Pagi hari di sekolah, suasana gaduh yang tidak asing lagi bagi para siswa jika waktu bergerak semakin mendekat pada bel pertanda kelas dimulai.
Sama seperti siswa lainnya, kali ini Lily sibuk menyalin tugas milik Yuli sebelum guru keseniannya datang.
"Gak biasanya lo gak bikin tugas Ly." Ujar Yuli mengejek Lily.
"Gak usah ketawa lo. Semalem si Aster badannya panas gara-gara ketiduran di sofa ruang tamu." Yuli mengerutkan dahinya sambil bergumam. "Harusnya aku suruh pindah ke kamar."
"Ha? Apa?"
"Gak papa Ly, lanjut aja."
Aneh, jelas-jelas Lily mendengar gumaman Yuli yang mengatakan kepada dirinya sendiri untuk pindah ke kamar. Apa itu Aster? Lily menyeringai.
"Yul, kemaren kok lo pergi duluan? Lo kemana emang? Aku balik udah gak ada." Lily bisa melihat keresahan Yuli yang menatap ke segala arah.
"Keee.... pulang." Lily menatap Yuli penuh curiga.
"Ooh, mampir kerumah gue gak?"
"Ha? Buat apaan mampir? Orang lo sama mama gak ada dirumah."
Skakmat.
"Kok lo tau mama gue gak dirumah?" Tugas Lily melayang entah kemana, sekarang mengerjai Yuli lebih penting.
"Eehmm, kemaren Aster telfon gue nyariin lo makanya gue tahu."
"Ooh gitu." Yuli menghembuskan nafas lega ketika Lily kembali fokus untuk menyalin tugas.
"Kemarin si Aster aneh loh. Biasanya gak mau pake byefever, soalnya bakal aku ejekin terus. Eh kok pas aku pulang di dahinya udah nempel aja." Ucap Lily masih tetap fokus menulis. Yuli meneguk air liurnya sendiri kesusahan. Bertanya-tanya bagaimana bisa Lily sepeka itu.
"Oh ya?" Lily mengangguk yakin, sepertinya sudah cukup sekian menggali informasi.
"Ngomong-ngomong nih Ly."
"Hm?"
"Kamu udah baikan sama Angkasa?"
"Udah."
"Terus kamu pelukan kan sama dia?"
"Ih, kok lo tau. Lo ngintip ya?"
"Idih, lo nya aja yang peluk-pelukan di tempat umum."
"Iya emang kenapa? Mau juga dipeluk?" Lily dengan sigap menangkap Yuli dan memeluk Yuli kencang hingga Yuli berulang kali minta dilepaskan.
"Nih makasih tugasnya." Lily menggeser buku Yuli dan menutup bukunya sendiri hendak bersiap menutup mata sejenak karena kurang tidur akibat mengurus Aster semalaman.
"Ly."
"Apasih?" Ujarnya kesal, tapi tetap menegakkan tubuhnya untuk mendengarkan curhatan Yuli.
"Gue mau tanya."
"Tanya aja." Lily memutar kedua bola matanya saat Yuli tak kunjung mengeluarkan pertanyaan.
"Tanya tinggal tanya aja Yul. Udah kayak mau minta izin ke ortu buat dugem aja."
"Astaghfirullah, kamu ini berdosa banget."
"Berdosa? Gue itu gak berdosa, lo yang berdosa."
"Kamu ini gak boleh zalimi."
"Serius, gue tinggal tidur nih kalau lanjut. Lima menit lagi bel."
"Eh iya Ly, serius." Lily mengetukkan jarinya berulang kali ke meja, menunggu Yuli membuka mulutnya.
"Jadi... lo pernah ciuman gak?"
"Serius? Lo cuma mau tanya itu aja pake lama."
"Iya, jawab dulu atuh."
"Ada apanih tiba-tiba tanya kayak begituan?"
"Ya gak ada apa-apa. Cuma.. tanya aja."
"Lo pasti habis gitu ya?" Lily menyatukan kedua jari telunjuknya, menaik turunkan alisnya menggoda Yuli.
"Terserah lo deh. Gue mau tidur."
"Eh gak bisa. Gue duluan yang mau tidur."
"Tidur bareng aja."
"Gak mau. Nanti gak ada yang bangunin gue pas guru dateng."
Kriiing!
Ya, pada akhirnya satupun dari mereka tidak ada yang berhasil menutup mata walau hanya sejenak.
*
Lily berjalan riang menuju kelas sebelah. Rambut pendeknya berayun-ayun karena lompatan-lompatan kecil dari kakinya.
Lily menyeringai begitu melihat sosok tinggi dengan seragam yang dikancingkan hingga atas itu tengah berbincang.
Saat semakin mendekat dengan targetnya, Lily memelankan langkahnya, sebisa mungkin untuk menyembunyikan suara langkahnya agar orang itu tidak menyadari kehadirannya.
"Ayo tebak siapa?"
Lily menutup pandangan Angkasa dengan menggunakan kedua tangannya dari arah belakang sambil berjinjit.
Lily tidak menduga respon Angkasa yang ternyata sangat terkejut dengan kehadirannya. Angkasa tersentak kebelakang hingga membuat Lily kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Angkasa berbalik, melihat Lily yang terduduk di lantai dengan tatapan mata tajam.
"Lily!"
Lily bisa mendengar suara tawa dari orang-orang yang melihat kejadian tadi. Siapapun tolong Lily. Lily sangat malu sekarang.
Lily segera menerima uluran tangan Angkasa untuk membantunya berdiri.
"Kamu mau ngapain sih? Pake acara tutup mata. Jatuh kan jadinya."
"Kan surprise." Angkasa mencubit pipi Lily gemas.
"Udah deh gue pergi aja. Daripada sakit gue lihatnya." Lily dan Angkasa serempak menoleh pada Doni yang kini sudah melangkah pergi.
"Aku lupa tadi masih ngobrol sama dia."
"Aku juga gak lihat kalau dia tadi disini."
Angkasa dan Lily meringis kegirangan.
"Yuk." Lily menyambut uluran tangan Angkasa. Kemana lagi jika bukan mengisi perut disaat jam istirahat.
*
Angkasa memutar-mutar kunci motornya dijari telunjuknya berjalan memasuki loby apartemennya. Bersiul riang gembira, suasana hatinya hari ini benar-benar sangat bagus. Siapapun yang berpapasan dengannya, maka Angkasa akan menyapa dengan penuh kehangatan.
Ting!
Notifikasi pesan dari Lily masuk.
'Semangat kerja ganteng '
Angkasa benar-benar tidak bisa menyembunyikan senyumnya kali ini. Apakah Angkasa belum bilang bahwa dirinya tidak memiliki jadwal pemotretan hari ini? Seharusnya Angkasa mengajak Lily kesini tadi.
Angkasa terkejut saat membuka pintu apartemennya, mendapati sepasang sepatu yang bukan miliknya ada didalam.
Angkasa mengalihkan pandangannya dari sepatu pada sosok ayahnya yang sedang duduk di sofanya dengan tenang.
Angkasa melangkah dengan cepat menghampiri ayahnya.
"Kenapa ayah bisa masuk?"
"Salam dulu."
"Aku tanya kenapa ayah bisa masuk!"
"Ayah mau bicara sama kamu." Angkasa membanting tasnya ke sofa dan melangkah masuk ke kamarnya.
"Aku gak perlu bicara apapun sama ayah."
"Lily." Angkasa menahan pintu kamarnya yang hampir tertutup.
"Yang sedang dekat sama kamu namanya Lily bukan?" Angkasa keluar dari kamarnya, membuka pintu apartemennya lebar-lebar.
"Lebih baik ayah pulang."
"Kamu bahkan belum dengar apapun dari ayah." Angkasa berjalan menghampiri ayahnya.
"Aku peringatkan ayah. Ayah jangan pernah menyentuh Lily dan jangan ikut campur atas semua hal yang aku lakuin." Edy menghela nafas kasar, melihat tatapan kemarahan anaknya yang sepenuhnya tertuju padanya.
"Baiklah, jika itu maumu." Edy memakai kembali sepatunya, menatap anaknya sebentar sebelum benar-benar pergi dari sana.
Begitu pintu tertutup badan Angkasa pergi ke kamar mandi, mencuci mukanya dari riasan cupu sekaligus membersihkan pikiran kalutnya. Sungguh Ia tidak ingin bersikap seperti ini pada ayahnya. Tapi jika ayahnya menyentuh atau menyakiti orang terdekatnya lagi, maka Angkasa tidak bisa membiarkan itu terjadi lagi.
Perhatian Angkasa beralih pada dering panggilan masuk. Angkasa segera mengangkatnya begitu nama Lily-lah yang muncul pada layar hpnya.
"Halo Sa, apa aku mengganggu pekerjaanmu?" Angkasa menggeleng.
"Sa?" Bodohnya Angkasa, tidak sadar bahwa sekarang Angkasa sedang melakukan panggilan suara. Pastinya Lily tidak bisa melihatnya. Angkasa tertawa sumbang.
"Sa, ada apa?"
"Kenapa telfon Ly?"
"Ah enggak. Cuma perasaanku gak enak aja."
"Hm."
"Makanya, sekarang aku udah didepan apartemen kamu nih. Bukain dong."
Angkasa menutup telfonnya, dengan langkah besar meraih pintu dan membukanya. Angkasa mellihat kekanan dan kekiri, memastikan bahwa Lily tidak bertemu dengan ayahnya.
Lily mengibaskan tangannya didepan Angkasa. "Sa, aku disini."
Angkasa melihat Lily yang tersenyum manis. Mata Lily bersinar begitu terang, memunculkan sedikit ketenangan pada hatinya.
Angkasa mendekap tubuh kecil Lily sebelum Lily bisa melihat kesedihannya. Lily yang terkejut hanya bisa membeku, sebelum akhirnya balik memeluk Angkasa.
Dengan masih memeluk Lily, Angkasa membawa Lily masuk ke apartemennya.