webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · ファンタジー
レビュー数が足りません
25 Chs

Chapter 4 : Mewariskan Kesaktian

Misi Pangeran Hogan untuk Pertapa Sakti belum juga berhasil karena ia belum menemukan kesempatan untuk menyampaikannya. Sementara Pertapa Sakti terlelap tidur dalam duduknya di luar goa pagi ini, Pangeran Hogan mengisi waktunya dengan berlatih pedang di dalam goa. Ia berlatih beberapa teknik pedang milik leluhurnya. Teknik pedang yang mengkombinasikan gerakan-gerakan memutar dengan tempo cepat, bertumpu pada kekuatan kaki untuk kecepatan, keseimbangan tubuh untuk bertahan dan gerakan cepat tangan untuk menusuk, melibas dan menahan pedang dari berbagai sudut lengan.

PLOK PLOK PLOK!

Pertapa Sakti bertepuk tangan dari mulut goa.

"Anda sudah terbangun, Pertapa Sakti ... Anda payah!" ujar Pangeran Hogan melontarkan gurauan yang mengejek Pertapa Sakti dengan terengah-engah disela-sela gerakan pedangnya. Ia lalu beristirahat sejenak mendekati Pertapa Sakti yang kini telah duduk di batu besar pipih memandanginya.

"Aku tidak tertidur ... hanya sedikit terlelap. Hi hi hi hi!" balasnya dengan gurauan.

"Hoamm! Aku mengantuk karena semalaman aku tidak tidur. Aku memata-mataimu," ketusnya sambil menggeliat.

"Malam yang aneh di Bukit Naga yang baru aku lihat sepanjang hidupku juga keanehan yang terjadi padamu membuatku tertarik untuk mengetahui dengan jelas dan teliti, apa yang sebenarnya terjadi di sini!" ujarnya menambahkan.

Pangeran Hogan hanya terdiam. Ingin rasanya segera menayakannya kepada Pertapa Sakti barangkali ia mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi pada Bukit Naga dan pada dirinya. Mengingat Pertapa Sakti mudah mengantuk bila diajak bicara serius, ia hanya bisa menunda pertanyaannya.

"Teknik pedang yang hebat, Pangeran Hogan!" ujarnya.

"Teknik Pedang Angin Petir yang diwariskan turun temurun dari leluhurku!" Pangeran Hogan menjelaskan.

"Leluhurmu Tetua Sondana dulu memang dikenal sebagai salah satu dewa pedang yang sakti," ungkapnya.

Pangeran Hogan hanya mengangguk tak menggubris. Ia memilih untuk melanjutkan kembali latihan pedangnya.

"Berapa umurmu, Pangeran Hogan?" tanyanya.

"25 tahun," sahutnya menoleh di sela gerakan memutar pedang 45 derajat ke kanan.

"Umur yang mulai matang sebagai laki-laki. Kau perlu meningkatkan kemahiran ilmu bela diri," ujarnya berpendapat.

Pangeran Hogan berhenti sejenak lalu menatap Pertapa Sakti.

"Bolehkah saya belajar dari anda, Pertapa Sakti?" pinta Pangeran Hogan.

"Ha ha ha ha! Aku hanya si sepuh yang mulai tak berdaya!" candanya merendah.

"Jangan bergurau Pertapa Sakti! Aku kagum dengan kesaktianmu."

"Jangan memuji!" lirihnya malu.

"Tentu saja aku memuji. Kecepatan anda bergerak sangat mengagumkan bahkan gerakanmu tak bisa terbaca," ungkap Pangeran Hogan yang kini tengah menunjuk pedang ke atas dan meliukkannya ke depan senada dengan dadanya yang dicondongkan ke depan tanda gerakan menyerang. Halus sekali gerakannya.

"Ah, itu karena kamu salah lihat, Pangeran Hogan!" lirihnya kembali merendah.

Pangeran Hogan serta-merta berlutut di depan Pertapa Sakti dengan menancapkan pedangnya ke tanah.

"Angkatlah aku menjadi muridmu, Pertapa Sakti!" pintanya.

Pangeran Hogan meminta dengan sangat hormat. Tipe kesatria dari Kerajaan Sondan yang tangguh, hormat, dan halus budi.

"Ha ha ha ha. Bercandamu tak lucu!" guraunya.

"Aku tidak bercanda, Pertapa Sakti! Percayalah padaku!" pinta Pangeran Hogan dengan serius.

Ia masih berlutut di hadapan Pertapa Sakti. Pertapa Sakti hanya terdiam cengengesan.

TAP TAP TAP!

Secepat kilat Pertapa Sakti berlari mendekati Pangeran Hogan. Gerakannya seperti melayang. Pangeran Hogan terkejut melihatnya mendekat tiba-tiba. Ia mengira Pertapa Sakti akan menyerang hingga ia bersiap dengan pertahanan. Tiba-tiba, tanpa bisa diprediksi, Pertapa Sakti sudah membisiki telinga kanan Pangeran Hogan dengan suara yang menusuk gendang telinga.

"Aduhhh!" pekik Pangeran Hogan.

Ia tersentil kaget. Keanehan dirasakan kembali olehnya. Tiba-tiba saja tubuhnya menjadi penuh tenaga.

Pertapa Sakti kemudian memutar tubuhnya dengan sangat cepat dan mengetuk beberapa titik energi dengan jari telunjuk dan jari tengahnya di bagian otak belakang, kedua ujung bahu, kedua paha, punggung, tulang ekor, tengah dada, kedua lengan bawah dan kedua siku kaki. Ia lalu memapah tubuh Pageran Hogan untuk bisa berlari melayang dengan cepat seperti dirinya.

"Tekuk keluar jari kakimu! Jadikan tumpuan untuk berlari melayang!" perintahnya kepada Pangeran Hogan.

Pangeran Hogan mampu mengikutinya dengan baik.

Pertapa Sakti memutar tubuh Pangeran Hogan hingga berputar sangat cepat lalu ia menuju ke tepian tubuh Pangeran Hogan.

"Arahkan pedang lurus ke depanku, Pangeran Hogan!" perintahnya.

"Hiyaaaat!" seru Pangeran Hogan yang berhasil mengarahkan pedang lurus ke arah Pertapa Sakti dari gerakan memutarnya yang sangat cepat. Pertapa Sakti bisa menghindari serangan pedang yang mengarah kepadanya.

"Luar biasa, Pertapa Sakti!" Teriak Pangeran Hogan sumringah.

"Aku menjadi sangat bertenaga dan bergerak dengan sangat cepat." Ujar Pangeran Hogan dengan senyuman puas.

"Hi hi hi hi hi!" Pertapa Sakti hanya mengikik.

"Itulah teknik melayang dariku. Kamu berhasil mengkombinasikannya dengan teknik pedang angin petirmu. Apa kau puas?" Pertapa Sakti tersenyum-senyum.

"Aku sangat Puas! Anda hebat! Terima kasih, Pertapa Sakti!" jawabnya tegas penuh semangat bahagia sembari berlutut dengan pedang tanda penghargaan seorang kesatria.

"Apa kamu merasa pening karena berputar kencang?" tanyanya memastikan tak terjadi apa-apa.

"Agak sedikit pening, Pertapa Sakti!" jawab Pangeran Hogan mengiyakan.

"Kamu hanya perlu banyak berlatih lagi, Pangeran Hogan!" sarannya.

"Baiklah, akan kuturuti perintah guru!" jawab Pangeran Hogan terbuka.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Pangeran Hogan. Ia memberanikan untuk bertanya.

"Apakah guru memberiku tenaga dalam lewat bisikan di telinga tadi?" tanya Pangeran Hogan penuh selidik.

"Iya, benar! Itu teknik cahaya telinga. Aku mengalirkan energi untuk penambah stamina dan keseimbangan tubuh hanya dengan lewat udara ke gendang telinga. Hi hi hi hi!" jelasnya lalu mengikik.

"Hebat! Unik Sekali!" seru Pangeran Hogan memuji.

"Kenapa tubuhmu begitu ringan, Pangeran Hogan? Aku seolah mengangkat ranting pohon." Ia mempertanyakan tentang keanehan pada berat tubuh Pangeran Hogan yang begitu ringan seperti kayu.

Pangeran Hogan terdiam mendengar komentar Pertapa Sakti. Itu juga yang menjadi pertanyaannya sejak kejadian malam tadi hingga saat ini. Ia memang merasa tubuhnya menjadi lebih ringan.

"Apakah sudah saatnya aku menanyakan kepadanya agar aku mendapat petunjuk apa yang terjadi?" pikirnya.

"Semenjak kejadian malam kemarin, aku menjadi seperti ini!" ujar Pangeran Hogan memberi tahu.

"Apa anda mengerti apa yang terjadi padaku, Pertapa Sakti!" tanya Pangeran Hogan memberanikan diri mengungkap sedikit demi sedikit.

"Aku tidak paham, Pangeran Hogan!" Jawabnya tegas.

Wajahnya mencerminkan ketidaktahuan membuat Pangeran Hogan agak sedikit kecewa mendengar jawaban darinya.

"Kejadian malam tadi. Hmm, aku ingat!" serunya.

"Kamu memiliki kekuatan super untuk menumbuhkan tanaman bahkan pohon besar sekalipun." Serunya lagi menambahkan.

"Ayolah, perlihatkan kepadaku kemampuanmu itu, Pangeran Hogan!" pintanya terkesan menantang.

Pangeran Hogan merasa agak ragu. Namun, ia akan mencobanya. Ia merasa bersemangat mendapatkan tantangan oleh gurunya itu.

"Baiklah, aku akan mencobanya!" serunya bersemangat.

Pangeran Hogan memusatkan pikiran pada kedua telapak tangannya hingga mengeluarkan kerlipan cahaya keemasan. Ia lalu menyentuhkannya ke tanah rerumputan hingga tumbuh bermunculan anggrek-anggrek merpati yang berkerlipan cahaya keemasan seperti yang telah ia alami malam tadi.

"Yeaah!" pujinya sumringah.

"Pindahkan!" perintahnya.

"Apa? Aku belum pernah melakukannya," ujar Pageran Hogan menolak.

"Menurutlah!" bentaknya.

Pangeran Hogan menurut. Ia kembali memusatkan pikiran pada kedua telapak tangannya agar bisa memindahkan anggrek-anggrek itu.

"Kemana?" tanya Pangeran Hogan.

"Pindahkan ke sekitaran pagar!" perintahnya.

Anggrek-anggrek tak juga kunjung berpindah malah tumbuh bermunculan anggrek-anggrek baru membuat rapat jengkal tanah rerumputan yang ditumbuhi anggrek.

"Aku tak bisa!" keluh Pageran Hogan.

"Cobalah, sekali lagi! Jangan menyerah! Pusatkan perhatianmu pada kedua tanganmu juga anggrek-anggrek itu!" perintahnya mengarahkan.

Pangeran Hogan melakukannya lagi sesuai instruksi Pertapa Sakti.

Ajaib! Anggrek-anggrek bergerak-gerak dan berpindah menuju sekitaran pagar batu. Area tengah menjadi rapih karena anggrek-anggrek terkonsentrasi di sekitaran pagar, membuat cantik pemandangan sekitaran pagar.

"Uwow, ajaib!" teriak Pertapa Sakti.

Mereka berdua tercengang dan saling tatap merasa tak percaya mendapati keajaiban di depan mata.

"Lanjutkan, Pangeran Hogan! Tumbuhkan untukku pohon besar seperti tadi malam agar menaungi tempat tinggalku!" pintanya memerintah.

Pangeran Hogan sebenarnya tidak yakin untuk mengabulkan permintaan Pertapa Sakti kali ini. Menumbuhkan pohon emas bisa saja memunculkan kembali patung mirip dirinya itu.

"Ayolah, Pangeran Hogan!" perintahnya memaksa.

Pangeran Hogan tak bisa menolak. Ia hanya berpikir apapun yang akan terjadi harus siap menghadapi resikonya. Ia mengarahkan tangannya yang masih berkerlipan cahaya keemasan ke arah tanah rerumputan di tengah area dan berpikir untuk menumbuhkan pohon emas yang besar dan rimbun.

Kerlipan cahaya keemasan kini menyelimuti seluruh tubuhnya dan mengalirkannya ke tengah-tengah area hingga muncul satu benih pohon emas yang lama-lama tumbuh, membesar dan rimbun. Satu pohon emas yang besar dan rimbun telah tercipta di area tengah tempat tinggal Pertapa Sakti.

Pertapa Sakti girang tak terkira. Pangeran Hogan terengah-engah merasa tenaganya terkuras. Untunglah tak terjadi hal yang tak diinginkan seperti munculnya patung malam tadi.

"Kamu harus banyak belajar mempergunakan kekuatan supernaturalmu itu, Pangeran Hogan!" serunya berpendapat.

"Beristirahatlah! Aku akan membuatkanmu makan siang." ujar Pertapa Sakti meminta Pangeran Hogan yang lelah untuk beristirahat.

"Aku ikut, Petapa Sakti!" pinta Pangeran Hogan merasa tak enak hati bila Sang Legenda yang terkenal sudah berusia 500 tahun itu memasakkan makanan untuknya sedangkan ia diminta untuk makan saja tak membantu. Hal yang tidak berperikemanusiaan bagi Pangeran Hogan.

Mereka bersama-sama mengasapi sisa daging yang telah dikeringkan di bawah sinar matahari lalu memakannya di bawah naungan rindang pohon emas sambil bercanda ria. Usai makan dan istirahat sejenak, Pangeran Hogan melanjutkan latihan bela dirinya hingga sore hari dibimbing oleh Pertapa Sakti.

Matahari mulai berkiblat ke barat. Keduanya menyudahi latihan sembari mengatur napas masing-masing.

"Semoga ilmu yang kuwaris bermanfaat untukmu, Pangeran Hogan!"

"Tentu, aku berjanji menggunakannya untuk kebaikan!"

"Aku percaya padamu, Pangeran Hogan!"

"Terima kasih atas bimbingan dan kepercayaan guru."

"Pangeran Hogan, ada yang mengelitik di pikiranku!"

"Apakah itu, Pertapa Sakti?"

"Apakah tulangmu kayu?"

DEGGG!

Jantung Pangeran Hogan berdegup kencang mendengar pertanyaan Pertapa Sakti yang membebani pikiran.

****

Bersambung ....