela menunggu hampir 2 jam hanya untuk bicara dengan Cakya.

"Candra...?", Erfly kembali bertanya, karena tidak asing dengan nama yang baru saja disebutkan oleh Gama.

"Itu lho dek. Tersangka dalam kasus pelecehan putri bungsu pak Jendral", Gama berusaha menarik paksa kembali ingatan Erfly.

"Hem...", Erfly bergumam pelan.

"Terus gimana dek...?", Gama kembali menagih solusi.

"Apanya...?!", Erfly malah balik bertanya bingung.

"Abang harus bagaimana...?", Gama bertanya panik sekaligus kesal karena merasa tidak didengar oleh Erfly dengan serius.

"Jangan terlalu khawatir, Cakya tahu apa yang harus dia lakukan", Erfly bicara lembut, berusaha membuat Gama tenang.

"Apa iya dek...? Tadi... Abang lihat wajahnya bingung banget. Kelihatannya dia...", ucapan Gama terputus karena Erfly kembali menyela.

"Kalau Cakya belum mau cerita, berarti dia masih bisa menghadapi masalahnya sendiri. Ntar kalau mentok juga bakalan nanya sama abang. Jangan terlalu panik bang", Erfly kembali memberikan nasehat agar Gama bisa sedikit lebih tenang.

"Ya udah dek. Maaf abang udah ganggu", Gama menyudahi diskusinya dengan Erfly.

"Jangan terlalu khawatir bang. Cakya udah dewasa. InsyaAllah dia akan baik-baik saja", Erfly kembali mengingatkan.

"Iya dek. Assalamu'alaikum", Gama mengucapkan salam.

"Wa'alaikumsalam...", Erfly menjawab lembut sebelum hubungan telfon berakhir.

***

Terdengar suara ketukan pintu.

"Masuk", Candra bicara setengah berteriak, tetap tak bergeming dari posisinya semula, menatap keluar kaca jendela kantornya.

Setelah pintu dibuka, malaikat kecil berlari menyerbu memeluk kaki Candra yang panjang.

"Papi...", malaikat kecil berteriak kegirangan.

"Astagfirullah...", lamunan Candra langsung buyar, begitu malaikat kecil menghempaskan tubuh kecilnya ke kaki Candra.

Candra duduk jongkok menyamakan tingginya dengan malaikat kecil. Malaikat kecil segera menyerbu kepelukan Candra.

"Kok bisa ada disini...?!", Candra bertanya bingung.

"Tadi kak Salwa ada wawancara kerja. Jadi... Malaikat kecil terpaksa dibawa ke acara kawinan. Ini... Dekat sini, pas lewat sini, malaikat kecil malah minta kesini. Teriak-teriak katanya kantor papi...", Tasya berusaha keras mengutarakan skenario kebohongan dengan cukup lancar.

Candra langsung menggendong malaikat kecil dengan lengan kirinya. Kemudian melangkah menuju kursi tamu yang tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Tanen...", malaikat kecil memeluk Candra dengan manja.

Candra melemparkan senyumannya, mengecup lembut pucuk kepala malaikat kecil. Candra kembali Mengingat-ingat kapan terakhir kali dia bertemu malaikat kecil, dan itu sudah hampir 2 minggu yang lalu. Sebelum dia berangkat mengecek perusahaan cabang Jambi.

Tasya mengeluarkan kotak makanan dari kantong plastik yang dia bawa.

"Mbak Sinta mana...?", Tasya bertanya setelah melirik kiri kanan.

"Paling di luar", Candra menebak-nebak.

"Malaikat kecil mau kesini, pikir Tasya sekalian saja kita makan siang sama-sama. Makanya Tasya sekalian beli buat mbak Sinta dan Candra ini, beli di kafe depan kantor sini...", Tasya mengangkat kotak makanan yang dia bawa.

Candra melangkah kemeja kerjanya, kemudian menekan salah satu nomor di telfon yang ada di meja kerjanya.

"Iya pak", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Tolong minta bu Sinta keruangan saya", Candra memberi perintah.

"Baik pak, akan saya sampaikan", suara diujung lain telfon bicara patuh.

Tidak perlu menunggu lama, Sinta muncul dari balik daun pintu.

"Lho... Ada malaikat kecil disini...", Sinta berakting kaget begitu melihat malaikat kecil dan Tasya yang duduk di sofa tamu.

"Mbak belum makan siang kan...? Malaikat kecil bawain makan siang ini", Tasya bicara lembut, kemudian melemparkan senyuman terbaiknya.

"Lapel...", malaikat kecil angkat bicara.

"Malaikat kecil laper...? Sini, disuapin cantik", Tasya berusaha meraih malaikat kecil dari pangkuan Candra.

Malaikat kecil malah mengeratkan pelukannya pada Candra. "Suapin papi", malaikat kecil menuntut manja, menempelkan pipinya ke dada Candra.

Candra tersenyum melihat kelakuan malaikat kecil. Tingkah ajaib malaikat kecil selalu menjadi hiburan tersendiri untuk Candra.

Strategi Sinta sukses besar. Candra terpaksa menyuapi malaikat kecil, mau tidak mau Candra juga dipaksa untuk makan oleh malaikat kecil.

***

Gama meletakkan makanan yang dia beli, kemudian bergegas masuk kedalam rumah. Menit berikutnya, Gama kembali dengan membawa piring, sendok dan 2 botol air mineral.

Cakya tidak banyak bicara, dia langsung makan dengan lahapnya. Gama juga tidak berani bertanya, melihat wajah Cakya yang datar membuat nyalinya ciut untuk bertanya.

Setelah makan, Cakya kembali menyelipkan rokok di antara dua jemari tangan kirinya. Menikmati setiap hisapan perlahan, asap rokok Cakya mengepul keudara, berharap masalahnya juga akan sama, mengepul keudara. Akan tetapi, masalahnya tidak bisa sesederhana itu.

"Em... Erfly apa kabar...?!", Gama berusaha memecahkan kesunyian yang tercipta tiba-tiba.

"Baik, dia lagi ada proyek di Paris", Cakya menjawab santai, kembali menyesap rokoknya dalam.

"Makin sukses aja tu bocah", Gama tertawa renyah.

"Hokinya gede tu bocah. Investor yang kerjasama ama dia proyek perumahan mewah di Singapura, puas dengan keuntungan penjualannya. Dia punya anak yang nikah dengan orang Paris, akhirnya diajakin kerjasama bikin perumahan elit disana", Cakya menjelaskan panjang lebar.

"Emang gila tu bocah. Hokinya emang gede", Gama kembali tertawa renyah.

"Berarti dia bolak-balik Paris...? Bukannya bulan depan pas libur semester kamu ada rencana mau ke Garut...?", Gama bertanya bingung.