webnovel

Angkasa dan Lily

Simpan dulu di coll kalian, siapa tahu suka^^ 18+ di vol2 * Kamu tahu? Lily itu gak akan bisa tumbuh di Angkasa. Kenapa? Karena Lily gak diciptakan untuk Angkasa. Aku tahu, Lily memang gak bisa bertahan hidup di Angkasa. Dan Lily memang gak diciptain buat ada di Angkasa. Tapi Lily akan buat Angkasa jadi milik Lily. Mereka adalah dua hal yang sangat tidak mungkin untuk bersama, namun takdir menjadikan mereka bertemu dan menjadi dekat. Lalu menjauh dan menjadi dekat kembali. * Jika kalian suka cerita yang ringan, silahkan mampir ya :)) Ini cerita remaja yang dibumbui dengan bumbu istimewa atau tidak biasa Dan merupakan cerita pertama yang aku terbitkan di Webnovel Vol 1 : 1-295 Vol 2 : 296-sekarang Cover by apgraphic_ Terima kasih! mohon dukungannya! Chuuby_Sugar

Chuuby_Sugar · Teen
Not enough ratings
443 Chs

36. Kopi dan Coklat

Lily turun dari lantai dua dengan sedikit berlari, pasti Yuli yang datang. Yuli sudah berjanji akan bermain kerumahnya. Lily tahu alasan yang sebenarnya adalah untuk ngecengin adik laki-lakinya, tapi Lily justru senang dengan demikian Lily akan memiliki waktu bersantai saat Yuli sibuk membantu Aster ini dan itu.

Lily membuka pintunya, terkejut menemukan sosok asing yang baru pertama kali di lihatnya. Pria yang sudah sedikit berumur, namun masih terlihat sangat gagah. Penampilannya terkesan sangat rapi.

"Boleh saya masuk?" Lily merapatkan sedikit pintu rumahnya, bagaimanapun dirinya tidak mengenal siapa pria itu.

"Maaf sebelumnya, om siapa?"

"Saya papanya Angkasa." Lily segera membuka pintunya lebar-lebar, mempersilahkan papa Angkasa masuk kedalam rumahnya.

"Om mau minum apa? Teh atau kopi?"

"Apa saja."

"Om duduk dulu ya, biar saya bikinkan minuman."

Lily segera masuk kedapur dan mulai menyeduhkan teh. Sekeras apapun Lily berfikir, Lily benar-benar tidak tahu apa yang membawa papa Angkasa kemari. Ataukah papa Angkasa salah masuk rumah? Rumah saudaranya ada disamping, haruskah Lily menunjukkannya? Mengantarnya?

Ini merupakan sebuah kejutan besar untuk Lily. Sekarang bagaimana Lily harus menghadapi papa Angkasa, jujur kenapa Lily sedang merasa dimintai pertanggung jawaban untuk anaknya?

Lily segera menuju ruang tamu, tidak baik membuat tamu menunggu terlalu lama. Lily menaruh sebuah gelas berisi teh manis dihadapan papa Angkasa.

"Om akan langsung saja, maksud dari tujuan om kesini karena ingin menjelaskan sesuatu padamu."

"Menjelaskan apa om?" Tangan Lily mengeluarkan keringat dingin, tidak bisa dipungkiri Lily sangat gugup sekarang. Ini seperti menghadapi calon mertua untuk meminta restu yang padahal Lily belum pernah merasakannya.

"Menjelaskan bahwa kamu harus menjauhi Angkasa." Lily terkejut, jari-jarinya saling bertautan kuat, mencoba mengusir rasa gugupnya.

"Om minta saya menjauh dari Angkasa?"

"Benar." Apa harus datang kerumahnya hanya untuk mengatakan itu?

"Tapi kenapa om? Lily ada salah?"

"Tidak, kamu tidak salah, satu hal saja yang harus kamu ketahui, ini demi kebaikan kalian berdua."

"Maksud om?" Lily tidak mengerti, bagaimana bisa jadi kebaikannya dan Angkasa bila mereka saling menjauh.

"Om tahu, sangat tidak berguna jika om menawarkan uang bukan?"

"Saya gak butuh uang om."

"Saya yakin mama kamu butuh saat ini, tapi saya yakin jika kamu dan mamamu akan menolaknya. Jafi om tidak akan tawarkan itu. Lebih lagi om hanya minta bantuanmu untuk menjauh dari Angkasa."

Lily tertawa hambar, bagaimana papa Angkasa tahu mamanya sedang membutuhkan uang jika sebenarnya mamanya memiliki pekerjaan yang hebat?

"Tapi alasannya apa om, apa yang buat om sampai memohon sama saya buat jauhin Angkasa?"

"Jika kamu mau tahu alasannya kamu bisa datang ke acara keluarga saya besok malam. Kalau perlu ajaklah Angkasa, anak itu tidak akan pernah mendengar saya."

"Om undang saya sementara saya harus menjauh? Gak masuk akal."

"Bantu om sekali saja, untuk membawa anak itu pulang. Bahkan setelah om memintanya keluar dari rumah tantenya dia malah kabur ke apartemen bukannya ke rumah om."

"Jadi om minta tolong kesaya dan minta saya menjauh dari Angkasa di saat yang bersamaan?"

"Om rasa kamu mau melakukannya."

"Saya gak bisa janji om."

*

Lily menatap gelas yang masih mengepulkan uap panas, papa Angkasa pergi tanpa menyentuh teh sedikitpun. Setelah mengatakan apa yang diinginkannya, papa Angkasa pergi begitu saja.

Sekarang Lily harus bagaimana? Lily mengkhawatirkan Angkasa yang ternyata selama ini belum pernah pulang kerumahnya dan memilih hidup mandiri di apartemen.

Tapi jika Lily membantu Angkasa pulang saat acara besok malam, itu sama saja Lily setuju untuk menjauh dari Angkasa. Lily benar-benar bingung.

"Kak!" Lily tersadar dari lamunan ketika Aster memanggilnya, Lily menatap Aster yang sudah berada di ujung tangga, Aster turun sendirian, Lily merutuki dirinya yang hampir melupakan Aster. Ia dirumah untuk menjaga Aster, tapi dirinya malah larut dalam masalahnya sendiri.

"Siapa yang barusan dateng?" Lily segera membantu adiknya berjalan, tapi Aster segera melepaskan pegangan Lily padanya.

"Udah bisa jalan lancar kok." Lily mengela nafas lega, sepertinya Aster sudah tidak sabar untuk menginjakkan kakinya di lapangan basket lagi. Terlebih penyembuhannya terbilang cukup lama.

"Tadi siapa kak?" Tanya Aster lagi.

"Bukan siapa-siapa kok."

"Tap..." Protes Aster namun terpotong oleh suara bel rumah yang berbunyi.

Tingtong!

Lily tahu pasti Aster mendengar percakapannya dengan papa Angkasa tadi, lebih baik Lily diam, tidak ingin Aster mengkhawatirkan dirinya lagi. Bunyi bel rumah membantu Lily lari dari ribuan rasa penasaran yang Aster miliki.

Lily berlari membuka pintu rumahnya, sempat khawatir kalau saja papa Angkasa yang kembali kesini, tapi kekhawatirannya hilang dikala sosok Yuli lah yang berdiri didepan pintu.

"Yul, gue nitip Aster ya? Gue keluar sebentar." Satu hal yang terfikirkan oleh Lily saat melihat Yuli ada disini adalah segera menemui Angkasa. Banyak pertanyaan dibenaknya, apa yang membuat papa Angkasa seperti itu padanya? Kenapa mereka harus menjauh? Apa selama ini Angkasa menjauhinya karena paksaan dari papanya juga?

"Eh Ly." Tak menghiraukan panggilan Yuli, Lily meraih sweater yang tergeletak di sofa dan berlari keluar begitu saja.

Yuli menatap Aster penuh tanda tanya.

"Kayaknya tadi papa Angkasa kesini."

"Lah? Ngapain?" Aster berlari dengan cepat menghampiri dan memeluk Yuli segera. Heran kepada dirinya sendiri, Lily saja sangat jarang Aster peluk, tapi memeluk Yuli sudah seperti hobi barunya.

"Gak usah difikirin."

*

Lily membawa dua buah gelas masing-masing berisi coklat panas dan kopi menuju balkon yang ada di kamar Angkasa. Lily menatap Angkasa dari ambang pintu sambil mengingat kejadian sore tadi saat papa Angkasa datang, entah masalah apa yang sedang Angkasa hadapi. Lily rasa Angkasa sedikit kesulitan menghadapinya, mengingat saat baru masuk tadi Angkasa menghujaninya dengan pelukan. Apa Angkasa selama ini menjauh darinya juga karena dipaksa papanya?

Lily menghela nafasnya sebelum akhirnya menghampiri Angkasa dan menyerahkan segelas kopi yang ada di tangan kanannya.

"Sa?" Ucap Lily ketika Angkasa tidak kunjung mengambil gelas yang Lily berikan. Angkasa menoleh, hanya diam menatap gelas yang uap panasnya masih mengepul itu.

"Pegel nih." Barulah Angkasa mengambil alih gelas itu.

"Mikirin apa sih sampe gak sadar kalau aku dateng." Lily bisa melihat senyuman Angkasa terbit.

"Mikirin kamu."

"Ih gombal." Lily tahu yang sebenarnya difikirkan Angkasa bukanlah dirinya, melainkan hal yang lebih pelik dan Lily hanya bisa menunggu sampai Angkasa mengatakan hal itu kepada Lily.

Hening, suasana menjadi sangat sepi disaat Angkasa dan Lily hanyut dalam pikiran mereka masing-masing. Yang terdengar hanya suara daun yang saling bergesekan akibat angin yang berhembus sedikit kencang.

"Kopi ini kamu yang buat Ly?"

"Iya dong. Gimana, enakkan?"

"Enak. Kamu bikin pake mesin ya? Udah bisa?"

Lily membuka lebar jari telunjuk dan ibu jarinya dibawah dagunya. "Bisa dong. Aku termasuk orang yang belajarnya cepet."

Angkasa mengelus kepala Lily bangga. Jika mereka menikah nanti, Angkasa tidak perlu menggiling biji kopi sendiri lagi. Angkasa terkekeh memikirkan hal itu. Bukankah diumurnya yang sekarang pernikahan itu masih jauh?