webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · 若者
レビュー数が足りません
251 Chs

Aku harus bagaimana...?

Pak Lukman memutuskan untuk pulang setelah pertukaran kata-kata basa-basinya dengan Satia. Sepanjang perjalanan, Cakya hanya diam membisu.

"Kamu tidak mau masuk dulu nak...?", pak Lukman bertanya penuh kekhawatiran.

"Cakya langsung pulang saja pak Jendral", Cakya segera berpamitan dengan pak Lukman. Memacu motornya dengan sangat pelan tanpa tujuan.

***

Erfly memilih istirahat di dalam kamar yang sudah di sediakan oleh Alfa dan Nazwa. Satia perlahan menghampiri Erfly.

"Dek... Kamu tidak apa-apa...?", Satia bertanya penuh kasih.

"Ilen baik-baik saja mas, hanya merasa capek saja", Erfly menjawab pelan.

"Kamu mau pulang kapan dek...?", Satia bertanya lembut.

"Ilen bagaimana mas saja", Erfly menjawab pelan.

"Ya sudah kamu istirahat saja dek, mas keluar dulu, kasian ko Alfa sendirian", Satia bicara pelan.

Erfly hanya mengangguk pelan, Satia mengecup lembut kening Erfly sebelum meninggalkan kamar.

Satia perlahan menghampiri Alfa yang sedang menikmati kopinya di teras rumah.

"Bagaimana Erfly...?", Alfa bertanya dengan suara paling rendah.

"Tetap sama saja, selalu bilang kalau dia baik-baik saja", Satia menjawab pelan. Ada nada kecewa dari suara yang keluar dari mulut Satia kali ini.

"Kalian mau pulang kapan...?", Alfa kembali bertanya.

"Paling besok atau lusa ko", Satia menjawab santai.

"Erfly mana...?", Alfa kembali bertanya.

"Di kamar, katanya mau istirahat", Satia menjawab apa adanya.

Alfa menatap jam tangannya, sudah jam 17.05 Wib.

"Tawarkan Erfly, ko Alfa ngajakin makan di bukit sentiong. Koko tahu tempat makan favorit Erfly disana. Mana tahu itu bisa menghibur Erfly", Alfa bicara pelan.

Satia mengangguk pelan, kemudian berlalu dari hadapan Alfa. Hanya menunggu beberapa menit, Satia dan Erfly muncul dari balik pintu.

"Kita berangkat sekarang...? Nanti kemalaman", Nazwa bicara pelan, menyerahkan kunci mobil Alfa.

Hanya 10 menit, mereka sudah sampai ketempat tujuan. Satia dengan penuh kehati-hatian membantu Erfly turun dari mobil, menyerahkan kruk Erfly.

Saat masuk ke warung, tatapan semua orang langsung tertuju kepada lelaki yang duduk di sudut ruangan.

"Astagfirullah...", Erfly bicara lirih.

"Dek... Kamu mau ke tempat lain saja...?", Alfa langsung menawarkan.

Lelaki yang duduk di sudut ruangan menatap Erfly penuh kasih.

Erfly memutuskan untuk segera berbalik badan, berniat sesegera mungkin meninggalkan posisinya saat ini. Berusaha keras menahan air matanya yang menyerbu keluar.

Satia dengan telaten membantu Erfly kembali ke dalam mobil.

Sebelum Erfly berhasil masuk kedalam mobil, lelaki yang sedari tadi duduk tenang di sudut ruangan menarik paksa pundak kanan Satia, detik berikutnya tinju lelaki itu mendarat di pipi Satia.

"Astagfirullah halazim, mas Satia...!!!", Erfly berteriak panik.

"Kamu gila Cakya...!!!", Alfa langsung menghalangi Cakya untuk menghampiri Satia lagi.

Satia kembali berdiri sempurna, menatap Cakya tanpa ekspresi sedikitpun. Satia menyingkirkan tangan Alfa yang menahan Cakya.

"Mas...", Erfly bicara panik.

"Mas baik-baik saja dek", Satia mengusap lembut lengan kanan Erfly.

Cakya kembali mengayunkan pukulannya kearah Satia, kali ini Satia sudah lebih siap. Satia menahan pukulan Cakya.

"Ngomong baik-baik kan bisa", Satia bicara dengan suara paling pelan, tidak ada nada amarah di dalamnya.

"Cakya g'ak nyangka mas setega ini sama Cakya", Cakya bicara pelan dengan nada putus asa.

Alfa dan Nazwa memutuskan untuk masuk kedalam mobil terlebih dahulu, Erflypun melakukan hal yang sama.

Cakya duduk di trotoar jalan, menatap Erfly yang menghilang di balik pintu mobil di belakang supir.

Satia duduk tepat di samping Cakya. "Kamu g'ak bisa kayak gini terus. Kalau kamu kayak gini terus. Yang ada kamu nyakitin semua orang, kamu nyakitin diri kamu sendiri", Satia bicara dengan suara paling pelan.

"Sakit apa lagi yang bisa Cakya rasain mas...? Cakya udah jauh lebih sakit, saat tahu mas yang merebut Erfly dari Cakya", Cakya menjawab sengit.

Satia balik menatap lekat wajah Cakya.

"Sejak pertama melihat Erfly, Satia sudah suka sama dia. Waktu malam kamu di gunung, setelah pertemuan Satia dengan Erfly, sebenarnya Satia ingin bertanya banyak tentang Erfly. Akan tetapi... Kamu malah cerita kamu lagi naksir cewek, dan... Orang itu adalah Erfly. Makanya Satia memutuskan untuk mundur.

Terakhir kali di gunung, saat kamu melamar Erfly. Disana Satia baru sadar kalau rasa sayang Satia ke dia bukan hanya sebatas teman atau sahabat. Jujur, Satia cemburu melihat kamu sama dia.

Makanya Satia sampai mengucapkan kata sama Erfly. Kamu harus bahagia, karena hanya dengan itu Satia bisa ikhlas.

Satia juga pernah memperingatkan Cakya, jangan sampai Cakya membuat Erfly menangis, kalau sampai itu terjadi Satia akan merebut Erfly dari Cakya", Satia menghentikan ucapannya sejenak.

Satia merogoh kantong celananya, mengeluarkan sebungkus rokok. Menyelipkan sebatang rokok di antara bibirnya, kemudian menyalakannya. Satia menghisap dalam rokoknya, sembari menyodorkan bungkus rokoknya kepada Cakya. Cakya segera meraih rokok pemberian Satia.

"Setelah Satia pindah tugas, Satia pikir Satia tidak akan pernah bertemu Erfly lagi. Makanya perlahan Satia berusaha untuk menghapus perasaan Satia ke Erfly.

Suatu hari Satia di hubungi oleh bli Putu, katanya yang punya vila tempat bli Putu bekerja sedang ada masalah. Dia mau minta tolong kepada Satia untuk menyelidiki sebuah kasus, sekaligus mencari otak dibalik semuanya.

Satia dipertemukan oleh bli Putu dengan orang yang meminta bantuan tersebut, di luar dugaan ternyata dia adalah Erfly. Sejak saat itu Satia sering berkomunikasi sama Erfly, Satia jadi mata-mata untuk Erfly. Setiap Erfly akan melakukan kerjasama dengan pihak lain, atau... Erfly punya masalah, dia langsung menghubungi Satia. Dan... Tidak ada satupun yang tahu kalau Satia orang dibalik layar yang selalu membantu Erfly.

Ayah Erfly pernah di tipu miliaran oleh saudaranya sendiri. Bahkan sampai akhirnya Erfly kehilangan kedua orang tuanya, dia sendiri harus merelakan salah satu kakinya.

Sampai pada suatu hari, Erfly di hadapkan dengan kejadian yang sama persis. Erfly menghubungi Satia, minta Satia menyelidiki siapa dibalik semuanya.

Butuh waktu 3 hari untuk Satia menyelidiki semuanya, sampai akhirnya Satia mendapatkan alamat orang yang menipu Erfly.

Alamatnya di Sungai Penuh, Erfly memutuskan untuk datang langsung menemui orang yang telah menipu perusahaannya. Karena... Erfly merasa dia yang lebih kenal medan dibandingkan Satia yang hanya di Kabupaten Kerinci saja sebelumnya.

Erfly datang ke alamat yang Satia kasih. Tapi... Dia tidak menemukan orang yang di maksud, hanya bertemu dengan istrinya saja. Selanjutnya... Erfly memutuskan untuk ke kosannya Gama.

Gama bercerita soal pertunangan Wulan, dia memperlihatkan foto. Dan... Erfly tahu kalau ternyata perempuan yang dia temui sebelumnya adalah istri tua pak Utama, ayah kamu.

Erfly hancur saat itu, bahkan dia sampai dilarikan kerumah sakit", Satia menjelaskan panjang lebar.

Cakya hanya diam membisu mendengarkan ucapan Satia.

"Erfly hancur pada waktu itu, mengetahui orang yang dia hormati menjadi penyebab kematian ayah dan ibunya. Erfly bahkan lebih hancur lagi, saat harus menerima kenyataan kalau dia harus kehilangan kamu Cakya", Satia kembali menghisap dalam rokoknya.

Erfly membuka pintu mobil, memutar tubuhnya kearah pintu mobil. "Aku harus bagaimana...?", Erfly tiba-tiba bertanya putus asa.

"Kenapa kamu g'ak cerita semuanya...? Kenapa kamu malah memilih untuk menahan semuanya sendiri...!!!", Cakya berteriak histeris.

"Aku g'ak punya hak untuk minta kamu memilih aku atau ayah. Dan... Di mata Cakya dan keluarga, pak Utama adalah sosok ayah sekaligus suami yang sempurna. Aku g'ak punya hak untuk menghancurkan itu semua", Erfly bicara disela tangisnya.

"Ternyata masih Erfly yang sama, terlalu pengecut. Lebih memilih untuk menyakiti diri sendiri, dari pada melihat orang lain terluka. Asal kamu tahu, kamu malah lebih nyakitin aku", Cakya memberikan penekanan pada setiap kata-kata yang dia ucapkan.

Cakya beranjak dari posisi duduknya, kemudian berlalu pergi dengan motornya secepatnya kilat.

Satia kembali memasukkan bungkus rokoknya kedalam kantong celananya, kemudian menginjak sisa rokok yang baru setengah dia hisap. Satia melangkah perlahan menghampiri Erfly.

Erfly menyerbu memeluk Satia, menempelkan keningnya ke dada bidang suaminya. Tangis Erfly pecah seketika. Satia hanya diam mematung, membiarkan Erfly meluapkan semua beban di hatinya.

"Erfly mau pulang...", Erfly tiba-tiba bicara disela isakan tangisnya.

Detik berikutnya Erfly melepaskan pelukannya dari pinggang Satia. Dengan lembut Satia menghapus jejak air mata Erfly, kemudian meletakkan kedua jemarinya yang panjang menutupi kedua belah pipi Erfly.