webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Chapter 5: Pembuktian tulang kayu

"Benarkah tulangku kayu, Pertapa Sakti?" tanya Pangeran Hogan mengulang pertanyaan yang sama dengan Pertapa Sakti.

"Menurutku, iya! Perisai kayu keluar dari lenganmu, bukan!" ujar Pertapa Sakti meyakinkan.

"Iya, itu benar!" ujar Pangeran Hogan.

"Itulah yang aku maksud, Pangeran Hogan! Kekuatan waktu keemasan yang kamu miliki sepertinya telah mengubahmu menjadi manusia kayu!" ungkap Pertapa Sakti.

"Apa?" Pangeran Hogan bertanya-tanya.

"Ini tidak normal dan begitu mengerikan!" ujar Pangeran Hogan mencoba berpikir logis. Ia merasa tak perlu memiliki kekuatan aneh seperti itu. Ia jadi sedikit emosional, tak terima keadaan.

"Kedengarannya mengerikan tetapi itulah risiko dari sebuah titisan," jelas Pertapa Sakti mencoba memberikan pemahaman adanya resiko di setiap kekuatan super.

"Aku tak mengerti apa yang anda maksud, Pertapa Sakti!"

"Bisakah anda jelaskan apa yang terjadi padaku?" pinta Pangeran Hogan menambahkan.

Pertapa Sakti menjadi serius. Ia mengingat-ingat sejarah masa lalu.

"Menurut sejarah, kekuatan cahaya waktu keemasan adalah kayu. Kekuatan yang hanya dimiliki oleh tanaman. Wajar saja jika beberapa bagian tubuhmu berubah menjadi sifat kayu. Tulangmu sepertinya telah berubah jadi kayu," ungkap Pertapa Sakti.

"Ayo kita ke air untuk membuktikan!" ajak Pertapa Sakti. Ia ingin membuktikan bahwa tulang Pangeran Hogan adalah kayu. Jika benar kayu maka dipastikan Pangeran Hogan tak akan tenggelam bila ia berada di air.

Keduanya masuk ke dalam goa, mendekati telaga di sekitar stalagmit biru.

"Ceburkan dirimu ke tengah telaga!" perintah Pertapa Sakti.

Pangeran Hogan tak segera menceburkan diri. Ia merasa ragu mengingat kejadian janggal, mistis dan aneh pagi tadi dari stalagmit biru dan telaga ini.

"Ayolah, ceburkan dirimu ke tengah telaga! Hi hi hi!" perintah Pertapa Sakti mengulang sambil mengikik. Ia sudah tak sabar ingin mendapat jawaban yang mengejutkan.

Pangeran Hogan menurut dan menceburkan dirinya ke telaga dengan hati-hati dan waspada barangkali terjadi sesuatu lagi dari telaga ini.

BLUK!

Bunyi yang rendah saat tercebur ke air. Pangeran Hogan tidak tenggelam hanya mengambang di permukaan telaga saja. Keduanya terkejut dan melotot mendapati fenomena yang ia lihat. keduanya sudah mendapatkan jawaban yang mengejutkan. Pangeran Hogan merasa tak nyaman berada di telaga. Ia juga merasa resah.

"Tengah telaga itu dalam Pangeran Hogan, menyelamlah! Hi hi hi!" perintah Pertapa Sakti kemudian.

Kaki Pangeran Hogan memang tak sampai di dasar telaga pertanda telaga memang dalam. Ia yang mengapung di permukaan berusaha untuk menyelam ke dalam telaga. Namun, ia kesulitan untuk menyelam. Setiap usaha untuk menyelam selalu gagal, membuat Pangeran Hogan menyerah dengan keadaan. Hatinya membenarkan pernyataan Pertapa Sakti tentang risiko titisan kekuatan waktu keemasan.

BLUMMM!

Pertapa Sakti menceburkan dirinya ke tengah telaga, bunyi air begitu keras ketika ia menceburkan diri. Ia lalu menyelam dengan mudah hingga ke dasar telaga yang dalamnya dua kali lipat tubuhnya. Pangeran Hogan hanya bisa memperhatikan pergerakan Pertapa Sakti di dasar telaga dari permukaan saking jernihnya air telaga. Hal itu menjadi perbandingan baginya. Ia semakin yakin bahwa tulang-tulangnya benar-benar telah berubah menjadi kayu yang membuatnya ringan dan mengambang di air.

Pertapa Sakti muncul ke permukaan dan segera menepi ke sisi telaga yang lebih dangkal.

"Benar katamu, Pertapa Sakti!" ujar Pangeran Hogan.

Keduanya saling tatap seakan saling membenarkan. Pangeran Hogan menjadi tegang dan resah dengan apa yang terjadi pada dirinya. Hatinya benar-benar tidak menerima kenyataan. Pertapa Sakti menangkap kegundahan dalam diri Pangeran Hogan.

"Bersihkan tubuhmu yang kucal dan bau itu, Pangeran Hogan!" Pertapa Sakti mencoba mencairkan suasana.

Keduanya kemudian menggosok badan masing-masing, membersihkan tubuh yang kucal dan bau.

"Segarnya, Hi hi hi hi!" Pertapa Sakti kegirangan.

Pangeran Hogan hanya bisa menatap kosong Pertapa Sakti. Ia membisu dalam ketegangan dan kegundahan.

"Apakah ada kaitannya kekuatanku dengan Danau Dua Warna yang bercahaya malam tadi, Pertapa Sakti?" tanya Pangeran Hogan datar dan tak bersemangat.

Pertapa Sakti memandang sejenak ke arah Pangeran Hogan. Ia berpikir sejenak.

"Aku tak tahu persis, Pangeran Hogan! Mungkin saja, iya!" jawab Pertapa Sakti.

"Lalu, apa hubungannya dengan bintang jatuh? Pohon dan patung kayu emas yang mirip diriku itu? Juga dengan anggrek-anggrek yang bercahaya? Anda tahu semuanya kan malam itu. Apa maksud semua ini?" teriak Pangeran Hogan menggerutu.

Hatinya bergejolak tak terima dengan kekuatan waktu keemasan dalam dirinya dan menganggapnya tak normal dan tak nyaman. Ia mulai menyesali nasib yang menimpanya.

"Aku tak paham, Pangeran Hogan!" jawab Pertapa Sakti datar.

"Ada apa denganku?" tanya Pangeran Hogan dengan teriakan yang keras.

"Takdirmu, Pangeran Hogan! Langit telah memilihmu!" jawab Pertapa Sakti berusaha menenangkan gejolak penolakan dari Pangeran Hogan.

"Kenapa harus diriku? Pertapa Sakti!" gerutunya mempertanyakan.

"Aku tak ingin menjadi manusia tak normal seperti ini!" jerit Pangeran Hogan emosional.

"Aku tak nyaman dengan diriku sendiri!" raung Pangeran Hogan murka.

"Pangeran Hogan, sadarlah!" seru Pertapa Sakti.

"Ini aib untukku, kedua orang tuaku, bahkan bagi negeriku!" sergah Pangeran Hogan, emosinya benar-benar memuncak.

"Berhenti meratapi nasib, Pangeran Hogan!" bentak Pertap Sakti.

"Langit menjadikanmu seorang yang terpilih untuk tujuan kebaikan!" teriak Pertapa Sakti lantang.

"Aku tidak peduli!" sergah Pangeran Hogan lantang tak mau kalah.

"Pangeran Hogan, sadarlah kamu sebagai kesatria!" sindir Pertapa Sakti keras.

Pangeran Hogan seketika terdiam mendengar kata kesatria yang terlontar dari mulut Pertapa Sakti lalu merenung sejenak. Ia lalu menepi dan segera mentas dari telaga.

"Menjauhlah dari telaga yang berbahaya ini. Ada ancaman mistis dan janggal dari stalagmit biru di hadapanmu itu, Pertapa Sakti! ujar Pangeran Hogan memberitahu Pertapa Sakti.

Pangeran Hogan meninggalkan Pertapa Sakti yang masih di tepian telaga tanpa menoleh dan tak mempedulikannya.

"Apa katamu?" tanya Pertapa Sakti.

Pertapa Sakti melirik stalagmit biru dan memperhatikannya lekat-lekat. Namun, ia tak menemukan keanehan apapun.

"Berhati-hatilah dengan stalagmit biru itu, percayalah!" ujar Pangeran Hogan serius.

"Hi hi hi hi! Kamu hanya menakutiku saja!" ujar Pertapa Sakti mengikik. Ia menganggap perkataan Pangeran Hogan tentang kemistisan dan kejanggalan stalagmit biru adalah lelucon. Namun, Pertapa Sakti masih mau percaya juga. Ia segera mentas dari telaga dan menyusul Pangeran Hogan keluar goa untuk mengeringkan kulit. Mereka berdua memeras kain-kain bajunya yang berbahan dari kulit dan bulu domba yang basah oleh air lalu melilitkan kembali ke tubuh masing-masing agar segera kering. Rambut panjang mereka berdua yang terurai basah dirapikan dengan kedua jemari tangan hingga rapi.

Tanpa disadari oleh mereka berdua, air telaga yang beriak masih memantulkan bayangan segala sesuatu di atas permukaan. Stalagmit biru masih terlihat sebagai patung batu berwarna biru dari pantulan air telaga. Sesuatu yang mistis dan kasat mata memantau keadaan sekitar telaga dari dalam stalagmit biru.

"Pangeran Hogan! Kejadian yang menimpamu mungkin saja sebuah pesan dari Langit yang memberi kabar peringatan kepada kita semua!" tutur Pertapa Sakti refleks dari hati nuraninya.

Pangeran Hogan refleks menoleh. Ia mengernyitkan dahi dalam-dalam lalu mengangguk tegas.

"Benarkah?"

****

bersambung ....