webnovel

BLUE & GOLDEN HOUR

#Fantasi supernatural #Horor #Romance #Action #Adventure Novel ini berkisah tentang kemampuan supernatural para tokoh yang lahir di tanah negeri Adogema yang menjadi kunci untuk menghancurkan kutukan Iblis Adograz. Dua tokoh utama, Pangeran Hogan dan Donela dari kerajaan Sondan diberkati dengan kekuatan supernatural istimewa. Mereka berdua menjadi titisan kekuatan “waktu biru dan keemasan” cahaya fajar ataupun senja dari pusaka yang dimiliki oleh Noggoa, naga raksasa yang mendiami tanah Adogema. Pangeran Hogan lebih memilih merahasiakan kemampuan supernaturalnya demi kenyamanan hidup sedangkan Donela terlanjur menjadi pusat perhatian seluruh penduduk karena kemampuan supernaturalnya terlibat dalam peristiwa-peristiwa kematian misterius penduduk hingga ia dianggap iblis pembunuh yang terkutuk. Namun, perbedaan tak menghalangi mereka untuk jatuh cinta. Ketulusan Donela dan empati Pangeran Hogan membuat mereka saling jatuh cinta. Sejak Donela dihukum untuk mengasingkan diri. Kutukan Iblis Adograz semakin menjadi-jadi. Donela menjadi orang paling diinginkan untuk dibunuh agar kutukan hilang. Bagaimana Pangeran Hogan menghancurkan kutukan itu demi menyelamatkan negerinya dan Bagaimana kisah cinta Pangeran Hogan dan Donela? Semuanya terungkap dalam novel ini. *Kesatria super *Iblis Adograz *Penyihir hitam *Gadis terkutuk *Tongkat Noggoa *Naga Raksasa Noggoa *Warong raksasa *Pasukan Iblis *Manusia serigala *Siluman-siluman *Roh-roh suci *Danau dua warna *Perang antar negeri *Kutukan

Asmaraloka · Fantasy
Not enough ratings
25 Chs

Chapter 3: Pertapa yang sakti

"Kau harus bangun pemuda ... " bisik lelaki tua itu di telinga Pangeran Hogan. Pangeran Hogan masih tak sadarkan diri.

Wangi daging asap pun tak mampu menusuk hidung Pangeran Hogan. Namun, saking lemahnya, ia masih belum sadarkan diri.

"Pangeran Hogan!" bisiknya lagi memanggil.

Suara bisikan itu seperti punya daya magis hingga menusuk gendang telinga, sepertinya energi dialirkan olehnya ke seluruh tubuh Pangeran Hogan melalui gendang telinga, begitulah cara yang ia lakukan untuk menyadarkan seseorang dari pingsan.

"AAKHHH!" jerit Pangeran Hogan terkejut membuka mata.

Seolah tak lagi merasa lemah, ia bangkit terduduk dengan tergesa-gesa.

"Ahhhh! Kamu berpura-pura pingsan padahal minta makan ... Ha ha ha ha!" gurau lelaki tua menertawakan.

"Pertapa Sakti!" panggilnya. Namun, lelaki tua itu tak menghiraukan.

"Aku benar-benar lemah .... " lirihnya dalam kebingungan karena ia merasa telah kembali kuat.

"Lemah katamu!" seru lelaki tua melirik genit membuat Pangeran Hogan terdiam.

"Ini aneh!" lirihnya.

"Giliran ada bau daging asap aja langsung buka mata ingin mencicipi ... Malu dong! Hi hi hi hi!" gurau lelaki tua lagi dengan nada mengejek.

"Aneh!" lirihnya lagi sembari tak hentinya memperhatikan lelaki tua.

"Ia sedang bercanda atau mengejek?" pikirnya penuh tanya.

"Ini untukmu! Lain kali tak usah bohong! Hi hi hi hi!" sindir lelaki tua bergurau.

"Pedas sekali ucapan Pak tua ini, sekarang ia menyindir," pikirnya tak terima dengan kelakar yang mengejek dari lelaki tua. Kelakar Lelaki tua memang terasa pedas seperti mengejek atau menyindir.

Lelaki tua memberikan sepiring batu potongan-potongan tipis daging yang telah diasap.

"Aku tidak berbohong, Pertapa Sakti!" balasnya sedikit murka.

"Dasar pemuda payah!" ejek lelaki tua yang berlalu keluar goa.

Dongkol juga Pangeran Hogan mendengarnya. Ia sedikit kesal tapi seketika hilang karena bau daging asap yang tampak begitu nikmat di hadapannya, begitu menggodanya dibandingkan dengan ejekannya.

Pangeran Hogan terbelalak senang, senyumnya lebar, mulutnya berair ingin segera menyantap.

"Aku bisa makan juga sekarang," ucapnya senang.

Belum juga daging asap itu dilahap, lelaki tua sudah berada lagi di sampingnya.

"Lama sekali makanmu pemuda payah!" sindirnya sedikit berbisik di telinga mengagetkan Pangeran Hogan.

Ia memberikan lagi sepiring daging asap kemudian berlalu keluar, cepat sekali.

DEGGG!

"Aneh!" Cepat sekali Pertapa Sakti bergerak!" Pekiknya.

Pangeran Hogan segera melahap daging asap dengan cepat hingga dua piring tak tersisa.

"Ini aku bawakan satu piring lagi untuk pemuda kelaparan. Ha ha ha ha!" bisiknya lagi di telinga Pangeran Hogan dan kembali berlalu pergi.

DEGGG!

"Jejak langkah Pertapa Sakti tak bersuara sedikit pun, Uwow!" ungkapnya berusaha memperhatikan.

"Ia benar-benar sakti," ujarnya.

"Kali ini aku harus bisa membaca gerakannya dan mencoba untuk menyerang," pikirnya penuh rasa penasaran.

"Ini aku .... !" ucap lelaki tua terpotong.

Pangeran Hogan melayangkan tinju ke arah samping berusaha menyerang lelaki tua yang menenteng gelas bambu berisi air di tangan kiri. Lelaki tua secepat kilat mundur lalu secepat kilat telah berada di depan wajah Pangeran Hogan. Ia melayangkan tinjuan lurus ke arah dada Pangeran Hogan dengan tangan kanan, untung saja masih dapat dihalau dengan tangkisan lengan kiri Pangeran Hogan.

Pangeran Hogan yang kini bergantian melayangkan pukulan bandul ke arah perut namun lelaki tua berhasil menghindar. Dengan cepat lelaki tua berputar membentuk pola langkah huruf U hingga kini ia telah berada di belakang Pangeran Hogan dan melayangkan pukulan melingkar dengan lengan kanannya.

BUKKK!

Pukulan keras itu mengenai punggung Pangeran Hogan hingga terpelanting ke depan. Hampir saja ia memuntahkan kembali isi perutnya yang baru saja ia makan.

"Cukup Pertapa Sakti!" pintanya lantang. Ia membungkuk memberi hormat.

"Hormat saya kepada Pertapa Sakti!" ucapnya dengan sopan dan kesatria.

"Iya ... iya ... iyaaa .... !" balasnya dengan gurauan.

"Ehh, emmm!" Pangeran Hogan tak jadi berkomentar, mencoba untuk mengerti karakter Pertapa Sakti yang suka berkelakar bahkan dalam keadaan serius pun. Ia telah yakin bahwa lelaki tua di depannya ini adalah Pertapa Sakti yang tengah ia cari dalam misinya.

"Ha ha ha ha ha!" tawa Pertapa Sakti.

"Kau senang bercanda rupanya pemuda." Ia mengikik.

"Aneh memang Pertapa Sakti ini. Ia malah menganggap percobaan seranganku sebagai gurauan," pikirnya tak menyangka.

"Kalau begitu, minumlah! Kamu pasti haus sedari tadi bertitah-titah seperti anak kecil! Hi hi hi hi!" kelakar Pertapa Sakti lagi, mengejek sembari berlalu pergi.

Seolah sudah terbiasa mendengar kelakar kasar dari Pertapa Sakti, kali ini ia tak marah ataupun kesal. Ditengoknya air dalam gelas.

"Uwow, masih utuh tak tumpah sedikit pun!" serunya kagum setengah terbelalak.

"Sakti sekali ia," Pikirnya terkesan.

Ia mulai mengangumi kesaktian Pertapa Sakti. Ada semburat rasa puas di wajahnya ketika ia telah mencoba kesaktian Pertapa Sakti. Rasa penasaran telah terjawab. Seperti cerita para kesatria Kerajaan Sondan, Pertapa Sakti memang benar-benar sakti.

Ia segera keluar goa mendekati Pertapa Sakti yang kini tengah asik makan di area perapian.

"Oh, betapa baiknya dia telah mempersilahkan tamunya dulu untuk makan! Barulah kemudian ia menikmati makanannya!" pikirnya.

Ia menjadi semakin terkesan. Ia segera ikut duduk di dekat Pertapa Sakti.

"Pertapa Sakti ... " panggilnya terputus tak meneruskan melihat Pertapa Sakti tengah asik makan.

"Iya, Pemuda!" jawab Pertapa Sakti dengan mulut penuh makanan.

Pertapa Sakti berhenti mengunyah, sesaat memperhatikan Pangeran Hogan lalu mengunyah lagi makanannya dengan lahap dan cepat.

"Tak perlu sungkan ber - tanya, ta - nya saja!" ujar Pertapa Sakti terputus-putus dengan mulut penuh.

"Banyak juga makannya," pikirnya melihat lima piring daging asap telah habis disantap Pertapa Sakti.

"Panggil saya, Hogan!" pintanya berusaha mengakrabkan diri.

"Uhhhh ... ! Memanggilmu Pangeran aku jadi tak selera makan," sindir Pertapa Sakti sewot dan bermuka masam. Namun, sebenarnya ia tengah berkelakar.

"Aku minta Pertapa Sakti memanggilku Hogan, bukan Pangeran!" ujarnya mengklarifikasi. Lalu melanjutkan perkataan,

"Bukannya berhenti makan karena kekenyangan," balas Pangeran Hogan dengan gurauan, mencoba untuk melucu.

"Ha ha ha ha! Bisa juga kamu bergurau, Pangeran Hogan! Aku kira tidak! Hi hi hi hi!" komentarnya mengikik.

"Terima kasih telah memanggilku Hogan," balas Pangeran Hogan senang, merasa menjadi lebih akrab.

Pertapa Sakti hanya mengangguk saja.

"Izinkan aku untuk ... !" ucap Pengeran Hogan terpotong.

"Owai, Pangeran Hogan! Kamu benar-benar titisan dari kekuatan cahaya waktu keemasan!" ungkapnya serius.

Pangeran Hogan mengernyit tak mengerti lalu bertanya menyelidik. Ia tak jadi mengungkapkan sesuatu.

"Apa itu Pertapa Sakti?" tanyanya kemudian.

Pertapa Sakti berpindah duduk di tepi bukit. Ia memicingkan mata menantap ke arah Kerajaan Sondan. Perubahan wajah dan tingkah lakunya yang tak bisa ditebak membuat Pangeran Hogan menjadi tertarik dan penuh tanya. Ia tertarik untuk segera membuntut.

"Negeri-negeri di Tanah Adogema ini selalu dibayangi oleh kutukan," ungkap Pertapa Sakti dengan nada serius.

Wajahnya menatap tajam Kerajaan Sondan dengan posisi duduk yang begitu tegang di batu panjang yang menghadap ke ujung bukit.

"Kutukan katamu? Kutukan apa?" tanya Pangeran Hogan terkejut, berusaha menerka-nerka.

"Kutukan dari Iblis Adograz yang dulu pernah ingin menguasai Tanah Adogema," jelasnya.

"Bagaimana bisa?"

"Bisa! Ini ada kaitannya dengan sejarah masa lalu sebelum berdirinya kerajaan-kerajaan di Tanah Adogema sekarang," jawabnya.

"Ada kaitan apa?"

"Ada kaitannya dengan keselamatan Negeri-negeri Adogema di masa mendatang!" jawabnya.

"Aneh! Aku tak pernah tau tentang kutukan yang anda maksud."

"Apakah orang tuamu tak pernah menceritakan sejarah masa lalu kepadamu?" tanyanya.

"Ayahanda Raja Soga suka bercerita tentang sejarah negeri kepadaku ... tetapi tak pernah bercerita tentang kutukan."

"Bodohnya ayahmu! Cerita paling penting malah dilewatkan," ujarnya mencela.

"Jangan asal bicara ya! Ayahku adalah Raja Sondan yang paling berkharisma dan bijaksana." Pangeran Hogan meradang.

"Suka suka aku, aku yang punya mulut!" Pertapa Sakti membalas sewot.

"Iya, anda punya mulut tapi di pantat!" Sewot Pangeran Hogan.

Keduanya saling pelotot sengit.

"Ha ha ha ha!" keduanya tiba-tiba terbahak menertawakan kekonyolan mereka.

"Baiklah, aku mengalah! Sudah berkata kasar kepada Raja Soga!" serunya merasa bersalah.

"Kamu tahu tentang Raja Soga?"

"Aku tahu, aku selalu mengikuti perkembangan Negeri-negeri di Tanah Adogema," ungkapnya.

"Kalau begitu, aku ingin memberitahu anda bahwa ... !" ucap Pangeran Hogan terpotong.

"Pangeran Hogan, kisah ini tentang persekutuan dengan iblis!" Ia memotong tiba-tiba mengalihkan kembali perhatian Pangeran Hogan. Ia tak jadi mengungkapkan sesuatu yang sedari tadi terpotong terus.

"HUFT!" hela napas Pangeran Hogan sedikit kesal namun penuh maklum.

"Tetua Sondana adalah leluhurku. Ayolah ceritakan padaku!" pinta Pangeran Hogan.

"Tapi aku tak bisa bercerita panjang lebar," Balasnya.

"Uwaah, payah! Singkat saja."

"Baiklah"

"Ayolah, aku sudah tidak sabar mendengarnya! Jangan bergurau terus!" pinta Pangeran Hogan.

"Hi hi hi hi!" Keduanya kembali mengikik.

Pertapa Sakti berhenti sejenak menghirup napas panjang mengurangi rasa geli dalam hatinya agar bisa berhenti bergurau.

"Dulu salah satu warga Kampung Adogema bersekutu dengan Iblis Adograz demi kekuasaan dan kekayaan hingga Sang Iblis mengutuk Tanah Adogema agar menjadi hancur. Hanya kekuatan cahaya waktu biru dan keemasanlah yang bisa menghentikannya!" ungkapnya singkat dan padat.

"Apa? Terus ... ?"

"Sudah, itu saja yang aku tahu!"

"Hiyaaa! singkat sekali sejarah Tanah Adogema kita, Pertapa Sakti!" Pangeran Hogan balik menyindir dalam gurauan.

"Iya, hanya singkat! Hi hi hi hi!" Pertapa Sakti kembali mengikik.

Ia menoleh ke arah Pangeran Hogan dengan serius. Pangeran Hogan mengernyitkan dahi dan menunggu apa yang akan disampaikan.

"Saat ini, penduduk yang mendiami tanah Negeri Adogema telah sampai pada generasi ke tujuh. Aku tidak tahu generasi mana yang akan tertimpa kutukan, yang jelas akan terjadi ke depannya ... Aku takut kutukan itu datang menimpa dan membumihanguskan kehidupan di Tanah Adogema karena tak siap menerimanya!" terangnya dengan suara lemah dan mata yang sayu.

Matanya kembali menatap ke arah Kerajaan Sondan. Pangeran Hogan menghela napas panjang.

"KRUUKK! KRUKKK! KRUKKKK!"

Terdengar suara dengkuran membuyarkan Penerawangan Pangeran Hogan.

"Pertapa Sakti!" Panggilnya.

"Payah, anda tertidur!"

****

Bersambung ....