webnovel

Broken White

Kirana Agniya menghadapi masalah klasik bagi perempuan yang berusia hampir 30 tahun. Dia diharapkan segera menikah, tapi trauma di masa lalu membuatnya enggan berkomitmen. Kirana dijodohkan dengan Birendra Wijaya, lelaki yang dua tahun sebelumnya menolak perjodohan mereka. Kini, pria itu mendadak ingin menikah dengan Kirana. "Kenapa Mas tiba-tiba berubah pikiran?" tanya Kirana. "Memangnya, kenapa tidak bisa?" pria itu justru balik bertanya. Kirana tak berniat menolak perjodohan ulang. Namun, dia harus tahu mengapa calon suaminya bisa berubah pikiran. Mungkinkah dia hanya pelarian? *** "Kenapa Bos memilih dia?" "Karena dia sepertinya juga tidak mungkin jatuh cinta kepada saya," tutur Rendra. "Jadi, tidak akan ada pihak yang terluka saat ikatan itu berakhir."

Sekarani · 都市
レビュー数が足りません
282 Chs

Kenapa Harus Dia?

"Mungkin ada sesuatu yang belum selesai."

Respons Kirana membuat Damar benar-benar tidak habis pikir.

"Dan kamu mau menikah meski tahu dia masih terjebak masa lalu? Wah, siapa orang yang bicara denganku sekarang? Ini bener Kirana Agniya? Sejak kapan Kirana suka hubungan yang rumit?"

Damar mengucapkan semua pertanyaan itu sambil tersenyum yang berujung tawa ringan. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan emosi yang berkecamuk dalam dirinya.

"Entahlah. Kenapa aku begini?" Kirana malah ikut-ikutan bertanya kepada dirinya sendiri.

Gadis itu lalu mengatakan, "Kayaknya karena aku udah terlalu malas, deh. Aku cuma perlu menikah sebelum umur 30 tahun sesuai harapan semua orang. Jadi, itulah yang akan aku lakukan sekarang."

"Kalau memang hanya itu tujuannya, kamu bakal menikah dengan siapa pun sejak dulu. Nyatanya, kamu menolak mereka semua."

'...termasuk aku. Kamu menolakku juga!' lanjut Damar dalam hati.

"Kenapa harus dia? Kenapa kamu seakan hanya membuka pintu untuk orang itu?" tanya Damar lagi.

Setahu Damar, Kirana selalu berupaya membentengi diri agar tidak terlibat hubungan romansa dengan siapa pun. Namun, mengapa Kirana terlihat tidak melakukan hal yang sama untuk Rendra? Mengapa Rendra seolah menjadi satu-satunya pria yang masuk daftar pengecualian?

"Kamu tahu? Ini benar-benar aneh, tapi..."

Kirana tak langsung melanjutkan kalimatnya. Dia tersenyum simpul dan tatapannya berubah sendu.

Setelah menghela napas, Kirana berkata, "Aku seperti merasa kalau orang seperti aku hanya pantas untuk orang seperti dia...."

Seharusnya itu adalah kalimat untuk menyombongkan diri. Namun, kesannya jadi berbeda karena Kirana menunjukkan ekspresi muram. Sebaliknya, Damar sepenuhnya tahu Kirana justru sedang merendahkan dirinya sendiri.

Damar ingat bagaimana Kirana menolak cintanya dulu. Gadis itu berkata bahwa dirinya tidak cukup baik untuk pria seperti Damar.

Klise? Iya, awalnya Damar pun berpikir begitu. Namun semakin dia mengenal Kirana, semakin Damar tahu kalau memang itulah yang dimaksud Kirana. Dia begitu rendah diri setiap kali bicara soal pria seperti apa yang pantas untuknya.

Jadi, orang seperti apa Rendra sebenarnya? Mengapa Kirana sampai berpikir kalau orang seperti Rendra lah yang pantas jadi pendamping hidupnya?

"Kamu yakin nggak bakal terluka?"

Begitulah. Hal yang terpenting bagi Damar adalah memastikan Kirana tidak terluka. Dia tidak ingin perempuan yang dicintainya semakin menderita.

"Selama aku nggak jatuh cinta, aku sepenuhnya yakin nggak bakal terluka. Iya, kan?"

***

Rendra mematikan laptopnya. Dia lalu memandangi beberapa dokumen yang tampak berserakan di meja. Ada begitu banyak hal yang harus diurus dan Rendra sungguh berharap semua itu bisa segera berakhir.

Sudah lewat tengah malam saat Rendra merebahkan tubuhnya di kasur. Dia lalu meraih ponsel yang sedari tadi hanya diletakkan di nakas.

Begitu kunci ponselnya terbuka, Rendra langsung tersenyum. Layar ponsel ternyata masih memperlihatkan hal terakhir yang dia lihat beberapa jam yang lalu.

'Jangan overthinking, Bos. Mbak Kirana sudah sampai rumah dengan selamat.'

Kalimat itulah yang disampaikan Bobby saat mengirimkan beberapa foto yang menunjukkan Kirana turun dari mobil Satya dan berjalan masuk ke dalam rumah.

Hanya dengan mengetahui bahwa Kirana tidak pulang bersama Damar, entah kenapa Rendra tadi merasa jadi begitu tenang. Dia bahkan jadi mendadak semangat membaca ulang beberapa dokumen terkait pekerjaan dan menganalisis masalah-masalah yang mesti dibahas esok hari.

Rendra menutup pesan Bobby. Gara-gara itu, dia jadi menyadari bahwa ada banyak pesan yang belum terbaca.

Ada sejumlah pesan yang datang dari nomor tanpa nama. Meski begitu, Rendra tahu siapa pengirimnya. Itu adalah Maria Sylvania, mantan istrinya.

Kenapa Rendra tidak memblokir nomor mantan istrinya? Jawabannya, sudah pernah. Berkali-kali, malah. Hanya saja, setelahnya Maria pasti akan mencoba menghubungi Rendra dengan nomor baru.

Pada akhirnya, dia membiarkan Maria terus membanjiri Rendra dengan pesan-pesan yang menurutnya sama sekali tidak penting. Jika sempat, dia akan membacanya, tapi sama sekali tak berniat membalas.

Itu juga yang dilakukan Rendra kali ini. Dia hanya membuka pesan dari nomor tanpa nama itu dan membacanya satu per satu.

"Sampai kapan dia mau begini....?"

Ting! Sebuah pesan baru datang dari nomor yang sama.

'Akhirnya dibaca! Baru selesai lembur, ya? Jangan terlalu lelah. Aku nggak mau kamu sakit.'

Tak berakhir sampai di situ, Rendra kemudian terus menerima banyak pesan dari orang yang sama.

'Maafkan aku karena membuatmu jadi harus menanggung beban seberat ini.'

'Kamu udah makan? Jangan tidur dengan perut kosong. Oke?'

'Apakah aku mengganggu? Kamu capek banget, ya?'

'Aku senang kali ini kamu membaca semua pesan dariku dengan begitu cepat. Rasanya kayak mimpi.'

'Jadi gimana? Apa kita bisa ketemu besok? Sebentar aja.'

'Tolong jangan abaikan aku seperti ini.'

Rendra cukup lama memandangi layar ponselnya sebelum kemudian mematikan daya gawai tersebut. Tentu saja dia melakukannya setelah tanpa membalas satu pun pesan dari nomor tanpa nama tadi.

"Kenapa dia jadi bertingkah seperti korban? Dia yang mengabaikanku duluan," gumam Rendra sebelum memejamkan mata.

Benar-benar hari yang melelahkan. Rendra ingin tidur saja sekarang.

***

Di tempat berbeda, Kirana masih berusaha beranjak ke alam mimpi tapi tak kunjung berhasil. Dia akhirnya meraih ponselnya kembali, lalu membuka akun media sosial milik toko perhiasan yang rencananya akan dia datangi besok.

Toko tersebut menjual perhiasan buatan tangan. Produk unggulan mereka adalah aneka perhiasan yang dihadirkan bersama batu kelahiran.

Sebenarnya sudah lama Kirana ingin membeli cincin sederhana yang berhias batu kelahirannya. Namun, dia selalu ragu karena tak yakin perhiasan semacam itu akan cocok di jarinya.

Selain itu, cincin pada dasarnya termasuk benda yang membuat Kirana ingat akan kenangan menyebalkan di masa lalu. Itulah mengapa dia jadi semakin ragu setiap kali ingin membeli cincin.

Banyak orang mengenakan cincin sebagai simbol bahwa dirinya telah memiliki pasangan.

Kirana dulu juga pernah memakai cincin pemberian seseorang yang dia pikir mencintainya dengan sepenuh hati. Namun, cincin itu dia buang begitu saja saat dirinya merasa tak sanggup lagi melanjutkan hubungan yang sangat tidak sehat tersebut.

'Kamu yakin nggak bakal terluka?'

Saat masih asyik melihat-lihat model cincin, Kirana tiba-tiba ingat dengan pertanyaan yang dilontarkan Damar beberapa jam lalu. Begitu pula dengan jawaban yang dia berikan saat itu.

'Selama aku nggak jatuh cinta, aku sepenuhnya yakin nggak bakal terluka. Iya, kan?'

Setelah mendengar jawaban tersebut, Kirana ingat betul bagaimana ekspresi khawatir yang terang-terangan ditunjukkan Damar. Pria itu juga mengatakan bahwa perkara jatuh cinta bukan sesuatu yang bisa dikendalikan siapa pun.

'Dia akan menjadi seseorang yang berjanji kepada Tuhan untuk menjagamu seumur hidupnya. Kalau dia terbukti benar-benar sanggup menepati janjinya itu, kamu yakin nggak bakal jatuh cinta dengan Rendra?'

Ada yang suka pakai cincin berhias batu kelahiran juga?

Btw, terima kasih sudah membaca sampai bab 25!

Sekaranicreators' thoughts