Sesuai rencana, Alfa akhirnya menikah dengan Nazwa. Acara pernikahan Alfa dilaksanakan di Sungai Penuh. Karena ayah Alfa keturunan Tionghoa, seluruh kegiatan diserahkan kepada Erfly dan Satia sepenuhnya.
Erfly masih sibuk mengarahkan dekorasi pernikahan Alfa, Erfly meminta bantuan Tasya istrinya Candra untuk mengatur semua pernikahan Alfa. Orang tua Nazwa juga menyerahkan semua kepada pihak Alfa yaitu Erfly.
Candra duduk di salah satu kursi tepat disamping kursi roda Erfly.
"Bagaimana kabar kamu...?", Candra bertanya pelan.
"Alhamdulillah masih bernyawa sampai hari ini", Erfly menjawab santai.
"Kamu baik-baik saja...?", Candra bertanya tiba-tiba.
"Erfly...? Memangnya ada apa dengan Erfly...?", Erfly malah balik bertanya bingung.
"Hati kamu yang Candra tanya", Candra bicara sengit.
"Bagaimana dengan kamu sendiri...?", Erfly tertawa remeh.
Candra tertawa renyah, "Cerdas, Candra nanya malah kamu balik nanya", Candra bicara pelan.
"Erfly masih belajar", Erfly menjawab dengan suara paling pelan.
"Belajar...? Maksud kamu...?", Candra bertanya bingung, keningnya mengerut seketika.
"Bung...! cinta bukan perkara siapa yang datang dan meninggalkan. Cinta perkara siapa yang akan mampu bertahan lebih lama", Erfly bicara tanpa tujuan.
"Kamu manusia paling unik dan aneh yang pernah aku kenal", Candra memberikan komentar atas jawaban yang diberikan oleh Erfly.
"Lho... Kok aneh sih...?", Erfly bertanya bingung.
"Mana ada orang normal yang akan menjawab seperti itu", Candra menjawab sengit.
"Setiap orang punya sudut pandangnya masing-masing. Dan setiap orang punya caranya masing-masing untuk bahagia", Erfly bicara pelan penuh arti.
"Memangnya kamu bahagia bersama Satia...?", Candra kembali bertanya, seolah mau menantang Erfly.
"Tidak ada orang yang lebih sempurna dari Satia. Hanya orang begok yang mau melepaskan dan menyia-nyiakan Satia", Erfly bicara penuh arti.
"Kamu tidak pernah berpikir untuk kembali bersama Cakya...? Menjemput kebahagiaan kalian yang tertunda...?", Candra bertanya pelan.
"Kita sudah menemukan kebahagian masing-masing", Erfly bicara dengan nada suara paling pelan, lebih terdengar seperti orang yang sedang berbisik.
"Cakya udah cerai sama istrinya", Candra bicara lirih, menatap lekat wajah Erfly, melihat reaksi apa yang akan di tunjukkan oleh Erfly setelah mendengar Cakya telah bercerai dengan istrinya.
"Hubungannya dengan Erfly apa...?", Erfly bertanya bingung.
"Kamu tidak mau mencoba kembali bersama Cakya...?", Candra kembali bertanya.
"Bagi Erfly kisah kita udah usai, dan... Sudah tidak ada kata kita lagi antara Erfly dan Cakya", Erfly bicara dengan makna yang jauh lebih dalam.
Candra memutuskan untuk diam, tidak melanjutkan ucapannya lagi.
Acara pernikahan Alfa berlangsung dengan lancar keesokan harinya, saat melakukan resepsi pernikahan. Erfly hanya duduk diatas kursi rodanya, karena terlalu banyak orang, Erfly lebih memilih untuk duduk agak menjauh dari keramaian.
Satia menghampiri Erfly dengan membawa sepiring makanan, "Makan dulu dek", Satia bicara pelan, menyerahkan piring berisi penuh makanan ketangan Erfly.
"Erfly bisa ambil sendiri mas", Erfly melemparkan senyuman terbaiknya.
MC acara tiba-tiba memanggil nama Jendral Lukman untuk naik keatas pentas untuk menyumbangkan sebuah lagu. Pak Lukman naik keatas pentas dengan langkah sangat pelan.
"Sebelumnya saya mengucapkan selamat kepada dokter Alfa beserta istrinya suster Nazwa, atas pernikahannya.
Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah. Aamiin Yaa Robb.
Kalau saya boleh jujur, saya lebih baik di suruh menghadapi 100 pasukan musuh sendirian, dari pada disuruh bernyanyi. Yang ada kaki saya gemetaran", pak Lukman tertawa renyah seketika.
"Biasanya kalau sudah seperti ini, saya memberi perintah kepada bawahan yang ikut bersama saya. Tapi... Kali ini saya bawa ajudan spesial, Cakya... Bisa bantu saya kali ini nak...?", pak Lukman bicara dengan wibawanya.
"Astagfirullah halazim...", Erfly bergumam pelan.
Sejujurnya Erfly tidak menyiapkan dirinya untuk saat seperti ini. Alfa sudah tahu bagaimana kisah Erfly dengan Cakya, oleh karena itu Erfly yakin Alfa tidak akan mengirimkan undangan buat Cakya. Erfly tidak pernah mengantisipasi kalau Cakya akan datang kepernikahan Alfa bersama pak Lukman.
Erfly melirik Alfa yang berada diatas pelaminan, Alfa memberi isyarat kalau dia tidak tahu Cakya akan datang. Erfly hanya mengedipkan matanya perlahan sebagai isyarat dia baik-baik saja.
Cakya meraih gitar yang ada di sudut pentas, kemudian duduk dengan nyaman diatas kursi yang sudah disiapkan. Detik berikutnya Cakya sudah mulai larut dengan alunan petikan suara gitarnya.
Air mata Erfly mulai menyerbu ingin keluar, begitu mengenal suara petikan gitar yang dimainkan oleh Cakya, lagu Armada yang berjudul harusnya aku.
'Ku tak bahagia, melihat kau bahagia dengannya. Aku terluka, tak bisa dapatkan kau sepenuhnya. Aku terluka, melihat kau bermesraan dengannya. Ku tak bahagia, melihat kau bahagia.
Harusnya aku yang disana, dampingimu dan bukan dia. Harusnya aku yang kau cinta dan bukan dia. Harusnya kau tau bahwa cintaku lebih darinya. Harusnya yang kau pilih bukan dia'
Cakya menghentikan permainan gitarnya, tidak sanggup untuk melanjutkan ke lirik berikutnya. Cakya segera menyerahkan kembali gitar ke pembawa acara, kemudian berlalu pergi turun dari panggung tanpa sepatah katapun.
"Nak... Kamu tidak apa-apa...?", pak Lukman langsung menghampiri Cakya begitu Cakya turun dari panggung.
Cakya menggeleng pelan. Memaksakan senyumnya kepada pak Lukman.
"Saya harus bertemu seseorang, setelah itu kita langsung pulang", pak Lukman bicara pelan.
Pak Lukman tidak menunggu jawaban Cakya, langsung melangkah menuju orang yang dimaksud. Cakya segera mengekor dibelakang.
"Assalamu'alaikum pak Jendral...", Satia mengucapkan salam setelah menjabat tangan pak Lukman.
"Wa'alaikumsalam", pak Lukman langsung menyerbu kepelukan Satia. "Saya tidak menyangka akan bertemu pak Jendral Rully disini, kejutan yang sangat manis ini", pak Lukman tertawa renyah.
"Dokter Alfa kakak angkatnya istri saya pak Jendral", Satia menjawab dengan pelan tanpa ekspresi.
"Istri...?", pak Lukman menatap lekat wajah Erfly yang duduk diatas kursi roda.
"Apa kabar pak Jendral...?", Erfly mengulurkan tangannya untuk menyalami tangan pak Lukman.
"Erfly...?", pak Lukman bertanya penuh keraguan.
"Iya, saya pak Jendral", Erfly melemparkan senyuman terbaiknya, setelah melepaskan jabatan tangan pak Lukman.
Pak Lukman spontan menoleh kebelakang, Cakya hanya mematung menatap wajah Erfly tanpa berkedip.
Satia mengikuti arah pandangan pak Lukman. Satia dapat melihat sosok Cakya dengan jelas, setelah pak Lukman mundur satu langkah.
"Apa kabar Cakya...?", Satia bertanya dengan wibawanya, suaranya terdengar tegas seperti biasanya.
"Alhamdulillah", Cakya menjawab dengan suara paling rendah.
"Kalian berdua sudah saling kenal...?", pak Lukman kembali bertanya.
Pak Lukman belum bisa menguasai dirinya karena kaget mengetahui istri Satia adalah Erfly, orang yang dicari mati-matian oleh Cakya selama ini. Sekarang pak Lukman kembali di hadiahkan kenyataan kalau Satia dan Cakya saling mengenal.
"Kita sering bertemu di gunung, saat saya bertugas disini pak Jendral", Satia menjawab dengan sekenanya.
Gunung...?
Ada apa ini sebenarnya...?
Bagaimana seorang Cakya bisa menghadapi keadaan seperti ini...?
Pak Lukman menatap hiba kepada Cakya.